Pada perayaan hari-hari besar di Minangkabau, biasanya selalu menghadirkan bendera marawa sebagai simbolnya bahwa suatu kegiatan adat sedang berlangsung. Bendera ini merupakan bendera yang sudah ada sejak Kerajaan Pagaruyung yang pernah berdiri pada tahun 1347 sampai 1825. Dan ada makna dibalik setiap warna-warna tersebut dengan arti tagak samo tinggi duduak samo randah.

Sekilas setiap warna pada marawa mirip dengan bendera Jerman, yaitu warna hitam, merah dan kuning namun tentunya memiliki makna dan symbol yang berbeda pada setiap warnanya. Pemakaian marawa dahulunya menjadi penanda alek (pesta) suatu daerah di Minangkabau. Makna yang tersimpan dalam helai kain itu dapat dipahami seagai acuan daerah. ‘Marawa’ atau lambang bisa juga disebut dengan simbol yang mencerminakan tiga adat yang ada di ranah Minang.

Marawa ini terdiri dari dua macam perpaduan warna: Pertama, perpaduan empat warna yaitu; hitam, kuning, merah dan putih, disebut Marawa Kebesaran Adat Minangkabau. Kedua, tiga warna yaitu; hitam, kuning dan merah, disebut Marawa Kebesaran Alam Minangkabau.

Setiap warna-warna Marawa tersebut mempunyai arti dan makna tersendiri tidak terkecuali pada tiangnya, yaitu:

Marawa Basa Adaik Minangkabau

Tiang: Melambangkan mambasuik dari bumi.

Artinya suara yang harus didengarkan adalah suara yang datang dari bawah atau suara itu adalah suara rakyat kecil, baru kemudian dirembukkan dalam sidang musyawarah untuk mendapatkan sebuah kata mufakat barulah pimpinan tertinggi baik raja maupun penghulu yang menetapkan keputusan tersebut

Warna Hitam : Melambangkan tahan tapo sarato punyo aka jo budi.

Artinya kuat dalam menghadapi sesuatu, berlapang dada sesuai akal dan budi. Sesuai dengan pepatah Minangkabau yaitu nan kuriak iyolah kundi, nan sirah iyolah sago, nan baiak iyolah budi nan indah iyolah baso.

Warna Kuning : Melambangkan keagungan, punya undang-undang dan hukum.

Artinya bahwa Kehidupan ini memiliki aturan hukum dan tujuan dari ditegakkannya hukum agar manusia melangsungkan Kehidupan tidak sesuai keinginan saja dalam melakukan suatu hal maupun hidup bersosial. Dengan adanya aturan hukum yang mengatur diharapkan manusia dapat hidup dengan aman, damai, jauh dari hal-hal yang membahayakan. Mereka yang melanggar hukum juga tentunya akan dibuat jera dan berharap tidak mengulangi kesalahan lagi. Hukum yang ada di Minangkabau berupa Undang-undang Nagari, Undang-undang Isi Nagari, Undang-undang Luhak dan Rantau dan Undang-undang Duo Puluah.

Warna Merah : Melambangkan keberanian, punyo raso jo pareso.

Artinya keberanian yang berada di Minangkabau, keberanian sesuai dengan ajaran dan falsafah alam Minangkabau sesuai dengan falsafah yaitu, adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Serta memiliki rasa kepekaan, saling menghargai sesuai dengan falsafah yang ada yaitu, tau jo kie kato sampai, alum takilek alah takalam, tau eriang jo gendiang, malompek ikan di dalam aia tau jantan batinonyo.

Warna Putih : Melambangkan kesucian, punya alua dan patuik.

Artinya kesucian lahir dan batin sesuai dengan ajaran dan syariat, kesucian yang sesuai dengan ajaran dan telah tertulis di kitabullah dan semisalnya ada musuh atau lawan yang datang tidak dihindari tetapi diselesaikan dengan aturan yang ada. Sesuai dengan falsafah yang terkandung yakni, manuruk aluah jo patuik, tibo di mato indak di piciangkan, tibo di dado indak di busuangkan, mambagi samo lawe, mamilah samo gadang.

Marawa Basa Alam Minangkabau

Tiang: Melambangkan mambasuik dari bumi.

Artinya suara yang harus didengarkan adalah suara yang datang dari bawah atau suara itu adalah suara rakyat kecil, baru kemudian dirembukkan dalam sidang musyawarah untuk mendapatkan sebuah kata mufakat barulah pimpinan tertinggi baik raja maupun penghulu yang menetapkan keputusan tersebut

Warna Hitam:  Melambangkan kesabaran dan kesatuan dalam berusaha.

Luhak Nan Bungsu yaitu daerah 50 koto atau kota, diantaranya ada di Payakumbuh, Pangkalan, Bakinan, Rantau Barani, Kuntu Jo Lipek, Tanjuang Baringin dst.

Luhak yang ada pada warna hitam ini atau disebut juga dengan Cadiak Pandai menurut cerita ialah seseorang yang mempunyai ilmu pengetahuan yang tinggi. Walaupun terbilang luhak terakhir pada adatnya, akan tetapi mereka bisa menyelesaikan masalah dengan baik dalam menjalankan roda pemerintahan.

Penjelasan lainnya, ketika kita sedang berada di daerah 50 koto, maka susunan warna bendera luar ialah, Hitam-Merah-Kuning.

Warna Merah : Melambangkan keberanian dan keagungan

Warna ini merupakan simbol dari Kabupaten Agam, adapun Wilayah-wilayah nya adalah Nagari Padang, Pariaman, Bukit Tinggi.

Warna ini mencerminkan keberanian dan juga mempunyai arti sebuah keagungan sehingga disebut dengan Alim Ulama atau ahli dalam menjalankan keagamaan untuk menyiarkan syariat Islam pada Nagarinya. Masyarakat nya pun mempunyai hukum yang tertera di wilayahnya sesuai dengan ajaran agama.

Begitu pula dengan warna ini, jika sedang berada di wilayahnya, maka susunannya ialah Merah-Hitam-Kuning

Warna Kuning: Melambangkan Keagungan, punya undang-undang dan hukum.

Warna kuning berasal dari Kabupaten Tanah Datar dengan cangkupan Nagari Solo, Batu Sangkar, Muaro Sijunjuang, Damasraya.

Luhak ini menandakan Nan Tuo sebagai pemimpin suku atau penghulu adat dimana dalam bahasa minang, penghulu adat derajatnya setara dengan Raja.

Itulah penjabaran warna-warna dari bendera yang ada pada adat Minangkabau. Marawa biasanya ditemui ketika perayaan atau harihari besar, seperti acara nasional, keagamaan, alek nagari, pesta perkawinan dan lainnya.

Husnul Hayati
Writing is a place for growing up.

    Pesona Wisata Sumatera Barat Seperti di Luar Negeri

    Previous article

    PENGALAMAN KU MENGENAL TOLERANSI SEJAK KECIL

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *