Bukittinggi dikenal sebagai kota perjuangan bangsa dan merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan Assaat yang masing-masing merupakan proklamator dan pejabat presiden Republik Indonesia.

Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Pegunungan Bukit Barisan atau sekitar 90 km arah utara dari  Kota Padang. Kota ini berada di tepi Ngarai Sianok dan dikelilingi oleh dua gunung yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Lokasinya pada ketinggian 909–941 mdpl menjadikan Bukittinggi kota berhawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Luas Bukittinggi secara de jure adalah 145,29 km², mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 1999.[9] Namun, karena penolakan sebagian masyarakat Kabupaten Agam, luas wilayah secara de facto saat ini adalah 25,24 km², yang menjadikan Bukittinggi sebagai salah satu kota dengan wilayah tersempit di Indonesia.

Kota Bukittinggi merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di Pulau Sumatra. Pusat perdagangan utamanya terdapat di Pasar Ateh, Pasar Bawah, dan Pasar Aur Kuning. Dari sektor perekonomian, Bukittinggi merupakan kota dengan PDRB terbesar kedua di Sumatra Barat, setelah Kota Padang.[10] Tempat wisata yang ramai dikunjungi adalah Jam Gadang, yaitu sebuah menara jam yang terletak di jantung kota sekaligus menjadi simbol bagi Bukittinggi.

Sejarah

Kota Bukittinggi semula merupakan pasar (pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Setelah kedatangan Belanda, kota ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri.[11] Pada tahun 1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang terdapat di dalam kota ini. Tempat ini dikenal sebagai benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah stadsgemeente (kota),[12] dan juga berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam.[13]

Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatra, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji.[14][15] Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam SukuGadutKapauAmpang GadangBatu Taba, dan Bukit Batabuah. Sekarang nagari-nagari tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Agam.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatra, dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan.[16] Kemudian Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatra Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947.

Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, ketika pada tanggal 19 Desember 1948 kota ini ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Di kemudian hari, peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006.[17][18]

Selanjutnya Kota Bukittinggi menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatra Tengah masa itu,[19] yang meliputi wilayah Provinsi Sumatra BaratJambiRiau, dan Kepulauan Riau sekarang.

Dalam rangka perluasan wilayah kota, pada tahun 1999 pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 yang isinya menggabungkan nagari-nagari di sekitar Bukittinggi ke dalam wilayah kota. Nagari-nagari tersebut yaitu CingkariangGaduikSianok Anam SukuGuguak Tabek SarojoAmpang GadangLadang LawehPakan SinayanKubang PutiahPasiaKapauBatu Taba, dan Koto Gadang.[20] Namun, sebagian masyarakat Kabupaten Agam menolak untuk bergabung dengan Bukittinggi sehingga, peraturan tersebut hingga saat ini belum dapat dilaksanakan.[21]

Pemerintah Kota menetapkan hari jadi Kota Bukittinggi pada tanggal 22 Desember 1784.[22]

Geografi

Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatra, dan dikelilingi oleh dua gunung berapi yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Kota ini berada pada ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, dan memiliki hawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C. Sementara itu, dari total luas wilayah Kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82,8% telah diperuntukkan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung.

Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan, di antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang, Bukit Paninjauan, dan sebagainya. Selain itu, terdapat lembah yang dikenal dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, yang di dasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang.

Gita Ivani Gresela Waruwu

APA SIH BNPT RI ITU?

Previous article

Kata-Kata Indah yang Sering Digunakan dalam Puisi

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Berita