Gerakan-gerakan transnasional yang anti terhadap NKRI dan Pancasila sudah berkembang luar biasa di kampus-kampus milik pemerintah maupun swasta. Mereka berjejaring satu dengan yang lain. Membentuk sebuah gerakan yang rapi dan terstruktur. Mereka juga rajin menyebarkan gagasan-gagasan penolakan terhadap NKRI dan Pancasila lewat berbagai tulisan di media-media mereka. Sebut saja buletin al-Islam milik “almarhum” ormas HTI. Buletin yang diterbitkan setiap Jum’at ini menyebar luas di masjid-masjid milik instansi pemerintah, masjid kampus, dan masjid masyarakat. Mereka begitu militan dalam menyebarkan propaganda anti NKRI dan Pancasila.

Selain buletin, mereka juga menerbitkan buku-buku pemikiran. Buku-buku itu diterbitkan sendiri, karena mereka sadar bahwa penerbit-penerbit mayor atau penerbit yang sudah berjaya di negeri ini tidak akan mungkin mau menerbitkan buku-buku propaganda mereka. Maka, tidak heran penerbit-penerbit “indie radikal” begitu banyak bertebaran bagaikan jamur di musim hujan. Sesekali cobalah hadir di sebuah even pameran buku yang dilabeli pameran buku Islam. Mayoritas yang ikut menggelar dagangan di sana adalah penerbit-penerbit “indie radikal” tadi! Oleh karenanya, jangan heran jika banyak sekali anak-anak muda yang berstatus mahasiswa ikut tercuci otaknya setelah membaca propaganda yang diproduksi terus menerus.

Mahasiswa dengan segala potensinya menjadi sasaran empuk bagi gerakan-gerakan anti NKRI dan Pancasila. Mahasiswa memiliki kekuatan yang mengerikan jika dibangunkan. Sejarah telah membuktikan itu. Tumbangnya orde lama dan orde baru salah satunya adalah berkat sumbangsih dari para mahasiswa. Maka, gerakan-gerakan anti-pancasila begitu getol masuk ke kampus-kampus dan merekrut sebanyak-banyaknya mahasiswa menjadi anggota. Biasanya, perekrutan dilakukan terhadap mahasiswa-mahasiswa baru yang belum begitu paham peta pergerakan. Mahasiswa-mahasiswa baru tersebut didekati, diakrabi, diajak berdiskusi dan diberi buku-buku yang berisi propaganda mereka. Akhirnya, mahasiswa yang masih “unyu-unyu” tidak sadar kalau sedang dicuci otaknya untuk menolak NKRI dan Pancasila.

Pada titik inilah, Pers Mahasiswa seharusnya mengambil peran penting dalam menangkal segala bentuk gerakan radikalisasi di kampus. Kampus sebagai “kawah candradimuka” calon ilmuwan harusnya bersih dari gerakan-gerakan anti NKRI dan Pancasila yang anti terhadap perbedaan dan keberagaman. Kampus harusnya menjadi tempat bertukar gagasan, menambah pengetahuan dan ajang memperluas jaringan antar mahasiswa. Di kampus itulah seharusnya mahasiswa berjejaring, menyemai gagasan kebangsaan, mempererat rasa persaudaraan dan semangat persatuan dalam perbedaan. Pers Mahasiswa sebagai salah satu corong informasi para mahasiswa harusnya berperan aktif dalam melawan segala bentuk propaganda anti NKRI dan Pancasila yang hari ini telah masuk ke kampus-kampus

Sumbangsih Besar

Pers mahasiswa tidak dipungkiri memiliki sumbangsih yang besar dalam sejarah perjalanan bangsa ini. Sejarah membuktikan, pada masa penjajahan, mahasiswa dengan tulisan-tulisan kritisnya telah ikut membantu menyebarkan gagasan-gagasan kemerdekaan kepada rakyat. Sebut saja surat kabar Hindia Poetra yang lahir tahun 1908. Surat tersebut dijadikan corong mahasiswa dalam menumbuhkan semangat kebangsaan dan anti kolonialisme. Selain Hindia Poetra masih banyak lagi pers mahasiswa yang lahir dari rahim intelektual para mahasiswa. Mereka bergerak bersama menyebarkan gagasan kemerdekaan dan perlunya persatuan.

Pers mahasiswa juga memiliki peran penting pada masa genting pasca G30 S/PKI 1965. Pada masa itu, antara tahun 1966-1974, pers mahasiswa mengalami kejayaan. Di kota-kota besar muncul berbagai macam media yang diterbitkan oleh mahasiswa. Sebut saja surat kabar Mahasiswa Indonesia yang muncul di Jakarta, Harian Kami di Bandung dan Gelora Mahasiswa di Yogyakarta. Pers mahasiswa sekali lagi berperan besar di era detik-detik kekuasaan pemerintah orde baru. Pers mahasiswa dengan opini-opininya ikut mendukung mahasiswa turun ke jalan untuk “memaksa” Soeharto turun dari tahtanya. Berkaca dari fakta sejarah tersebut, sudah saatnya pers mahasiswa di seluruh Indonesia bangun dari tidurnya dan melawan propaganda anti NKRI dan Pancasila di kampus-kampus.

Para insan pers mahasiswa harus sadar bahwa pers mahasiswa adalah benteng sekaligus senjata ampuh dalam melawan radikalisasi di kampus. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, gerakan anti NKRI dan Pancasila begitu getol menyebarkan gagasan dan propaganda mereka di kampus-kampus lewat berbagai tulisan. Inilah yang harus dilawan oleh pers mahasiswa. Tulisan lawan dengan tulisan! Gagasan lawan gagasan! Dan di kampus, yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal itu adalah pers mahasiswa sebagai corong informasi para mahasiswa di kampus.

Pers Mahasiswa hari ini harus mulai bergerak dalam menyebarkan gagasan kebangsaan kepada para mahasiswa. Pers mahasiswa jangan hanya menyoroti permasalahan yang ada di kampus. Itu perlu, tapi jika hanya mengurusi masalah tersebut, pers mahasiswa akan mengecilkan dirinya sendiri. Mengingat pers mahasiswa di era sebelum-sebelumnya memiliki peran yang sangat besar dalam merawat semangat kebangsaan bangsa. Bangunlah kawan, jangan biarkan virus radikal masuk ke kampus-kampus. Jangan biarkan mereka menciptakan para mahasiswa radikal yang mengancam keutuhan NKRI! Bangunlah, ibu pertiwi menunggu sumbangsih kalian untuk bangsa dan negara ini.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Idul Fitri dan Persaudaraan

    Previous article

    9 ucapan Idul Fitri Keren Di 2021

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Edukasi