Gagasan moderasi Islam cukup menarik perhatian berbagai kalangan di lingkungan masyarakat. Terlebih lagi baru-baru ini muncul sebuah ide yang dianggap brilian, yang diklaim akan menyatukan keberagaman dalam satu payung bernama toleransi, yakni “Terowongan Toleransi”. Melalui gagasan terowongan toleransi diharapkan mampu menyatukan perbedaan antara Islam dan Kristen.
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah dan Nadhatul Ulama (NU), mengkritik pembangunan terowongan tersebut. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyatakan, masyarakat membutuhkan silaturahmi dalam bentuk infrastruktur sosial, bukan dalam bentuk infrastruktur fisik berupa terowongan.

“Di mana pemerintah secara sungguh-sungguh membangun toleransi otentik, toleransi hakiki, dan bukan toleransi basa-basi. Itu yang dibutuhkan,” kata Abdul Mu’ti seperti dikutip dari salah satu media nasional.
Kalau melihat agama secara kelembagaan, pastilah kita akan melihat ragam perbedaan. Tapi, agama juga bisa dan mestinya dilihat dari sisi dalam, yaitu esensi dan subtansinya pada nilai-nilai universal,” ujarnya seperti dilansir dari laman Kementerian Agama (Kemenag), Senin (21/1).

Lukman mengatakan, silakan mengamalkan ajaran agama, namun jangan menyeragamkannya. Agama butuh wilayah yang damai. Kehidupan yang damai, butuh spritualitas nilai agama.

Lukman menambahkan, Kemenag sejak tiga tahun lalu gencar mengusung moderasi beragama. Agama dikatakan Menag pastilah moderat. Agama yang datang dari Tuhan adalah untuk kemanusian. “Cara kita mengamalkan ajaran agama, sebagian kita boleh jadi terjebak pada pengamalan yang berlebihan. Di sinilah peran moderasi beragama untuk mengajak kutub-kutub yang berlebihanan kembali ke tengah,” ujar Menag.

Saling menghormati dan menghargai dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hormati perbedaan dan kemajemukan yang ada di indonesia.
Perdamaian terjadi karena adanya kerukunan, persahabatan, persekutuan, ketentraman, atau rasa aman dan nyaman antara satu sama lain .

Moderasi beragama membawa seseorang berada di titik tengah untuk menyeimbangkan, bertindak adil, dan tidak berat sebelah didalam menimbang segala hal.
Ini harus dipahami lagi oleh setiap kalangan agar kehidupan di era globalisasi ini, yang sangat pesat akan hal”/ berita hoaks yang membuat suatu kalangan/kubu mudah untuk dipengaruhi, terlebih masalah yang dianggap sensitif untuk dibahas. Kita harus bisa menjadi penengah diantara itu, dengan cara tidak memihak, menjadi penengah diantara mereka dan tidak menyudutkan orang lain.
Dengan ini mudah-mudahan kesalah pahaman akan berita di era globalisasi ini semakin berkurang, yang membuat suatu kubu menjadi tersinggung.

Orang yang hebat bukanlah mereka yang cerdas dalam belajar tapi mereka yang hebat adalah mereka yang cerdas dalam mengambil tindakan.


ditulis oleh : Bismil Tirta Jalisman

Moderat itu keren

Previous article

Moderasi beragama di Indonesia

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini