ISIS didirikan tahun 1999 oleh seorang radikal Yordania, Abu Musab al-Zarqawi, dengan nama Jamāʻat al-Tawḥīd wa-al-Jihā, namun setelah al Zarqawi tewas pada tahun 2006 yang sebelumnya telah berbaiat kepada pemimpin irak ossama bin laden dia digantikan oleh  Abu Bakr al-Baghdadi. Pada tanggal 8 April 2013, setelah memperluas wilayahnya ke Suriah, kelompok ini mulai menggunakan nama Negara Islam Irak dan al-Syam atau Negara Islam Irak dan Suriah. Kedua nama tersebut merupakan terjemahan dari bahasa Arab ad-Dawlah al-Islāmīyah fī-l-ʻIrāq wa-sy-Syām; al-Syām berarti kawasan Syam atau Suriah Raya. Nama terjemahan tersebut biasa disingkat ISIL atau ISIS dalam bahasa Inggris.

Untuk menanamkan pengaruhnya dan memperkuat kekuatan perangnya dalam waktu singkat mereka menggunakan agama islam sebagai alat untuk mempengaruhi umat islam di Irak dan Suriah. ISIS tidak hanya merekrut anak-anak untuk bertempur di medan perang namun untuk masuk lebih dalam ke masyarakat, ke dalam rumah, ruang kelas, dan benak anak-anak muda.Begitu seorang anak memasuki usia lima tahun, mereka diperkenalkan dengan kosa kata tentang permusuhan dan kekejaman, seperti terungkap dalam buku-buku sekolah. Mereka menjadi Anak-anak Kekhalifahan dan proses untuk menjadi mujahidin atau ‘pejuang suci’ sudah dimulai.

Kementrian pendidikan menginstruksikan para guru untuk menanamkan ‘pendidikan kasih sayang’ dengan merujuk kebajikan dari nabi seperti ‘memaafkan, kesabaran, keberanian, kekuatan, bersandar pada Allah dan seruan berjihad atas nama Allah.’ Mereka juga didesak untuk ‘menyuntikkan semangat melalui puisi kuat yang menteror musuh-musuh Islam.Maka anak-anak itu belajar puisi yang sederhana namun mengandung kekerasan, yang memuja jihad dan kematian demi Allah SWT.

Ada dekrit pertama yang dikeluarkan oleh kementrian pendidikan kekhalifahan yang baru, yaitu melarang pelajaran musik, pelajaran tata negara, sejarah, olahraga dan materi pelajaran Islam yang disusun pemerintah Suriah. Sebagai penggantinya adalah doktrin jihad ISIS dan buku tentang Syariah Islam. Bulan Juli 2014, Mosul jatuh ke tangan ISIS dan kekhalifahan diproklamasikan. “Mereka mulai dengan serius pada musim gugur 2014, Diwan (kementrian pendidikan) merekrut para ahli yang setia dan sejalan ideologinya sepanjang musim panas. Kurikulum ISIS akhirnya diluncurkan pada tahun pelajaran 2015-2016. Anak-anak masuk sekolah pada usia lima tahun dan tamat 15 tahun, mengurangi masa empat tahun masa sekolah yang biasa. Para murid mendapat 12 subyek pelajaran namun ditingkatkan dengan doktrin Negara Islam ISIS dan pandangannya atas dunia. Jihad dilembagakan dengan memperlakukan semua orang di luar perbatasan kekhalifahan sebagai musuh.

Sepanjang tahun-tahun pertama -khususnya melalui pelajaran membaca bahasa Arab- murid terus diingatkan tentang adanya musuh yang bertekad untuk ‘menodai’ martabat orang Islam. Musuh tersebut adalah Rawafidh (Syi’ah), Murtadin (orang-orang murtad, orang Sunni yang tidak mengikuti doktrin ISIS), orang-orang Safawi (Iran), Tentara Salib (Barat), Aliansi Yudeo-Kristen (Tentara koalisi di Suriah dan Irak), PBB dan Toghut (penguasa yang tidak mengikuti syariah). Sejak usia dini, ISIS mengindoktrinasi anak-anak muda dengan keharusan jihad melawan orang-orang kafir dan murtad: mereka harus dibasmi.

Tapi pertama-tama, mereka menegaskan prioritas dengan jelas. Buku Hadist untuk siswa kelas satu, misalnya, menampilkan foto pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi yang dipasang di atas foto-foto para petarung ISIS dalam sebuah lingkaran, dengan senjata diacungkan, posisi ini dikenal sebagai posisi baiat bersetia kepada sang kalifah.

Dalam kitab-kitab pengajaran Islam, ISIS mengingatkan para guru tentang apa yang dipertaruhkan.Buku-buku juga dijejali dengan ajaran Ibnu Taymiyah yang kontroversial dan Ibn Al-Qayyim, para ilmuwan abad pertengahan yang tulisannya menjadi fondasi ideologi Islam ultrakonservatif dan ideologi Salafi Jihadis. Naskah itu mengungkapkan bahwa anak-anak dari usia enam sampai 11 tahun berulang kali dipapar konsep seperti Al-Wala dan Al-Bara, yaitu mengasihi orang-orang yang mencintai Allah dan membenci orang-orang yang tidak mencintai Allah serta perlunya berjihad.

Tapi mungkin, sebagian besar subversi ISIS yang paling Machiavellian dapat dilihat dalam cara mereka mengajarkan Alquran. ISIS menginstruksikan agar para guru mengajarkan ayat-ayat Alquran yang dihubungkan dengan konsep jihad lain. Terkadang mereka bahkan diberikan nomor halaman dan referensi yang pasti.  Siapkanlah ayat-ayat ini untuk mengajari murid-murid Anda bahwa tujuan jihad demi Allah bagi orang beriman adalah kemenangan atas orang-orang kafir atau sebaliknya mati di jalan Allah,” begitulah salah satu instruksinya. Pada saat studi utama mereka selesai, ada kemungkinan praktik sistematis ini membuat anak menghubungkan, atau bahkan mungkin mencampur-adukkan doktrin ISIS dan Alquran. Akibatnya, anak-anak menganggap umat Muslim lain, yang tidak mengikuti doktrin yang sama, adalah orang murtad.

Begitulah bagaimana ISIS membuat kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah di daratan irak dan suriah dalam beberapa tahun yang dilansir oleh BBC pada tanggal 26 agustus 2017. Bagaimana ISIS menanamkan islam sebagai agama yang cinta dengan berperang kepada generasi muda Irak dan Suriah dengan menggunakan ayat-ayat perang dalam mendoktrin para generasi muda melalui lembaga pendidikan.

Lalu bagimanakan pengaruh penanaman doktrin ini kepada dunia terutama kepada umat islam didunia. Pola pendidikan ala ISIS ini sudah sangat berpengaruh bagi kelompok-kelompok kecil yang menggunakan agama islam sebagai alat menyebarkan pemahaman radikal di dunia dengan cara mereka sendiri namun sangat identik dengan pola kurikulum ISIS ini. Mereka memang tidak menggunakan lembaga pendidikan untuk menanamkan pola pemahaman mereka kepada anak-anak namun menggunakan pola pendidikan keluarga yang terlebih dahulu mengajak para orang tua dari anak-anak untuk terus memberikan doktrin bagi anak-anak mereka.

Hal ini paling mudah dapat dilihat dari seringnya anak-anak dibawa saat aksi damai atau demonstrasi di beberapa belahan dunia yang menggunakan agama islam sebagai alat untuk membenarkan aksi mereka dan juga sering menggunakan puisi-puisi perang dalam mengutarakan pendapat mereka didepan umum. Selanjutnya juga sering menggunakan bendera yang bertuliskan kalimat tauhid padahal bendera tauhid digunakan pada masa lampau oleh umat islam sebagai penanda dalam perang sementara saat mereka melakukan aksi damai atau demo mereka bukan dalam masa perang.

Kesimpulannya ISIS memang sudah dapat ditumpas oleh pemerintahan suriah yang didukung oleh rusia dan juga ditumpas oleh tentara koalisi amerika serikat. Namun hal ini tidak semata-mata menghilangkan pengaruh ideologi mereka bagi umat islam didunia makanya setiap Negara didunia terutama Negara yang memiliki warga Negara yang beragama islam berusaha mengikis pola ideologi radikal ISIS ini dinegara meraka.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Sikap Adil dan Lapang Dada adalah Cara Merawat Toleransi Ala Buya Syafii Maarif

    Previous article

    Tiba di Toba

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Opini