Oleh: Yui

Melamun badui menatap hewan gembala yang tengah mengunyah ampas sampah. Badui mendecak kesal, mengumpat langit yang tidak pernah berpihak kepadanya. Bahkan, ia mengutuk langit karena tidak menurunkan hujan. Cerita pun beralih di akhir tahun penuh dengan kacau balau.

Bumi sudah tua karena sering dicela oleh anak manusia yang baru saja menjajak kaki di tanah. Bumi murka dan langsung memuntahkan apa yang tidak mau dimakannya. Bumi merasa sedih sehingga langit yang sedang santai terkecoh dan langsung menangis tiada henti. Bumi terkekeh sehingga getaran-getaran kekehan membuat anak manusia yang bebal terlonjak.

Bumi Pertiwi kembali menangis ketika tanah bergetar dan meluluhlantakkan yang ada. Air mata keputusasaan, air mata amarah, air mata pasrah, dan air mata kosong sudah memenuhi bagian tengah dari Bumi Pertiwi. Bencana itu benar-benar gila.

Iya, bencana gila karena memisahkan sanak saudara. Bencana itu kejam karena orang kaya jatuh miskin dalam sekejap. Bencana itu menjadi teman sejati kala seorang pembenci menjadi tahu diri akan hal yang mereka benci.

Terdiam beberapa saat, lalu pelita dihidupkan untuk mengenang mereka yang sepatutnya di kenang. Ribuan tenaga dikerahkan dari tanah seberang. Ribuan tenaga dikerahkan atas dasar kemanusiaan. Ribuan orang berdoa kepada Sang Kuasa agar dilindungi dalam situasi apa pun.

Lantas, Badui, apakah bencana pilih kasih?

Entah bisikkan dari mana atau bangsa mana, mereka meminta kepada negeri seberang untuk dibuatkan tempat berlindung dari emas dan permata. Mereka meminta spaghetti alih-alih makan mi. Mereka ingin dibantu oleh golongan mereka saja tanpa memedulikan golongan lain yang mungkin ingin membantu mereka karena luka. Mereka berkata bahwa itu ulah bangsa lain. Lantas, benarkah demikian?

Badui, benarkah bencana tidak pilih kasih? Jika demikian benar adanya, bukankah Tuhan sudah memberi peringatan? Jika demikian adanya, bukankah Tuhan menyuruh anak manusia untuk berbenah diri? Bukankah begitu adanya, Badui?

Badui, aku tidak bisa mendikte seseorang. Jika demikian egonya, lantas biarkan saja. Akan tetapi, jika bukan itu adanya, semoga bangsa lain dari tanah seberang masih enggan membantu atas dasar manusia.

Indonesia, 29 November 2022

Yui
Penulis dan Pengarang

    LAGI! Pekerjaan Domestik Itu Bukan Kodrat Perempuan Loh.

    Previous article

    Sejarah Awal Kurai V Jorong ( Penduduk Asli Bukittinggi)

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *