Sumber foto: Pinterest

Yui

Sudah berapa kali kaki aku langkahkan ke sudut-sudut yang sekiranya tidak bisa ditapaki oleh mereka. Akan tetapi, nasib sial selalu mendatangiku. Lagi dan lagi aku dimainkan oleh jari jemari yang tidak tampak di indra mata. Lelah badan, lelah fisik, lelah semua, semua lelah. Bahkan, untuk berteriak aku tidak mampu. Ingin aku menyudahi segala hal, tetapi tidak semudah yang aku bayangkan.

Aku mulai menari di atas tawa yang menggelegar. Layaknya kerbau dicucuk hidung, aku mengalah dan menurut agar mereka puas. Bunuh diri aku takut karena mendahului Tuhan. Akan tetapi, melihat cobaan, tampaknya segala cobaan telah aku cobakan.

Mereka yang kuanggap rumah, ternyata tempat sampah berkedok istana. Di depan semua orang, mereka berkata bahwa aku patuh, di lain kata mereka menekanku seperti robot yang dipasang baterai. Rapuh aku sebenarnya, tetapi apalah daya, semua umpat mereka sebut durhaka. Begitu kejam dunia yang aku singgahi, namun Tuhan mencintaiku dengan penuh ketulusan.

“Apakah kau baik-baik saja, Sayang.”

“Iya, Ma, Pa. Aku baik-baik saja. Tidak perlu khawatir.”

Pertanyaan sampah mereka, dan jawaban pasrah, aku lontarkan agar telinga tuan dan puan itu berbunga. Terjatuh aku, mereka bantu. Akan tetapi, sumpah lain aku dapat. Nasib memang menjadi anak genting, putus tidak, lekat pun tidak.

Malam sunyi aku sampaikan segala hal mengenai kejamnya keluarga yang kadang aku benci dan kadang aku cintai. Aku iris pergelangan tangan mereka dalam imajinasi, aku koyak nadi-nadi, aku kunyah jantung-jantung mereka dengan beringas. Lalu, dengan tangan penuh darah, aku tertawa renyah.

Ingin aku menjahit mulut-mulut mereka dengan jarum-jarum goni agar tidak lagi berucap yang tidak-tidak. Ingin aku tarik telinga indah mereka agar tidak haus lagi mendengar pujian. Ingin aku potong kaki mereka dengan kapak-kapak besar agar tidak ada lagi langkah yang salah. Dan tentu, ingin aku gerogoti hati busuk mereka agar hati itu mati, diganti dengan hati yang baru. Itu hanya ingin karena aku tahu, itu hanya imaji dari sisi lainku saat berteman dengan kemurkaan.

Indonesia, 23 Agustus 2023

Yui
Penulis dan Pengarang

    Merdeka Bukan Sebatas Melawan

    Previous article

    CARA MUDAH MASUK SURGA

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Cerpen