Bubur Diaduk atau Tidak Diaduk

Ditulis Oleh: Fransiska Indriyani Lase

Bubur diaduk. Ngga diaduk. Diaduk. Engga.

Beberapa waktu belakang ini bubur ramai dibicarakan dikalangan masyarakat  bahkan trending di media sosial terutama orang-orang yang sehari-harinya sarapan bubur. Bukan masalah jenis buburnya tetapi perihal cara menikmati buburnya, diaduk atau tidak diaduk.

Perbedaan cara memakan bubur ini membuat seakan-akan terbagi atas dua tim, tim bubur diaduk dan bubur tidak diaduk. Tentu semuanya itu kembali pada selera tiap-tiap orang yang berbeda-beda dengan alasan tertentu.

Mungkin sebagian orang memilih menikmati buburnya dengan diaduk dan mencampurkan semua komponen bubur karena dalam satu suapan sendok sudah terdapan bubur, kacang, telur, kaldu kuning dan yang lainnya sehingga tidak repot untuk memadupadankan satu-satu persatu lauknya. Sedangkan sebagian lagi tidak ingin mengaduknya sehingga cara memakannya terserah pada si konsumen ingin memakan lauk apa dengan bubur putihnya. Kemudian ada pula sebagian orang tidak peduli dengan bubur diaduk ataupun tidak karena menurutnya sama saja, bubur yang sama hanya cara menikmati saja yang berbeda. Ada lagi yang sama sekali tidak memakan bubur sehingga benar-benar tidak peduli tentang bubur.

Nah, tim bubur diaduk, tidak diaduk atau tidak sama sekalipun bukanlah hal yang perlu dibesar-besarkan. Semuanya itu bergantung pada selera dan pendapat orang yang akan menikmatinya.  Bukan hal yang benar jika kita memaksakan pedapat atau selera kita terhadap orang lain. Tak masalah jika kita menyampaikan pendapat atau selera kita seperti apa kepada orang lain tetapi untuk memaksanya untuk mengikuti kita tentu bukanlah hal yang tepat. Itu berati kita sudah melanggar hak kebebasan seseorang dalam menjalani kehidupannya dan dalam hak berpendapat.

Seperti yang terdapat dalam UUD 1945 Pasal 28E ayat (3): Setiap orang berhak atas kebebasan, berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Sudah sangat jelas dari UUD diatas menyatakan bahwa setiap orang bebas menyatakan pendapat dan pikirannya. Masih banyak lagi hak dan kebebasan setiap kita sebagai warga negara dalam UUD Pasal 28. Jadi kita tidak boleh memaksakan pendapat kita kepada orang lain, karena mereka juga memiliki hak yang sama seperti kita. Jika keadaan dibalik, mereka memaksakan kehendak mereka kepada kita tentu kita tidak akan menerimanya.

Bubur diaduk, tidak diaduk atau tidak makan bubur sekalipun bukan masalah apalagi sampai membuat kolompok yang saling menjelekkan dan meninggikan diri seperti bubur tidak diaduk menunjukkan dirinya orang elit atau orang kaya. Tentu saja itu adalah hal yang tidak masuk akal.

Dimulai dari hal bubur yang sangat sederhana ini kita diajarkan untuk menghargai pendapat orang lain dan selera tiap-tiap orang berbeda dan tidak bisa disamakan. Mangkok sebagai wadah yang menggambarkan negara kita Indonesia. Kita bisa mengekspresikan diri tanpa harus mengganggu seseorang dan membiarkan orang lain mendapatkan hak dan kebebasan yang sama.

Yuk saling menghargai pendapat orang lain dan menghargai hak kebebasan seseorang untuk Indonesia yang lebih indah lagi.

Belasungkawa dan Doa Bersama, Anak-Anak Muda Sumbar Usung Kegiatan “Dari Sumbar Untuk Makassar”

Previous article

Stop Terorisme : Teroris Tidak Beragama

Ditulis oleh Husnus Hayati

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *