Pada suatu hari, datang sebuah kapal dari kerajaan jawa, dg tujuan penaklukan daerah kerajaan Pagaruyung. Untuk menghindari perang, pemuka kerajaan mengusulkan adu kerbau. jika rombongan nahkoda kalah maka mereka bersedia memberikan kapal yang mereka bawa dengan semua isinya. Namun, jika mereka menang, maka daerah ini akan menjadi daerah kekuasaannya.

Melihat kerbau yang mereka bawa, rakyat di sini kaget karena kerbau itu sangat besar. Matanya merah, tanduknya runcing dan tajam. Panjang tanduk kerbau itu hampir empat depa (dalam bahasa melayu juga dikenal dengan hasta atau jengkal).

Nahkoda dan anak buahnya turun dari kapal sambil membawa kerbau besar itu. Rakyat bersama pemimpinnya menyambut kedatangan nahkoda dengan ramah. Keramahan ini sesuai dengan ajaran adat mereka yaitu “muluik manih, kucindan murah, budi baiak raso katuju, sanang manarimo tamu datang“. Nahkoda dan anak buahnya kagum dengan keramahan tersebut.

Akan tetapi keduanya berjanji untuk mempersiapkan segala keperluan selama tujuh hari. Setelah tujuh hari barulah adu kerbau dilaksanakan.

Rakyat kagum atas keberanian pemimpinnya, namun mereka juga bingung kemana akan dicari lawan kerbau besar yang dibawa oleh nahkoda itu, karena tidak ada kerbau yang sebesar itu di daerah ini. Rakyat cemas kalau kerbau pemimpinnya kalah dan daerah ini menjadi milik nahkoda.

Setelah kedua belah pihak sepakat untuk menunggu selama tujuh hari, nahkoda dan rombongan kembali. Pihak kerajaan mengundang kaum cerdik pandai dan para pemimpin untuk bermusyawarah.akhirnya diambil keputusan untuk mencari seekor kerbau kecil (anak kerbau) yang sedang erat menyusu. Kerbau kecil tidak disusukan selama dua hari. Pada saat akan di adu, kepala kerbau dipasangkan dengan besi runcing yang dinamakan “minang”.

Ketika hari yang dinantikan tiba, semua orang berkumpul di lapangan. Kerbau besar kerajaan jawa dilepaskan ke lapangan. Kerbau itu mendengus-dengus sambil mengais tanah.

Ketika kerbau kecil dilepaskan, ia langsung menyerbu kerbau besar. Ia mengira kerbau besar itu adalah induknya. Ia langsung menyerunduk perut kerbau besar seperti anak kerbau akan menyusu. Ketika itu, tanduk anak kerbau yang dipasangkan besi runcing, menembus perut kerbau besar (kerbau nahkoda). Kerbau besar melenguh kesakitan. Beberapa saat kemudian, kerbau itu pun mati.

Sejak itu lah daerah ini disebut dengan “Minangkabau” yang artinya kerbau bertanduk besi.

Cerita adu kerbau tersebut diperkirakan bersumber pada serangan kerajaan Majapahit ke Minangkabau. Dalam catatan Negarakertagama (1365), ditemukan istilah Minangkabwa, merujuk pada satu kerajaan Melayu yang pernah ditaklukannya.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Daftar Teroris Yang di Tangkap di Sumbar Selama Juli 2020

    Previous article

    Film Pendek “Tilik” dan Kritik Terhadap Hoax

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *