Sumber Foto : Wallpaper Access

Perdamaian adalah impian seluruh umat manusia, bahkan dalam kondisi perang sekalipun. Dalam bacaan sejarah, cukup banyak dijelaskan kerugian akibat tragedi ini. Dari perang konvensional hingga dengan peralatan modern sekalipun, perang adalah bencana terhadap kemanusiaan.

Sebagai relawan perdamaian, perdamaian harus selalu kita upayakan. Upaya itu bisa dengan apa saja, yang paling mudah kita lakukan saat ini adalah melalui kampanye di media sosial.

Selain itu, memperbanyak informasi dan menambah wawasan mutlak kita lakukan, agar kekejaman perang tidak terulang kembali. Salah satu caranya adalah dengan menonton film yang berkaitan dengan perang.

Berikut beberapa film yang layak kita tonton sebagai pecinta perdamaian :

1. Munich : The Edge of The War (Inggris)

Sumber Gambar : IMDb

Bercerita tentang kisah dua orang sahabat lama lulusan Oxford, UK. Setelah tamat, keduanya saling berpisah dan dipertemukan kembali oleh satu “misi” untuk menghindari perang. Tahun-tahun itu, Jerman melalui Hitler memulai PD dengan merebut wilayah Cekoslowakia.

Dua sahabat tersebut ialah Hugh Legat (Diplomat/Sekretaris PM UK, Neville Chamberline) dan Paul van Hartmann (Pegawai Kemenlu Jerman), dengan caranya masing-masing berusaha untuk mencegah perang yang lebih besar dengan mencoba menggagalkan pertemuan antara Hitler (Jerman) dan Mussolini (Italia) di satu pihak dengan Neville Chamberlain (UK) dan Eduard Daladier (Perancis) di lain pihak.

Hugh Legat, sebagai diplomat memberikan pandangan kepada PM UK untuk melakukan negosiasi dengan Jerman dan menghindari perang terbuka, sementara Paun van Hartmann (seorang jerman Anti-Nazi) berencana menjatuhkan rezim Hitler dengan mencari cara untuk membunuhnya.

Paul van Hartmann juga menilai bahwa pertemuan UK dan Jerman tidak akan menghentikan perang, melainkan memudahkan Hitler untuk merebut daerah lainnya di daratan Eropa.

Dalam situasi yang sangat genting, Hugh Legat dan Paul Van Hartmann melakukan pertemuan rahasia. Paul meminta untuk bertemu langsung dengan PM Inggris sebelum menandatangani dokumen perjanjian. Dalam pertemuan 3 menit tersebut, Paul menyerahkan dokumen sangat rahasia yang berisikan ambisi rezim Hitler.

2. The Forgotten Battle : De Slag Om De Schelde (Belanda)

Sumber Gambar : Screen Rant

Film ini mengisahkan perang dunia kedua dalam sudut pandang Jerman, Sekutu (Inggris dan Kanada) dan Belanda. Pada tahun 1944, Jerman menguasai penuh wilayah Belanda. Namun, aksi balasan sekutu membuat Jerman diambang kekalahan dan tersudut. Situasi ini akhirnya mendorong Jerman untuk menepi dan terkurung di Pulau Zeeland.

Adalah Teuntje Visser (staf walikota dan ayahnya, Doktor Visser (dokter), memilih untuk netral atas pendudukan Jerman di Belanda. Namun, sang adik Dirk Visser, bergabung dengan kelompok perlawanan bawah tanah menetang Nazi.

Dirk Visser akhirnya ditangkap, diintrogasi dan dieksekusi oleh Nazi. Teuntje Visser akhirnya melakukan perlawanan dengan menyerahkan peta kota dan lokasi senjata Jerman kepada sekutu. Aksi yang dilakukannya sangat berbahaya dan mengancam keselamatan banyak orang.

Tokoh lain anti perang juga digambarkan oleh Marinus Van Staveren (seorang Belanda yang bekerja sebagai penerjemah untuk Nazi). Usahanya menghentikan kekerasan perang adalah dengan memberikan informasi kepada Teuntje mengenai penyiksaan yang dialami Dirk Vesser. Informasi ini yang membuat Teuntje untuk melakukan perlawanan dengan memberikan informasi kelemahan Jerman kepada Sekutu.

3. As One (Korea Selatan)

Sumber Gambar : Netflix

Pada tahun 1991, intensitas hubungan Korea Utara dan Korea Selatan meninggi akibat aksi-aksi militer kedua negara. Namun, pada saat bersamaan, kedua Korea mengirimkan satu delegasi dalam perhelatan Word Table Tennis Championship, di Chiba Jepang.

Atlet tenis meja Korea Selatan, Hyeon Jeong Hwa diduetkan dengan atlet Korea Utara Lee Boon Hee salam partai ganda. Keduanya adalah musuh bebuyutan dalam banyak kompetisi tenis meja.

Walaupun keduanya bertolak belakang satu sama lain dan dipisahkan ideologi, akhirnya semangat kebersamaan melawan Jepang di partai final membuat duo ini meraih kemenangan.

Sepanjang film, kita disuguhi konflik-konflik antara atlet Korea Utara dan Korea Selatan. Semangat persatuan dan rasa cinta terhadap bangsa Korea, membuat mereka mengenyampingkan ideologi dan melupakan intensitas politik yang saat itu terjadi.

4. The Pianist (Polandia)

Sumber Gambar : Microsoft

Sesuai judulnya, film ini menceritakan seorang pianist asal Polandia, yang menjadi korban sekaligus saksi kekejaman perang saat Jerman menakhlukan Warsawa.

Adalah Wladyslaw Szpilman, seorang Yahudi yang kehilangan seluruh keluarga, menjadi tahanan kamp konsentrasi, kerja paksa dan tersiksa sepanjang film. Penyiksaan yang paling sulit baginya adalah kehilangan kesempatan untuk memainkan pianonya kembali.

Film ini menceritakan perang dalam kacamata seorang Yahudi, yang kebetulan seorang pianist berkebangsaan Polandia. Sebagai seorang sipil, Wladyslaw Szpilman menceritakan suasana perang dalam kacamatanya dan bagaimana upayanya untuk survive. Wladyslaw Szpilman akhirnya tergabung dalam pemberontakan, yang kita kenal dengan Pemberontakan Warsawa.

Diakhir film, kesempatan Wladyslaw Szpilman untuk memainkan pianonya kembali datang justru dari seorang prajurit Nazi, yaitu Kapten Thomas Kretschmann. Dia memainkan lagu sedih untuk mengingat kehancuran Warsawa.

5. A Hidden Life (Austria)

Sumber Gambar : Dagen

Menceritakan Franz Jagetstatter, seorang petani Austria yang menolak untuk berperang atas nama Nazi karena kepercayaannya sebagai umat Katolik. Atas prinsipnya, dia dihukum mati pada PD II saat usianya 36 tahun.

Berlatar tahun 1939 di sebuah desa kecil bernama St. Radegund di Austria, Franz tinggal bersama sang istri, Franziska dan tiga puteri mereka, menjalani hidup sederhana dan bahagia sebagai petani. Sampai Perang Dunia II pecah. Satu per satu, para pria desa termasuk Franz, dipanggil untuk mengabdi pada Nazi.

Sebagai penganut Katolik taat, ia menolak ambil bagian menjajah negeri sekaligus merenggut nyawa milik orang-orang tak berdosa. Warga kampung mengutuk sikap Franz, yang dianggap tak menghormati keluarga mereka yang bertaruh nyawa demi bangsa di peperangan. Dari tatapan sinis, umpatan, hingga lemparan benda-benda jadi santapan rutin Franz sekeluarga. Bahkan meski Uskup setempat memintanya mementingkan urusan bangsa, Franz tetap kukuh. Franz menolak mengucap sumpah setia kepada Hitler dan Nazi.

Cobaan-cobaan yang diterimanya mewakili realita masa kini. Politisasi agama dan pola pikir sempit masyarakat yang mudah menghakimi orang lain karena dianggap berbeda.

Onriza Putra

Akankah Piagam Jakarta Dijadikan Dasar Negara??

Previous article

Pencinta Perdamaian? Sini Ngumpul Lewat Film (Bag 2)

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini