Baru-baru ini jagat maya dihebohkan dengan berita seorang public figure yang menjalin relasi pacaran dengan seorang anak perempuan di bawah umur, ia adalah Kriss Hatta. Ia menjadi buah bibir masyarakat Indonesia belakangan ini, akibat pengakuannya yang memacari seorang anak perempuan di bawah umur, meskipun ia mengatakan bahwa umur bukanlah faktor penentu dewasa atau belumlah pikiran seseorang. Tetapi, tetap saja, anak di bawah umur, adalah di bawah umur, seberapapun dewasa pikirannya.

Di Indonesia sendiri, sepertinya sudah menjadi hal biasa dan lumrah ketika ada laki-laki yang menjalin hubungan dengan para perempuan yang jauh lebih muda di bandingkan dirinya, bahkan hal demikian sudah diaggap normal, sehingga, seringkali kita melihat berbagai pemberitaan di televisi tentang laki-laki tua yang menikah dengan perempuan-perempuan muda, atau bahkan anak perempuan di bawah umur. Inilah yang kemudian kita kenal dengan istilah grooming.

Kasus-kasus seperti ini menjadi bukti kepada kita bersama, bahwa seberapa rentannya anak-anak kita terkena dampak dari grooming ini, alih-alih kata dewasa. Seringkali laki-laki dewasa menjadikan anak-anak perempuan di bawah umur menjadi sasaran manipulatif mereka. Apalagi anak-anak di bawah umur masih sangat mudah terpengaruh oleh kata-kata dan validasi-validasi orang-orang dewasa, sehingga ia merasa dispesialkan oleh pasangannya, padahal nyatanya itu semua hanyalah taktik belaka untuk mencapai tujuannya.

Walaupun diberbagai kasus sering kali kita temui bahwa katanya tidak semua orang yang menjalin relasi dengan laki-laki yang lebih tua itu tidak bahagia, banyak juga yang mengatakan bahwa ia yang membangun relasi dengan yang lebih tua bahagia-bahagia saja. Dan memang hal ini tentu tidak bisa kita generalisir terhadap semua orang. Masih ingat betul di memori saya, ketika zaman-zaman kuliah, orang sekitar sering sekali bilang, nanti kalau kamu mau nikah, carilah laki-laki yang lebih tua darimu, karena mereka akan mampu membimbingmu menjadi istri yang baik, walaupun nyatanya, tidak semuanya valid.

Tapi, dari kasus Kriss Hatta kita sadar bahwa, anak yang di bawah umur tetaplah anak-anak yang masih sangat polos sekali, yang ia sendiri belumlah mengerti akan kebutuhan dirinya, mereka masih sangat labil, masa-masa dimana mereka sangat ingin mencoba-coba hal baru, kalau hal demikian tidak bisa dibatasi dengan baik, maka ditakutkan anak-anak tersebut terjerumus kepada hal-hal yang tidak baik, yang akan merusak mental dan masa tumbuh kembangnya. Child Grooming sendiri merupakan sebuah upaya orang dewasa untuk membangun hubungan, kepercayaan, serta ikatan emosional dengan anak-anak atau remaja, sehingga mereka dapat memanipulasi, mengeksploitasi bahkan melecehkannya.

Sehingga apapun alasannya mereka yang menjalin relasi dengan anak-anak yang di bawah umur 18 tahun, tetap saja hal demikian sudah termasuk ke dalam pelecehan dan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Anak-anak yang menjalin relasi dengan orang-orang dewasa, memang seringkali merasa menjadi sosok yang beruntung, sosok yang selalu diperhatikan, dispesialkan, lebih pengertian, lebih bisa memberikan apa yang mereka butuhkan, dan tentunya banyak lagi hal-hal legitimasi lainnya yang dilontarkan oleh anak-anak tersebut, padahal sebenarnya itu semua hanya bentuk-bentuk manipulatif semata bagi orang dewasa tersebut untuk mencapai tujuannya, namun tanpa disadari, anak-anak malah merasa menjadi pihak-pihak yang beruntung.

Child grooming tersebut bukan masalah sepele, tapi hal demikin adalah masalah serius yang tidak bisa kita normalisasi, kasus-kasus seperti ini harus menjadi perhatian kita bersama, terutama orang tua. Karena kasus grooming hari ini tak hanya terjadi secara fisik yang dialami anak-anak di bawah umur, melainkan sudah masuk ke ranah digital, seperti media online. Dan anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya di media online, sehingga penting rasanya memfilter mereka dengan pengetahuan-pengetahuan yang bisa mereka pahami. Perlu sekali peran orang tua untuk memberikan edukasi seksual kepada anak-anak baik perihal kekerasan seksual, pelecehan seksual, dan juga hal-hal yang menjadi otoritas tubuhnya, apa yang boleh dan tidak boleh orang lain lakukan kepada tubuhny, bahkan untuk keluarganya sendiri, sehingga anak-anak paham akan tubuhnya.

Pendidikan seksual ini penting diajarkan seja dini kepada anak-anak kita, agar mereka paham apa-apa yang baik untuk tubuhnya dan tidak. Dan bahkan hal ini menjadi penting untuk anak-anak, agar ia mampu menolak dan mengatakan tidak kepada orang lain, jika ada hal-hal yang membuatnya tidak nyaman. Ayo, kita sama-sama mencegah dan mengedukasi anak-anak kita agar mampu terhindar dari bentuk-bentuk grooming apapun alasannya. Karana hal demikian sudah termasuk kekerasan seksual terhadap anak.

Yuk, jadikan anak sebagai patner orang tua dan orang dewasa untuk berdiskusi sehingga mereka menjadi sosok yang terbuka dengan masalahnya, bukan menjadikan mereka sebagai sasaran groomingnya orang-orang dewasa.





Nuraini Zainal

Sumpah Pemuda; Apakah Masih Digunakan atau Sekadar Pajangan?

Previous article

MAARIF Institute Apresiasi Langkah Pemerintah Australia Wujudkan Komitmen Kemanusiaan Terhadap Palestina

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini