Pengamat kebijakan publik Dr. Trubus Rahadiansyah turut memberikan cerita pengalamannya saat hidup di lingkungan yang beanekaragam baik itu suku ras dan agama. Pengalaman itu disampaikan dalam sebuah sesi podcast bersama tim Pusat Media Damai (PMD) yang videonya diunggah melalui kanal youtube DamailahRi pada Sabtu (20/2/21).

Bermula saat dirinya tengah menempuh pendidikan di Universitas Gajah Mada (UGM) , Trubus bertempat tinggal di sebuah rumah Indekos yang isinya merupakan mahasiswa mayoritas muslim. Meski kala itu mengimani sebuah aliran kepercayaan Jawa yaitu Sapto Darmo, akademisi ini mengaku tidak pernah mendapatkan perlakuan diskriminasi oleh teman seatap tempat tinggal nya.

“Saya mengenal teman-teman kos saya banyak yang muslim, kebetulan teman satu kos juga muslim. Saya merasakan teman saya pada baik-baik, makan bareng-bareng. Pas bulan puasa itu juga ikutan sahur rame-rame, saya tidak pernah diperlakukan aneh-aneh meski ikut sahur dan pagi atau siang nya makan lagi” Ucap Trubus.

Didalam hidup berkeluarga, pria asal Purwerjo ini bercerita jika didalam keluarganya banyak memiliki keyakinan yang berbeda akan tetapi tidak pernah ribut satu sama lain.

“Didalam keluarga saya ada yang Kristen, Katolik , Muslim dan masih memegang aliran kepercayaan. Tapi tidak pernah ribut-ribut soal agama yang di yakini. Karena kita memandang bahwa segala sesuatu itu sudah ada qodratnya karena hidup itu soal pilihan”

Trubus merasa heran ketika ia sampai di kehidupan kota, banyak orang yang mengedepankan identitas keagamaan tertentu.

“Ya saya heran ya ketikasampai di kota untuk pendidikan S 2 , saya melihat banyak orang yang mengedepankan identitas agama tertentu. Padahal sejatinya kan agama mengajarkan kebaikan, ketika kita menjadi umat beragama kenapa kita mengedepankan rasa benci?”.

Tidak hanya itu, ia juga menemukan orang yang pindah agama tapi sering kali menjelekkan keyakinan yang dulu di imani.

“Ya sayaa juga melihat fenomena orang baru jadi muallaf atau pindah keyakinan lain sering kali menjelekkan agama yang diyakini dulunya, menurut saya itu hanya faktor ekstitensi diri atau pingin diakui dan ego merasa belum mantap dengan yang diyakini sekarang, untuk memantapkannya maka ia menjelekkan agama dulunya. Menurut saya orang seperti itu cuman alibi saja karena ia belum menemukan jati diri dari agama yang dia percayai sekarang”.

Meski begitu, Trubus menganggap bahwa itu merupakan suatu perbedaan pendapat, ia berharap bahwasannya umat beragama harus sadar bahwa mereka hidup di Indonesia yang mana merupakan negara yang memegang teguh kebhinekaan. Ia juga berpesan kepada tenaga pendidik agar generasi muda harus dididik untuk memahami perbedaan.

“Generasi Milineal harus dididik untuk memahami perbedaan-perbedaan, memahami toleransi agar nantinya memahami bahwa bangsa kita ini adalah Bhineka Tunggal Ika. Masyarakat harus bisa membedakan mana kebijakan untuk kepentingan bersama (Negara) dan mana kepentingan individu” .

Saat ini, Akademisi dan pengamat kebijakan publik itu telah memutuskan diri untuk menjadi muallaf, penasaran dengan cerita lengkapnya?. Untuk teman-teman yang ingin mendengar secara lengkap bagaimana cerita pak Trubus dalam hidup beranekaragam serta tanggapan beliau terhadap isu-isu keberagaman saat ini, bisa tonton selengkapnya dengan klik link : https://www.youtube.com/watch?v=FKdWxdse3rA.

Ar Rafi Saputra Irwan
Mahasiswa Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang. Anggota Duta Damai Dunia Maya Sumatera Barat

Kritik, Modal Membangun Pemerintahan Yang Sehat

Previous article

Belajar dari Negara Tetangga

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Berita