Berawal dari Krisis global di kawasan Asia pada tahun 1997 dimana Korea Selatan juga terkena dampak dari krisis moneter tersebut. Setidaknya terdapat 2 (dua) model pilihan terhadap penyelesaian krisis saat itu, yakni (1) dengan melibatkan peran IMF sebagai lembaga keuangan global dengan paket restrukturisasi yang kata banyak orang sangat kapitalistik, dan (2) anti pelibatan IMF, dengan mengedepankan nasionalisme ekonomi. Indonesia kemudian memilih (dengan ragu-ragu) keterlibatan IMF, yang ditentang keras sejumlah LSM, bahkan sejumlah menteri, dan sampai kini pilihan itu belum menunjukkan keberhasilan penuh untuk keluar dari krisis. Malaysia dengan tegas menolak IMF, dan hasilnya lumayan, walaupun belum seluruhnya selesai tetapi berhasil meningkatkan GNP per kapita mereka. Sedangkan Korea selatan dengan tegas mengundang keterlibatan IMF, bahkan dengan sejumlah bantuan yang terbesar yang pernah dilakukan IMF kepada peminjam tunggal, yakni sebesar AS $56 Milyar, dan ternyata Korea Selatan berhasil melunasi seluruh hutangnya, bahkan tiga tahun lebih cepat dari yang direncanakan  urai Drs. Tulus Warsito pada tahun 2005 silam di universitas gajah Mada.

Kata Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini, fenomena penyelesaian krisis ala Korsel sangat mengejutkan, karena selain sebagai kasus ekonomi politik di sisi lain juga mengindikasikan terjadinya percepatan proses demokratisasi, terutama dalam hubungan industrial. Pemerintah, kalangan bisnis dan kelompok buruh yang semula selalu bertikai pada era sebelum krisis, seolah tiba-tiba sedemikian cepat menyepakati sejumlah konsensus, rela duduk bersama dalam Komisi Tripartit dan menghasilkan penyelesaian krisis yang luar biasa. Kemudian yang menarik untuk dipertanyakan: Mengapa Krisis 1997 justru mempercepat proses demokratisasi hubungan industrial di Korea Selatan? ujar Tulus.

Tidak hanya berhenti di sana saja Korea Selatan setelah krisis moneter tersebut memanfaatkan secara maksimal sumber daya yang dimiliki mereka. Pemerintah Korea Selatan sangat meyakini bahwa sumberdaya terbesar yang dimiliki oleh penduduk nya adalah kwalitas SDM yang mereka miliki. Salah satu kwalitas SDM yang mereka miliki adalah kesenian. Sehingga Korea Selatan membuat kementerian khusus yang menangani industri kreatif mereka.

Untuk mengembangkan sektor industri kreatif, Pemerintah Korea Selatan memberikan dukungan secara berkelanjutan mulai dari suntikan modal, subsidi, hingga insentif pajak. Tercatat pada tahun 2005, Pemerintah Korea Selatan menyuntikkan modal investasi sebesar USD 1 miliar kepada industri musik Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan juga akan kembali menyuntikkan dana sebesar USD 1 miliar tahun ini untuk mendukung peningkatan ekspor K-pop. 

Jumlah investasi ini memang terlihat besar. Namun, tahukah, sumbangan industri kreatif terhadap ekonomi Korea Selatan? Per tahun 2014, industri kreatif tercatat menyumbangkan USD 11,6 miliar terhadap PDB Korea Selatan.

Selain dari sisi injeksi modal, pemerintah Korea Selatan juga memiliki badan yang khusus didirikan untuk mendorong ekspor sektor industri kreatif. Divisi Industri Budaya Populer merupakan salah satu badan di bawah Kementerian Kebudayaan Korea Selatan. Divisi ini memiliki anggaran USD 500 juta, dan diberi target untuk mencapai nilai ekspor industri kreatif Korea Selatan sebesar USD 10 miliar pada tahun 2019.

Tidak hanya dari sisi Pemerintah, tapi dari sisi pelaku usaha, mereka memiliki sistematika kerja yang benar-benar rapi dan menekankan kepada kualitas produk. Bayangkan, untuk mempersiapkan seorang artis K-pop, perusahaan-perusahaan manajemen artis rata-rata menghabiskan dana sebesar USD 2-3 juta selama rentang waktu 2-3 tahun untuk persiapan dan pelatihan seorang artis sebelum dikenalkan ke publik.

Itu hanya biaya pelatihan sang artis saja. Dana yang dikeluarkan untuk mempersiapkan materi lagu dan promosi lebih besar lagi. Saat ini tercatat kurang lebih ada 115 artis K-pop yang aktif. Jadi bayangkan modal yang harus dikeluarkan untuk para artis itu.

Pada awal pengembangan industri K-pop, para perusahaan manajemen artis juga banyak menyewa ahli-ahli di bidang industri hiburan dari Amerika Serikat, mulai dari koreografer tari, pencipta lagu, hingga pencari bakat. Selain karena mereka lebih berpengalaman, hal ini juga dilakukan sebagai sarana transfer of technology. Hal ini dimungkinkan karena suntikan modal pemerintahnya.

Ditahun 2021 ini, Korea kembali mengejutkan dunia terutama Indonesia dengan digandengnya BTS yang merupakan Boy band kenamaan Korea oleh MC Donal’s dengan mengeluarkan produk BTS meals. Melihat banyaknya BTS army di Indonesian terutama di Jakarta sendiri tidak heranlah MD sapaan akrab MC Donal’s bagi orang Indonesian di penuhi oleh konsumen. Sehingga banyak lah masyarakat Indonesia yang mengirim cuplikan video antrean di MD.

Lalu bagaimana dengan Indonesia?

Soal kreativitas, Indonesia tidak kekurangan. Bandung mungkin bisa menjadi contoh kecil. Mulai dari musik indie, fashion (clothing line lokal), publikasi lokal, hingga kuliner Bandung, semua sudah ada. Tinggal dikemas secara lebih profesional dan didukung secara nyata oleh Pemerintah melalui injeksi modal. Dan yang lebih utama adalah kemauan untuk maju bersama dengan Indonesia bukan maju sendirian. Mulai saja lewat Bandung yang sudah terlanjur dikenal masyarakat Indonesia sebagai kota yang melahirkan banyaknya industri kreatif.

Tanpa sokongan modal, niscaya, Indonesia akan selalu menjadi pasar produk industri kreatif negara lain. Bukan saatnya hanya sibuk memfokuskan diri pada kegiatan ekonomi komersial saja tanpa membangun ekosistem yang memadai ekonomi komersial sulit bersaing. Dan ekonomi kreatif lah jawabannya, Bagaimana anda bisa berkompetisi dengan industri kreatif negara lain yang modal awalnya saja USD 1 miliar?

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    MILLENIAL CEGAH TERORISME

    Previous article

    MENGENAL LEBIH DEKAT RUMAH GADANG PADANG PANJANG

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Opini