Minangkabau merupakan salah satu dari etnis atau kebudayaan yang ada di Indonesia yang memiliki banyak keunikan, salah satunya yaitu sistem kepemimpinannya. Dimana sistem kepemimpinan di Minangkabau terdiri atas ninik mamak, alim ulama, dan cerdik pandai. Ketiga unsur ini disebut dengan Tungku Tigo Sajarangan.

Tungku Tigo Sajarangan merupakan kepemimpinan yang saling berkaitan serta memiliki peran penting dalam roda kepemimpinan beradat, beragama, dan berpengetahuan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam buku Pedoman Pengamalan Adat Basandi Syarak, Syarak Bersandi Kitabullah Syarak Mangato Adat Mamakai, Alam Takambang Jadi Guru bahwa Tungku tigo sajarangan adalah kepemimpinan kolektif masyarakat Minangkabau, yang terdiri dari ninik mamak, alim ulama, dan cadiak pandai.

Filosofi tugas dari Tigo Tungku Sajarangan dalam kepemimpinan di Minangkabau ialah memecahkan setiap persoalan yang ada, harus dibicarakan secara bersama dengan sistem musyawarah mufakat. Dalam sistem ini tidak terdapat pihak yang dimenangkan, dan tidak ada pihak yang dirugikan, karena mencari solusi terbaik untuk kemaslahatan bersama.

Pangulu (Ninik Mamak)

Penghulu merupakan seorang pemimpin yang mengepalai rakyat. Sebuah pepatah minang mengatakan Elok nagari dek pangulu, elok kampuang dek nan tuo. Dari pepatah tersebut sudah membuktikan peranan besar seorang pangulu. Sesuai pola yang telah digariskan adat secara berkesinambungan, dengan arti kata “patah tumbuah hilang baganti”dalam kaum masing-masing, dalam suku dan nagari, karena tinggi tampak jauh, gadang tampak dakek (jolong basuo) dan Padangnyo leba, alamnyo laweh. Tinggi dek dianjuang, gadang dek diambak.

Untuk menjadi seorang penghulu biasanya dipilih melalui prosesi adat yang cukup panjang. Karena dalam memilih seorang pangulu atau niniak mamak tidak bisa sembarangan. Seseorang tidak akan berfungsi menjadi niniak mamak jika dalam keluarga sendiri tidak mempunyai gelar kebesaran kaum yang di milikinya.

Seorang penghulu harus memiliki sifat Siddiq (benar) dan Tabligh (menyampaikan) yang dimaksud adalah seorang niniak mamak harus bisa menyampaikan sesuatu yang benar kepada anak kemenakannya. Serta niniak mamak juga harus memiliki sifat Amanah (kepercayaan) dan juga Fathonah (berilmu) yang bermaksud agar seorang niniak mamak bisa dipercayai secara lahir dan batin karena jujur dan benar dan berilmu untuk memecahkan masalah yang terjadi di masyarakat.

Alim ulama

Masyarakat Minangkabau yang relegius serta memiliki filosofi adat yang tinggi maka peranan seorang Alim Ulama pun tidak kalah penting dalam membangun nagari. Alim Ulama merupakan seorang warga masyarakat yang mengetahui segala hal tentang ilmu agama. Seorang alim ulama lebih membimbing rohani masyarakat untuk menempuh jalan yang benar di dunia serta akhirat. Alim Ulama di ibaratkan sebagai suluah bendang di nagari artinya seorang Alim Ulama merupakan suluh yang terang benderang yang menerangi nagari.

Alim Ulama lah yang mengaji hukum-hukum agama, yang akan menjadi pegangan di dalam syarak mangato adaik mamakaikan, tentang sah dan batal, halal dengan haram dan mengerti tentang nahu dan sharaf. Secara umumnya, alim ulama akan membimbing rohani untuk menempuh jalan yang benar dalam kehidupan di dunia menuju jalan ke akhirat karena adat Minang itu adat Islami, adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah.

Cadiak Pandai

Untuk membangun sebuah nagari pasti di perlukan ilmu pengetahuan dan cadiak pandai adalah solusi dari setiap permasalahan yang ada di masyarakat yang bersangkutan dengan pengetahuan. Tahu dek rantiang nan ka mancucuak, tahu di dahan nan ka maimpok. Seorang cadiak pandai harus bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi dan dapat memecahkan masalah dengan baik dan benar sesuai dengan ilmu yang dimilikinya.

Kepemimpinan cerdik pandai yang tumbuh dari kelompok masyarakat yang mempunyai ilmu pengetahuan dan cerdik memecahkan masalah yang ada dalam masyarakat. Ia pandai mencarikan jalan keluarnya, sehingga ia dianggap pemimpin yang mendampingi ninik mamak dan alim ulama.Kepemimpinan dan kharisma alim ulama dan cerdik pandai tidak terbatas pada lingkungan masyarakat tertentu saja, dan malahan peranannya jauh di luar masyarakat nagarinya.

Ketiga sistem kepemimpinan tadi dalam masyarakat Minangkabau disebut “tungku nan tigo sajarangan, tali nan tigo sapilin”. Mereka saling melengkapi dan menguatkan.Tungku tigo sajarangan, tali tigo sapilin juga merupakan filosofi dalam kepemimpinan masyarakat Minangkabau.

Sebagai sebuah landasan hukum suatu nagari kepemimpinan tungku tigo sajarangan punya andil besar dalam membentuk suatu nagari. Diibaratkan sebuah bejana di atas tungku, jika ingin bejana yang kokoh dan tetap seimbang.dibutuhkan tonggak tungku yang kokoh pula. Sama halnya dengan sebuah nagari jika ingin membangun sebuah nagari yang kokoh perlu landasan yang kokoh pula.

Maka dari itu sebagai warga masyarakat kita perlu bekerjasama untuk mencetak atau membentuk kepemimpinan tungku tigo sajarangan sedini mungkin. Agar nagari kita kelak bisa menjadi nagari yang kokoh dan pastinya tetap memegang erat pada filosofi para pendahulu kita.

Husnul Hayati
Writing is a place for growing up.

    Mencegah Provokasi Pada Masa Pandemi

    Previous article

    INDONESIA BUTUH GURU PROFESSIONAL BUKAN ABAL-ABAL

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *