Tradisi yang ada di wilayah Minangkabau sangat beragam jenisnya. Keberagaman jenis tradisi yang ada pada masyarakat Minangkabau dapat dilihat dengan adanya perbedaan serta kekhasan pelaksanan tradisi tersebut di masing- masing daerah yang ada di Minangkabau.

Sebagaimana yang tergambar dalam pepatah adat Minangkabau, “Lain padang lain bilalang, Lain lubuak lain ikannyo” yang mengandung arti, setiap daerah memiliki adat istiadatnya tersendiri sesuai dengan aturan yang berlaku pada daerah tersebut.

Terdapat berbagai jenis tradisi yang ada pada masyarakat, salah satu tradisi yang masih bertahan hingga saat ini ialah tradisi makan bajamba. Tradisi makan bajamba merupakan tradisi wajib yang ada pada setiap pelaksanaan upacara adat yang dilaksanakan masyarakat.

Makan bajamba berasal dari dua kata yakni, makan dan jamba. Jamba artinya hidangan yang disajikan pada sebuah pinggan besar, diberi awalan ba dan menjadi sebuah kata bajamba. Dapat diartikan bahwa makan bajamba merupakan makan dengan menggunakan pinggan besar.

Tradisi makan bajamba dilakukan dalam upacara-upacara adat yang memiliki nilai dan fungsi tersendiri, tradisi makan bajamba dapat ditemukan dalam upacara adat seperti batagak penghulu (pengangkatan penghulu), dan pada beberapa tahapan baralek (perkawinan) masyarakat.

Diantara upacara adat tersebut, makan bajamba lebih sering dilaksanakan masyarakat pada upacara baralek (perkawinan), karena makan bajamba akan selalu dilaksanakan pada beberapa tahapan acara baralek masyarakat. Sedangkan upacara pengangkatan penghulu hanya dilakukan beberapa tahun sekali.

Makan bajamba merupakan tradisi yang melibatkan beberapa tokoh serta mengandung nilai-nilai dan norma adat. Terdapat berbagai jenis aturan dan etika makan dalam pelaksanaan makan bajamba, diantaranya adalah jenis makanan, serta tata cara penyajian hidangan makan bajamba diatur oleh adat yang berlaku pada masyarakat.  

Pada pelaksanaan acara makan bajamba dilakukan dengan cara duduk melingkar mengelilingi sebuah pinggan (piring besar) sebanyak 5-6 orang. Orang-orang yang ikut serta dalam acara makan bajamba bukanlah sembarangan orang, terdiri dari tokoh yang telah ditetapkan oleh adat seperti niniak mamak, anak mudo, sumando, induak bako, bundo kanduang dan beberapa dari urang kampuang.

Tradisi makan bajamba kaya dengan aturan adat dalam setiap pelaksanaannya diantaranya yakni, etika dalam memulai dan mengakhiri acara makan bajamba. Pada pelaksanaan tradisi makan bajamba sangat banyak aturan-aturan di dalamnya, diantaranya seperti posisi duduk, etika makan, serta jumlah makanan yang akan dihidangkan.

Ada  beberapa ketentuan penting yang harus dilaksanakan oleh peserta makan bajamba. Salah satu peraturan utama adalah tidak boleh mengambil makanan yang terhidang di hadapan mereka jika orang yang lebih tua belum mengambilnya.

Selain itu, ketika makan seseorang harus mengambil nasi serta lauk pauk dengan jumlah secukupnya menggunakan tangan kanan. Sementara itu, tangan kiri berfungsi menambung makanan yang berceceran dari mulut.

Hal ini dilakukan agar tidak ada makanan yang jatuh ke dalam wadah dan tentunya juga untuk menghargai peserta lainnya. Selain cara makan, dalam tradisi makan bajamba juga ada peraturan mengenai posisi duduk.

Meski semuanya sama-sama duduk tegap dan melingkar di lantai, tetapi ada sedikit perbedaan di antara peserta laki-laki dan perempuan. Peserta laki-laki diharapkan duduk baselo atau bersila. Sedangkan para perempuan duduk dengan cara basimpuah atau bersimpuh.

Setelah kegiatan makan bajamba selesai, seluruh peserta akan mencuci tangan mereka secara bersama-sama, namun dengan imbauan untuk tetap mendahulukan yang lebih tua.

Tradisi makan bajamba merupakan tradisi makan baradaik (beradat) yang selalu dilaksanakan dalam berbagai acara adat pada masyarakat, terutama pada beberapa tahapan acara perkawinan. Terkait dengan permasalahan yang dialami saat ini, seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Minangkabau di desa maupun kota banyak melakukan perjamuan makanan untuk tamu pada acara baralek dengan menggunakan hidangan yang lebih modern dan dianggap lebih simpel yakni hidangan prasmanan.

Sumber: Penulis dapatkan informasi terkait melalui wawancara dengan penduduk sekitar.

Husnul Hayati
Writing is a place for growing up.

    TELADAN GUSDUR DALAM TOLERANSI BERAGAMA

    Previous article

    MILLENIAL CEGAH TERORISME

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *