Dalam catatan Nagara Institute pada Pilkada 2020 setidaknya ada 124 calon kepala daerah yang terindikasi dinasti politik.
Ada puluhan istri petahana yang ikut Pilkada tahun 2020, dan 57 berhasil memenangkan Pilkada tahun 2020.
Pertanyaan yang muncul adalah “Kemana mereka yang pada beberapa hari ini dengan brutal menyerang Presiden Jokowi dan keluarganya, dengan serangan brutal; Dinasti politik, nepotisme, Presiden Jokowi haus kekuasaan sehingga merestui Gibran menjadi Cawapresnya Prabowo Subianto, oligarki dan lain sebagainya, Kemana mereka youtuber yang terkenal itu pada Pilkada 2020 yang banyak calon yang disebut dinasti politik, mengapa mereka tidak lantang mengecam menghujat pada Pilkada 2020 bahkan justru tidak ada suaranya. Kemana mereka yang menulis dimedsos baik itu FB, IG, dan lain sebagainya dengan tulisan liar dan biadab tanpa sedikitpun bukti?”

Tanpa ada bukti sedikitpun yang dituduhkan kepada Presiden Jokowi dan keluarganya. Presiden Jokowi diserang dengan brutal bahwa telah merekayasa keputusan MK karena ada iparnya demi memuluskan langkah Gibran untuk menjadi Cawapresnya Prabowo Subianto, tulisan-tulisan atau opini-opini liar dan biadab ini tanpa ada bukti sedikitpun, hakim MK itu jumlahnya sembilan orang dan Presiden Jokowi tidak mungkin intervensi hukum. Semua yang dituduhkan dengan brutal kepada Presiden Jokowi dan keluarganya tanpa ada bukti sedikitpun, semuanya hanya prasangka jahat belaka dan ini dilakukan oleh sebagian pendukung Presiden Jokowi itu sendiri, sehingga lawan politik tertawa dan bertepuk tangan.

Mayoritas Partai politik dinegara kita adalah partai dinasti, partai keluarga, partai milik pribadi. Kenapa tidak dikecam, dihujat dan dilarang saja. Kenapa? Sedikitpun tidak ada yang berani bersuara.

Apakah Presiden Jokowi melanggar konstitusi? Presiden Jokowi tidak pernah melanggar konstitusi. Masalah dinasti politik itu dibolehkan didalam konstitusi negara kita dan sampai detik ini tidak ada undang-undang yang melarang dinasti politik itu. Semuanya tergantung masyarakat.
Jika saja Agus Harimurti Yudoyono yang jadi Cawapresnya Prabowo Subianto akankah ada keributan tentang dinasti politik? dan penulis yakin tidak akan diributkan dan itu sudah terbukti sejak pemilu 2019 hingga sekarang dimana Agus Harimurti Yudoyono digadang-gadang jadi cawapres Prabowo Subianto di tahun 2019 bahkan di tahun ini sudah bertebaran spanduk sebagai cawapres Anis Baswedan namun sayangnya dua kali juga agal jadi bakal cawapres.

Masalah Gibran menjadi Cawapresnya Prabowo itu keputusan dirinya sendiri, karena Gibran sudah dewasa punya hak menentukan hidupnya sendiri, Presiden Jokowi tidak pernah mengusulkan Gibran menjadi Cawapresnya Prabowo dan seharusnya para pimpinan partai introspeksi diri karena banyak yang bilang angkuh dan ini fakta.

Jika kita sudah memberi saran/menasehati anak kita, tetapi anak kita tetap dengan pendirian dan pilihannya, dengan tidak setuju dengan pilihan anak apakah lalu kita memusuhi anak kita dan mengumumkan kepublik apa yang terjadi dan bilang putus hubungan dengan anak kita?
Apalagi anak kita sudah berkeluarga, demikian juga dengan Gibran.

Kita tidak tahu niat Gibran, apakah niatnya baik atau buruk, yang pasti tahu hanya Tuhan, Gibran, istrinya dan kedua orang tuanya.
Kita berada jauh, yang tahu permasalahan lingkaran istana dan partai hanya Presiden Jokowi yang tahu tetapi Presiden Jokowi memilih diam.
Kita tidak pernah tahu pikiran dan isi hati Presiden Jokowi dan yang tahu pasti hanya Tuhan, Presiden Jokowi dan istrinya.
Tetapi sebagian merasa tahu pasti lalu bertindak menjadi Tuhan dan menerang Presiden Jokowi dengan brutal, dihujat, dicaci maki, dinasti politik, haus kekuasaan, merekayasa keputusan MK, dan lain sebagainya. Sangat brutal tanpa bukti dan fakta sedikitpun.

Saran penulis stop dan jangan terpengaruh dengan ujaran kebencian, siapapun nanti presiden dan wakil presidennya, sebagian besar dari kita tetap pada posisi yang sama

Suyadi

15 ESSENTIAL ENGLISH SYNONYM PART 12

Previous article

Sejarah Semangka Sebagai Simbol Keprihatinan terhadap Perang Di Palestina

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini