Keris orang Minangkabau itu di depan, bukan di samping atau di belakang, ada falsafah yang tersembunyi disana mengapa keris orang Minang itu di depan.

“Patah lidah bakeh kalah, patah karih bakeh mati”

Begitu bunyi pepatah, orang Minang hanya mengangguk pantang untuk membungkuk, jika disuruh atau di paksa membungkuk keris mesti dicabut dahulu, patah karih bakeh mati.Sukar bagi orang lain ( bukan orang Minang ) untuk memahami falsafah ini, hanya orang Minang yang mengerti itu pun bagi mereka yang arif dan bijak dalam memahami kiasan.

setiap “kieh” atau kiasan memerlukan kejelian dan ketangkasan dalam berfikir kadang kiasan itu tidak bisa di artikan dengan logika. Falsafah atau Kiasan-kiasan inilah yang telah membentuk kepribadian anak Minang baik di kampung maupun di rantau orang.

Ada satu lagi kiasan yang sudah jarang di sebut orang

“Anak Minang tidak merantau kalau tidak berisi”

Makna atau arti secara mendatar orang beranggapan berisi yang di maksud tentulah isi dalam ilmu kebatinan, kalau di artikan dengan mendalam berisi yang di maksud adalah kiasan-kiasan atau falsafah yang membimbing atau menuntun diri si anak Minang dalam menjalani kehidupan di rantau orang.

secara tidak langsung falsafah ini juga sebagai penasehat dan juga pelindung diri bagi anak Minang dimanapun berada.

Jikok tagak tagaklah di nan data

Jikok bajalan bajalanlah di nan luruih

Jikok bakato bakatolah di nan bana

Di mano aia disauak di sinan rantiang di patah

Di mano bumi dipijak disinan langik dijujuang

Karatau madang di hulu

babuah babungo balun

Ka rantau bujang dahulu

di kampuang paguno balun Jikok pandai ba kain panjang

labiah bak raso ba kain saruang

Jikok pandai ba induak samang

Labiah bak raso badunsanak kanduang

Nak kanduang ijan panangih

Urang panangih lakeh rabun

Urang panggamang mati jatuah

Urang parusuah lakeh tuo

Urang pamberang tangga iman

Sikajuik si bilang bilang

Nan ka tigo si runpun sarai

Hiduik usah mangapalang

Tak kayo barani pakai

Dan banyak lagi kiasan-kiasan yang jadi bekal untuk anak Minang merantau di negeri orang.

Bagi orang Minang adat dan syarak sudah sehati tidak dapat di pisahkan lagi dengan orang Minang. Namun hal itu terjadi setelah perang paderi bergulir sehingga dicarilah jalan tengah supaya perang tidak berlanjut. Artinya perselisihan antara adat dan agama sudah pernah terjadi di Minangkabau dan itulah yang harus di hindari.

Memakai makna “sempit” dari Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah” harus di hindari. Agar perselisihan di zaman dahulu tidak terjadi lagi dan dimanfaatkan oleh pihak lain dalam kepentingan politik nya. Tidak ada gunanya berfikiran sempit kalau orang Minangkabau harus beragama Islam seperti yang diganyang-gayang oleh sebagian tokoh di Sumatera barat di tengah kemajuan zaman yang semakin cepat.

Justru ketika orang Minangkabau bangga dengan budaya nya maka tunjukkan lah budaya itu mampu menjawab tantangan zaman dengan melestarikan budaya itu bukan menjadikan budaya sebagai bahan berpolitik dan berpolemik. Sehingga keris tidak perlu dicabut dari perut atau di pindahkan ke belakang.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    RAMADHAN DAN TOLERANSI

    Previous article

    Sikap Adil dan Lapang Dada adalah Cara Merawat Toleransi Ala Buya Syafii Maarif

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Opini