Sejak awal abad ke-20, ketika Indonesia masih berupa sebuah cita-cita, maka Tiga Serangkai (Eduaard Douwes Dekker, dr. Tijpto Mangoenkoesoemo, dan Ki Hadjar Dewantara) telah menegakkan cita-cita Republik yang mendalam bahwa Indonesia adalah untuk mereka yang bersedia dan ingin tinggal di dalamnya tanpa diskriminasi. Hal demikian menunjukkan kepada kita bahwa siapa pun yang bersedia dan ingin tinggal di Indonesia harus mau menerima perbedaan dan keberagaman yang mengiringi pembentukan bangsa ini menjadi Indonesia.


Multikulturalisme adalah suatu keniscaan dan keharusan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Indonesia memiliki berbagai macam keberagaman, mulai dari ras, suku, bahasa, budaya, dan agama yang merupakan keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia dibandingkan dengan bangsa-bangsa lainnya. Namun, semakin berkembangmya ilmu pengetahuan dan teknologi semakin banyak saja pihak-pihak tertentu yang membuat kekacauan, dan berbagai macam bentuk tindak kekerasan atas nama agama, yang jika dibiarkan berkembang akan membuat kesatuan dan persatuan bangsa ini tercabik-cabik. Maka dari itu kita harus mampu memahami sejarah bagaimana bangsa ini bisa menjadi sebuah bangsa yang bernama Indonesia yang hari ini kita nikmati.


Indonesia tidak hanya dimiliki oleh satu agama mayoritas saja, melainkan Indonesia dimiliki oleh semua agama-agama besar yang diakui oleh nagara. Islam Indonesia ini harus mampu dikemas dalam bingkai keIndonesiaan dan kemanusiaan agar bangsa ini tetap utuh dan bertahan lama. Jangan sampai bangsa ini dihancurkan oleh anak-anaknya sendiri yang hanya mengedepankan keegoisan beragama dengan semagat yang menggebu namun minim akan ilmu dan pengetahuan.


Sebagai mayoritas seharusnya kita tak lagi hanya disibukkan dengan persoalan-persoalan tentang hubungan Islam dengan keIndonesiaan dan kemanusiaan. Karena ketiga hal ini harus berjalan dalam satu nafas sehingga Islam yang dikembangkan di Indonesia adalah Islam yang ramah, terbuka, inklusif, dan mampu memberi solusi terhadap masalah-masalah besar lainnya yang dialami bangsa ini.

Sebenarnya masih banyak masalah-masalah lainnya yang perlu kita selesaikan di bangsa ini, seperti ekonomi, serta kesejahteraan masyarakat, dari pada masalah agama yang sebenarnya hanya dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu yang akhirnya memperkeruh permasalahan bangsa hari ini.


Islam itu mengajarkan kedamaian kepada kita semua , sebutlah Islam yang dinamis dan bersahabat dengan lingkungan kultur, sub kultur, dan agama kita yang beragam, sebuah Islam yang memberikan keadilan, kenyamanan, keamanan, dan perlindungan kepada semua orang yang berdiam di Nusantara ini, tanpa diskriminasi, apapun agama yang diikutinya ataupun tidak diikutinya. Islam adalah agama rahmat bagi semua. Sehingga kita mampu saling membahu dan bergotong-royong untuk kesatuan dan persatuan bangsa ini, dalam bingkai keindonesiaan dan kemanusiaan, tanpa lagi mempertanyakan perbedaan-perbedaan yang ada.


Kekerasan atas nama apapun tidak dibenarkan dalam Islam, termasuk kekerasan atas nama agama. Islam itu adalah agama cinta, dan setiap agama itu mengajarkan cinta untuk sesama. Walau pada realitanya hari ini banyak sekali terjadinya kekerasan atas nama agama, ujaran kebencian baik secara online melalui media massa, ataupun melalui offline dalam lingkungan tempat tinggal kita. Inilah tugas berat kita untuk menekan narasi-narasi kebencian yang berseliweran di media massa dengan menebar banyak konten-konten dan narasi-narasi kedamaian untuk semua.

Kita butuh saling menerima perbedaan yang ada secara sadar, yang tidak hanya terlontar dalam lisan namun juga secara praktek nyata, sehingga cita-cita bangsa itu mampu kita wujudkan.
Akibat ulah segelintir orang-orang egoistik dalam memahami Islam secara Kaffah, yang penuh dengan retorika sehingga mengakibatkan munculnya wajah Islam yang garang, bringas, menakutkan, kuno, dan sebagainya. Inilah yang dialami oleh Islam Indonesia hari ini, sehingga para oknum-oknum yang segelintir ini menjadi kian marak dan berkembang di tengah permasalahan-permasalahan bangsa hari ini, karena dilakukan dengan begitu intens dan tersistematis, serta kurangnya daya kritis masyarakat dalam memahami agama masing-masing secara baik, ditambah lagi budaya masyarakat kita yang hanya menjadi konsumen dalam bermedia social sehingga menelan saja mentah-mentah informasi yang diperoleh tanpa melakukan pengecekkan ulang akan kebenarannya.
Berbagai tindakan kekerasan atas nama agama yang kembali mencuat kepermukaan akhir-akhir ini, adalah sebuah bentuk kegagalan dari suatu organisasi tertentu yang akhirnya mengambil jalan ekstrim dengan alas an Jihad yang sama sekali tidaklah dibenarkan dalam Islam bahkan ini adalah tindakan yang menyesatkan.

Perbuatan-perbuatan demikian hanyalah pertualangan politik yang diarsiteki oleh mereka yang pendek akal, tetapi “merasa benar di jalan yang sesat”.
Harus kita ingat kembali, bahwa Islam lahir dan berkembang sepenuhnya dalam darah dan daging sejarah, bukan dalam kevakuman budaya dan tidak pula dalam ruang sunyi yang jauh dari keramaian suasana kota. Setelah Nabi menerima wahyu pertama beliau tak hanya tinggal diam disana, melainkan beliau langsung terjun ke masyarakat yang sudah sejak lama didera oleh ketidakadilan, dan diskriminasi. Sebagai agama sejarah maka Islam telah, sedang, dan akan terus berinteraksi dan bergumul dengan lingkungan yang berubah sebagai buah dari perubahan social yang tidak mengenal henti, dengan tujuan untuk mengarahkan perubahan itu agar tidak tergelincir dari jalan lurus kenabian, dan dari jalan keadilan.


Maka dari itu, sudah sepatutnya kita saling membuka diri dan saling memahami satu dengan yang lain atas nama bangsa dan kemanusiaan. Bukankah kita adalah saudara sesama manusia, kalaupun kita bukan saudara seiman. Karena Indonesia adalah milik kita semua, yang harus kita rawat kesatuannya sampai nanti.

Nuraini Zainal

Wishnutama: Indonesia Ketinggalan Jauh Dari Negara Tujuan Wisata Lain

Previous article

Mendorong Media Pemberitaan Mengkampanyekan Toleransi

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini