Ketika pembicaraan tentang kodrat, gender, dan perempuan, masih sangat banyak pihak yang salah memahami dan memaknai mana yang kodrat dan yang gender, sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam praktik kehidupan sehari-hari. Tak jarang, ketika perempuan memilih menghabiskan waktu di luar rumah untuk bekerja, belajar, atau keperluan lainnya, mereka dicap sebagai perempuan yang menyalahi kodratnya sebagai perempuan, karena hanya tidak mengurusi pekerjaan-pekerjaan domestik secara penuh.

Padahal urusan-urusan domestik tak hanya pekerjaan perempuan, ibu, atau istri saja, perihal pekerjaan domestik semua itu adalah tanggung jawab laki-laki dan perempuan, ibu dan juga ayah, ataupun suami dan istri. Pekerjaan domestik bukanlah urusan perempuan belaka, tapi juga laki-laki, semua bisa dikerjakan bersama, karena pekerjaan tidak punya jenis kelamin.

Perkerjaan-pekerjaan domestik bukanlah kodrat perempuan yang harus dilakukan hanya oleh perempuan saja, melainkan upaya bersama untuk saling berbagi peran. Banyak pihak-pihak yang sudah terus berupaya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat kita tentang perbedaan antara gender dan juga kodrat. Berbagai kampanye-kampanye pun telah dilakukan, sebagai upaya mambangun kesadaran terhadap perbedaan antara gender dan kodrat serta hak dan akses perempuan diberbagai aspek kehidupannya.

Tapi tetap saja kesalahpahaman tersebut belum mampu dihindari, yang mengakibatkan kaum perempuan menjadi korban yang selalu disalahkan oleh sosial masyarakatnya. Sekali lagi, mari kita sama-sama saling mengingatkan, bahwa urusan-urusan domestik bukanlah kodrat perempuan. Seperti kata Kyai Faqih sang bapak Mubadalah Indonesia dalam judul bukunya yaitu “Perempuan Bukan Makhluk Domestik”, apalagi domestik sebagai kodrat perempuan.

Tentu ini kekeliruan yang mesti kita luruskan, agar usaha kita bersama untuk saling memanusiakan perempuan sesuai haknya mampu mereka peroleh juga, seperti layaknya kaum laki-laki. Agar kesalahpahaman tidak semakin terawat, mari kita menelusuri kembali tentang gender dan kodrat seorang perempuan, agar tak selamanya perempuan merasa menjadi manusia yang salah ketika ia memutuskan untuk juga berkiprah di luar rumah dan tidak sempat menyelesaikan urusan-urusan domestik, seperti memasak, mengurus keluarga dan lain-lain, karena kesibukkannya yang juga membantu mencari nafkah di luar rumah.

Gender adalah perbedaan-perbedaan peran, status, tanggung jawab, fungsi prilaku laki-laki dan perempuan yang merupakan konstruksi sosial. Gender bukan didasarkan pada perbedaan biologis. Sedangkan kodrat adalah ketentuan secara biologis yang sudah dibawa laki-laki dan perempuan sejak ia lahir ke dunia. Kodrat adalah ketentuan yang tidak bisa ditukar atau dirubah.

Misalkan, menstruasi, mengandung, melahirkan, dan menyusui. Itu adalah kodrat perempuan yang tidak bisa dipindah tangankan kepada laki-laki. Selain itu, semua bisa diusahakan bersama antara laki-laki dan perempuan. Hal diatas sudah jelas bahwa antara kodrat dan gender tersebut tidaklah sama, melainkan berbeda.

Memasak, mengurus anak, dan hal-hal domestik lainnya bukanlah kodrat perempuan, melainkan kerja sama antara laki-laki dan perempuan yang bisa saling bertukar peran. Misalkan, seorang perempuan tidak bisa memenuhi tugasnya di rumah, maka laki-laki bisa membantu perempuan di rumah untuk menyelesaikan tugas tersebut, tinggal bagaimana mengkomunikasikan dengan baik satu sama lainnya.

Jadi. Perlu kita sadari bersama, bahwa kodrat perempuan hanyalah yang disebutka di atas, lain dari itu adalah permasalahan gender yang bisa diupayakan bersama. Bahkan perihal kodrat perempuanpun, mereka bisa memilih untuk memfungsihkannya atau tidak sekalipun.

Misalkan, memang benar bahwa mengandung dan melahirkan adalah kodrat perempuan, tetapi perempuan boleh memilih untuk tidak memfungsihkannya, jika ia tidak siap untuk mengandung dan memiliki anak, karena berbagai pertimbangan dirinya, maka ia berhak untuk memilih kodratnya tersebut, karena yang mengerti kondisinya hanyalah ia sendiri, bukan orang lain, bahkan juga tidak pasangannya sekalipun.

Dengan demikian, sudah saatnya kita mampu membedakan mana hal-hal yang memang menjadi kodrat perempuan mana yang merupakan konstruk sosial (gender) yang bisa kita upayakan bersama. Sehingga tak ada lagi stigma kepada kaum perempuan yang membuat ruang gerak perempuan terpenjara oleh budaya patriarki yang masih langgeng di negeri ini.

Pekerjaan-pekerjaan domestik itu adalah upaya laki-laki dan perempuan dalam menyelesaikannya. Maka, komunikasi yang baik sangat dipentingkan dalam relasi, agar mampu mambangun kelaurga yan saling memberdayakan satu sama lainnya.

Sekali lagi, Urusan domestik bukanlah kodrat perempuan.





Nuraini Zainal

CERMIN JIWA

Previous article

Badui, Benarkah Bencana Pilih Kasih?

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini