Kearifan lokal merupakan bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut. Begitupula dengan banyaknya ragam budaya yang telah diwariskan secara turun temurun di Minangkabau, salah satunya adalah tari galombang.

Tari Galombang merupakan salah satu tarian tradisional Minangkabau yang hampir dimiliki oleh setiap nagari. Tari galombang pada setiap nagari biasanya hampir sama gerakan, kostum dan perlengkapan-perlengapannya.  Secara umum, tari galombang difungsikan untuk menyambut tamu yang dihormati. Namun dalam prakteknya, tarian ini lebih banyak muncul dalam upacara pernikahan Minang. Disajikan untuk menyambut mempelai saat diarak menuju pelaminan.

Kata galombang diambil dari kata air laut yang bergelombang, dengan gerakan yang berawal dari aktivitas silat sehingga tercipta bentuk variasi gerak yang berbentuk seperti gelombang laut. Lalu ditambah dengan olahan ritma, ruang, dan tenaga maka jadilah gerakan tari yang indah, bergerak dengan tempo yang dinamik dan dilakukan dengan perlahan mengalun lembut, kadang juga dengan tempo yang cepat, kuat, energik, dan tajam. Gerakan seperti melukis garis pada udara dengan bentuk lurus, sedang, kecil, bersiku, dan melengkung dengan paduan aras tinggi, rendah, lemah, kuat, dan sebagainya.

Gerakan silat yang digunakan sebagai asas tari galombang terlihat pada bagian kaki dan tangan atau biasa disebut dengan kudo-kudo, gelek, siku-siku. Gerakan silat yang ditarikan oleh penari lelaki dengan lantai dua baris berbanjar ke belakang sehingga menghasilkan tarian yang indah. Keindahannya terlihat jelas apabila semua penari secara bersamaan bergerak tinggi lalu merendah sambil maju mundur secara perlahan seperti gelombang air laut.

Tari Galombang aslinya ditarikan oleh puluhan lelaki. Terbagi menjadi dua kelompok yang masing-masing dipimpin seorang pemberi aba-aba. Kelompok pertama mengawal rombongan tetamu, kelompok kedua mengawal tuan rumah.

Sejarah

Tidak begitu jelas asal usul sejarah tari galombang ini. Tari ini telah lama menjadi bagian dari kebudayaan Minang. Keberadaannya tidaklah terlepas dari Silek (silat). Oleh karena itu, di awal perkembangannya tidak disebut tari, namun Silek Galombang.

Kesenian ini merupakan mata rantai dari keberadaan sasaran (tempat berlatih silek). Tumbuh dan berkembang dalam lingkup masyarakat yang menganut sistem matrilineal. Di masa awal, penarinya hanya laki-laki saja dengan gaya pencak silat.

Konon, Gelombang berhubungan dengan kisah pernikahan seorang pemuda. Ketika menuju ke kampung istrinya, ia dikawal oleh teman sepeguruan silatnya. Ada juga yang menyebutnya sebagai bentuk pengawalan terhadap penghulu yang akan menikahkan pengantin.

Secara tradisional, Galombang terbagi menjadi dua jenis sesuai bentuknya, yakni galombang manyongsong (satu arah) dan galombang balawanan (dua arah). Ada juga istilah lain, yakni galombang duo baleh (tari yang dibawakan 12 orang).

Seiring dengan perkembangan zaman, perubahan pun tidak bisa dihindari. Jika awalnya hanya melibatkan laki-laki saja, kini Galombang lebih didominasi oleh penari perempuan. Tarian khas Minang lain pun banyak ditarikan oleh perempuan.

Selain itu, berbagai kreativitas turut memunculkan satu koreografi baru. Dalam berbagai aspek, termasuk pada gerakan, pola lantai, musik, properti tari, busana dan rias. Galombang pun hadir dengan sangat berbeda dari aslinya.

Meski demikian, kreatifitas yang turut memotori perubahan masih tetap menampilkan simbol-simbol estetika adat Minangkabau. Sehingga, keberadaan Tari Galombang masih tetap langgeng sebagai warisan leluhur budaya Minangkabau.

Husnul Hayati
Writing is a place for growing up.

    Kata Publik Figur tentang Toleransi dan Keberagaman

    Previous article

    TIPS PINTAR MENGHINDARI HOAX

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *