Walaupun pada sejarah Minangkabau sudah banyak mengalami keseringan perang, dari perang melawan bangsa lain, perang melawan saudara sendiri kemudian setelah itu ada yang kalah hingga akhirnya ada juga di akhiri dengan perdamaian kesemua ini membuat bangsa Minangkabau dewasa pada pemikiran, sikap, dan tindakan

Kita sebut saja invasi pasukan kerajaan majapahit ke Minangkabau pada tahun1409 yang berakhir tidak fatal karena memang sewaktu perang itu lebih meminimalisir kerugian dari pada mengedepankan rasa kemanusiaan hingga berakhir pada adu kerbau antara kedua belah pihak sebagai standar perang antara kedua kubu

Kemudian pada perang paderi selama 23 tahun dari 1803-1838 yang di lakukan oleh kaum paderi bertujuan untuk menumpas kemaksiatan dan kelaliman yang di lakukan oleh kaum adat dan pada akhirnya perang paderi selesai di tangan kolonial belanda dengan sangat bermuatan politik dan kepentingan

Pada masa-masa mempertahankan kemerdekaan orang-orang Minangkabau pada wilayah distrik sumatera tengah memperjuangkan ketidak adilan  yang di lakukan oleh pemerintah di bawah kepemimpinan presiden Soekarno kemudian peristiwa ini di namakan dengan pemerintahan revolusioner republik indonesia (PRRI) yang terjadi pada tahun 1958 hingga akhir dari peristiwa tersebut orang-orang Minangkabau dengan PRRI nya telah memperjuangkan kemanusiaan dan HAM nya sebagai warga negara indonesia

Pada rentang waktu yang lama di Minangkabau sudah terjadi pembelaan untuk tanah air dan untuk kemanusiaan demi kebaikan seluruh aspek kehidupan rakyat Minangkabau dalam bentuk perang terhadap seluruh yang mengganggu tatanan dan kehidupan dan  perdamaian di minangkabau.

Kegaduhan yang terjadi pada rakyat indonesia seperti ketakutan, teror, pembunuhan massal, intoleransi, kejahatan kemanusiaan sudah lama terjadi bukan pada sekarang saja. Tetapi sejak sebelum merdeka sampai setelah merdeka akan selalu terjadi dengan motif yang berbeda seperti sekarang dengan motif isu PKI, terorisme dan radikalisme. Kemudian orang-orang Minangkabau akan slalu dinamis untuk menjaga ranah minang

Dengan local wisdom yang di miliki oleh Minangkabau yang sudah teruji menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada pada rakyat Minangkabau yang berbentuk fisik seperti : rumah gadang, randai, tari piring, ikan larangan, rangkiang, sistim pemerintahan dengan nagari & jorong dsb kemudian yang berbentuk non fisik seperti falsafah hidup adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, petatah petitih menjadi bagian jati diri pada diri orang Minangkabau.

Keraf (2002) berkata bahwa kearifan lokal ialah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat kebiasaan, atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.

Kearifan lokal sebagai warisan masa lalu merupakan tradisi yang dilaksanakan oleh individu maupun kelompok dalam suatu wilayah kecil dan atau luas. Tradisi tersebut memiliki muatan nilai penghormatan pada sesama makhluk, alam semesta dan yang Maha Kuasa yang ditujukan untuk mencapai kesejahteraan manusia. Kearifan lokal juga mengacu pada kekayaan budaya yang tumbuh dikenal, dipercayai, atau diakui, sebagai elemen penting yang mampu mempertebal ikatan antar warga masyarakat. Kearifan lokal mencirikan suatu partisipasi masyarakat lintas kelas, lintas golongan, lintas gender dan lintas religi. Ada beberapa penggalan petatah petitih minangkabau yang menjadi sumber perdamaian dan menjadi jati diri orang-orang minangkbau diantaranya :

1.Tradisi kebersamaan

Di dalam kehidupan masyarakat Minangkabau juga dikenal idiom ‘sadanciang bak basi, saciok bak ayam’, ‘ka lurah samo manurun, ka bukik samo mandaki’ yang mencerminkan kebiasaan saling membantu.

2. Tenggang raso

Perasaan manusia halus dan sangat peka. Tersinggung sedikit dia akan terluka, perih dan pedih.

Pergaulan yang baik, adalah pergaulan yang dapat menjaga perasaan orang lain. Kalau sampai perasaan terluka, bisa membawa bencana.

Karena itu adat Minangkabau mengajarkan supaya kita selalu berhati-hati dalam pergaulan, baik dalam ucapan, tingkah laku maupun perbuatan jangan sampai menyinggung perasaan orang lain. Tenggang rasa salah satu sifat yang dianjurkan adat.

Pepatah memperingatkan sebagai berikut :

Bajalan paliharo kaki , bakato paliharo lidah

Kaki tataruang inai padahannyo , lidah tataruang ameh padahannyo

Bajalan salangkah madok suruik, kato sapatah dipikiakan

Nan elok dek awak katuju dek urang

Lamak dek awak lamak dek urang

Sakik dek awak sakik dek urang

3. Setia/kompak

Yang dimaksud dengan setia adalah teguh hati, merasa senasib dan menyatu dalam lingkungan kekerabatan. Sifat ini menjadi sumber dari lahirnya sifat setia kawan, cinta kampung halaman, cinta tanah air, dan cinta bangsa. Dari sini pula berawal sikap saling membantu, saling membela dan saling berkorban untuk sesama.

Pepatah menyebutkan sebagai berikut:

Malompek samo patah , manyarunduak samo bungkuak

Tatungkuik samo makan tanah, tatalantang samo minun aia

Tarandam samo basah , rasok aia pulang ka aia, rasok minyak pulang ka minyak

# Bila terjadi suatu konflik, dan orang Minang terpaksa harus memilih, maka orang Minangkabau akan memihak pada dunsanaknya. Dalam kondisi semacam ini, orang Minangkabau sama fanatiknya dengan orang Inggris. “Right or wrong is my country”

Kendatipun orang Minangkabau “barajo ka nan bana”, dalam situasi harus memihak seperti ini, orang Minangkabau akan melepaskan prinsip.

Pepatah adat mengajarkan sebagai berikut:

Adat badunsanak, dunsanak patahankan

Adat bakampuang, kampuang patahankan

Adat banagari, nagari patahankan

Adat babangso, bangso patahankan

Dengan sifat setia dan loyal semacam ini, orang-orang Minangkabau sebenarnya lebih dapat diandalkan menghadapi era globalisasi, karena kadar nasionalismenya tidak perlu diragukan.

4. Berani karena benar

Islam mengajarkan kita untuk mengamalkan “amal makruf, nahi mungkar” yang artinya menganjurkan orang supaya berbuat baik, dan mencegah orang berbuat kemungkaran.

Menyuruh orang berbuat baik adalah mudah. Tapi melarang orang berbuat mungkar, mengandung resiko sangat tinggi. Bisa-bisa nyawa menjadi taruhan. Untuk bertindak menghadang kemungkaran seperti ini, memerlukan keberanian.

Adat Minangkabau dengan tegas menyatakan bahwa orang Minangkabau harus punya keberanian untuk menegakkan kebenaran. Berani karena benar. Pepatahnya adalah sebagai berikut:

Kok dianjak urang pasupadan, kok dialiah urang kato pusako

Kok dirubah urang Kato daulu, jan cameh nyawo malayang

Jan takuik darah taserak, asalkan lai dalam kabanaran, basilang tombak dalam parang

Sabalun aja bapantang mati baribu sabab mandating, namun mati hanyo sakali

Aso hilang duo tabilang , bapantang suruik di jalan, asa lai angok-angok

Asa lai jiwo-jiwo si patuang, namun nan bana disabuik juo

Sekali kato rang lalu, anggap angin lalu sajo, duo kali kato rang lalu anggap garah samo gadang. Tigo kali kato rang lalu, jan takuik darah taserak

5. Arif,  bijaksana, tanggap dan sabar

Orang yang arif bijaksana, adalah orang yang dapat memahami pandangan orang lain. Dapat mengerti apa yang tersurat dan yang tersirat.

Tanggap artinya mampu menangkis setiap bahaya yang bakal datang. Sabar artinya mampu menerima segala cobaan dengan dada yang lapang dan mampu mencarikan jalan keluar dengan pikiran yang jernih.

Ketiga sifat ini termasuk yang dinilai tinggi dalam adat Minangkabau, seperti kata pepatah berikut :

Tahu di kilek baliuang nan ka kaki, kilek camin nan ka muko

Tahu jo gabak di ulu tando ka ujan, cewang di langik tando ka paneh

Ingek di rantiang ka mancucuak, tahu di dahan ka maimpok

Tahu di unak ka manyangkuik, pandai maminteh sabalun anyuik

Begitulah adat Minang menggambarkan orang-orang yang arif bijaksana dan tanggap terhadap masalah yang akan dihadapi. Orang-orang yang sabar diibaratkan oleh pepatah sebagai berikut:

Gunuang biaso timbunan ka bukik, lurah biaso timbunan aia

Lakuak biaso timbunan sarok, lauik biaso timbunan ombak

Nan hitam tahan tapo, nan putiah tahan sasah

Disasah bahabih aia, dikikih bahabih basi

6. Rendah hati

Mungkin lebih dari separoh orang Minangkabau hidup di rantau. Hidup di rantau artinya hidup sebagai minoritas dalam lingkungan mayoritas suku bangsa lain.

Mereka yang merantau ke Jakarta, mungkin kurang merasakan sebagai kelompok minoritas.Tapi mereka yang merantau ke Bandung, Semarang, Surabayax Malaysia, Australia, Eropa atau Amerika, mereka hidup di tengah-tengah orang lain yang berbudaya lain. Bagaimana perantau Minangkabau harus bersikap ?

Adat Minang memberi pedoman sebagai berikut:

Kok manyauak di hilie-hilie, kok mangecek di bawah-bawah

Tibo di kandang kambiang mangembek, tibo kubangan kabau manguak

Di mano langik dijunjuang , di sinan bumi dipijak, di situ rantiang dipatah

Bukan berarti kita harus merasa rendah diri, tetapi justru berarti kita orang yang tahu diri sebagai pendatang.

Bila dalam beberapa saat kita bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan, malah bisa jadi orang teladan dan tokoh masyarakat dilingkungan baru. Pada saat itu dia tidak perlu lagi “manyauak di hilie-hilie” malah mungkin menjadi “disauakkan dihulu-hulu”, didahulukan selangkah, ditinggikan seranting, diangkat menjadi pemimpin bagaikan penghulu di lingkungannya. Ini berarti sebagai perantau yang hidup dalam lingkungan budaya lain, maka kita sebagai kelompok yang minoritas harus tahu diri dan pandai menempatkan diri.

Oleh : Harfani

Setera dan Bersama Dalam Tradisi Bajamba

Previous article

Diplomasi Budaya Lokal Minang (Randai) Dalam Upaya Membangun Perdamaian Dunia

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *