Onriza Putra-Duta Damai Regional Sumatera Barat

Sumber Gambar : ThroughtCo

Terorisme merupakan fenomena yang sudah sangat tua dalam hubungan internasional. Akar dari “teror” berasal dari bahasa latin “terrere” yang berarti “untuk menciptakan ketakutan”. Departemen Pertahanan Amerika Serikat mendefinisikan terorisme sebagai penggunaan kekerasan atau ancaman kekerasan yang telah diperhitungkan untuk memunculkan ketakutan, bertujuan untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dalam mengejar tujuan yang biasanya bersifat politis, relijius ataupun ideologis.[1]

Menurut Cronin, terorisme merupakan sebuah aksi politis yang fundamental, penggunaan kekerasan yang tidak terduga pada sejumlah target yang nampak acak dan penargetan terhadap orang-orang tak berdosa dan dilakukan oleh aktor-aktor non-negara.[2] Menurutnya, karakter-karakter terorisme adalah penggunaan kekerasan, serangan yang tiba-tiba, motif politis, dilakukan oleh aktor non negara, target tak berdosa dan target acak.

Secara umum, terorisme adalah penggunaan kekerasan atau ancaman yang ditujukan terhadap pemerintah berkuasa atau masayarakat sipil tak berdosa dan dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan baik politik, agama ataupun ideologi.

Menurut Undang-Undang Nomor Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Menjadi Undang-Undang, Terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana terror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik dan gangguan keamanan.

Terorisme sendiri bukanlah fenomena baru dalam dunia internasional. Aksi-aksi terorisme ini dilandasi oleh ideologi, politis bahkan agama. Terorisme merupakan aksi yang mengancam kehidupan manusia, dilihat dari jumlah korban, terorisme hampir selalu memakan korban yang tidak berdosa. Selain itu, trauma psikologis juga menjadi permasalahan tersendiri dalam setiap kasus-kasus terorisme.Pasca tragedi 9/11, terorisme menjadi semakin didengungkan oleh setiap negara, terutama Amerika Serikat dan Barat. Tragedi yang sangat mengerikan ini memakan jumlah korban yang sangat banyak. Amerika Serikat semakin gencar melawan terorisme dengan mengeluarkan kebijakan Global War on Terror.

Terorisme sendiri sebenarnya mempunyai makna yang sangat rumit. Tindakan-tindakan kekerasan atau ancaman yang dilancarkan olehsuatu kelompok belum tentu di dasari oleh nilai-nilai agama saja. Salah satunya adalah tindakan-tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok separatis yang berada di suatu negara. Dalam mencapai tujuan politiknya, kelompok ini seringkali menggunakan aksi-aksi kekerasan.[3] Apakah ini juga termasuk aksi terorisme?

Adapun yang menjadi dasar referensi dari tulisan ini adalah:

Pertama, Jurnal berjudul Economic Development, Religion and Conditions for Domestic Terrorism Karya Brandon M. Boylan. Menurutnya, fenomena domestic terrorism merupakan bagian dari terorisme itu sendiri. Corsican National Liberation ( FLNC) di Perancis, Revolutionary Armed Forces of Colomvia (FARC), Liberation Tigers of Tamil Eelam (LTTE) di Sri Lanka dan Lord’s Resistance Army (LRA) di Uganda merupakan kelompok-kelompok separatis yang melakukan tindakan-tindakan terorisme dalam mencapai tujuannya.

Terorisme merupakan sesuatu yang sulit untuk di definisikan. Walaupun terdapat banyak makna dan defenisi dari berbagai ahli, ada beberapa kunci utama bagaimana menjelaskan defenisi terorisme tersebut. Yang pertama yaitu aksi terorisme direncanakan dan diperhitungkan. Kedua, aksi terorisme menimbulkan korban. Ketiga, aksi terorisme merupakan tindakan politik. Keempat, teroris juga menyerang psikologi masyarakat. Aksi aksi terorisme ditujukan untuk menebarkan ketakutan terhadap masyarakat sipil. Keenam, aksi terorisme tersebut membawa pesan-pesan tertentu, baik untuk negara, masyarakat atau kelompok rivalnya. Terakhir, targetnya adalah masyarakat sipil atau non-combatan. Poin terakhir ini lah yang menyebabkan banyaknya argementasi dari para ilmuwan.

Terdapat beberapa bentuk dari terorisme. Ada transnational terrorism dan domestic terrorism. Terorisme transnasional harus melibatkan 2 atau lebih negara. Tragedi 9/11, 2001 dan Tragedi pemboman di Madrid pada tahun 2004 merupakan contoh terorisme trans-nasional. Sedangkan terorisme domestik adalah aksi terorisme yang terjadi didalam suatu negara dan biasanya dilakukan dalam upaya melawan pemerintah.

Dalam terorisme domestik, terdapat hubungan yang signifikan antara economic development dan terorisme domestik. Terorisme domestik lebih erat kaitannya dengan ekonomi dari pada dengan isu-isu agama. Pada banyak kasus terorisme domestik, terdapat faktor ekonomi yang menjadi dasar tindakannya, seperti kesenjangan ekonomi, pendapatan per kapita, kemiskinan dan lain-lain. Dalam kasus terorisme transnasional, beberapa peneliti tidak menemukan hubungan antara kemiskinan dan aksi terorismenya.

Pada jurnal ini, penulis menyimpulkan bahwa hubungan antara ekonomi dan terorisme domestik/aksi separatisme tidak begitu kuat. Hanya beberapa kasus yang memperlihatkan bagaimana faktor ekonomi menjadi alasan suatu kelompok dalam menjalankan aksi-aksi terorimenya.

Kedua, Jurnal berjudul Ethnic Groups, Political Exclusion and Domestic Terrorism Karya Seoung Whan Choi. Seoung menjelaskan bagaimana perbedaan etnik disuatu negara menjadi alasan terbentuknya kelompok-kelompok terorisme separatis. Menurutnya, terorisme adalah ancaman atau tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aktor non negara baik berdasarkan ekonomi, agama, atau etnik tertentu, menciptakan ketakutan, pemaksaaan serta intimidasi.

Terorisme domestik adalah penyerangan yang dilakukan oleh sekelompok orang terhadap pemerintah, atau orang lainnya yang berada pada satu negara. Sedangkan terorisme transnasional adalah penyerangan yang dilakukan oleh kelompok teroris terhadap negara lain atau korbannya berasal dari negara lain.

Menurut Seoung, aksi separatis dan terorisme memiliki kaitan. Aksi-aksi separatis yang dilakukan oleh suatu kelompok biasanya melakukan tindakan-tindakan terorisme dalam mencapai tujuannya. Aksi separatis ini disebabkan oleh diskrimnasi terhadap suatu etnis minoritas, kesenjangan ekonomi, keterbatasan politik bagi kelompok minoritas.

Ketiga, Jurnal berjudul Separatist Conflict in Sri Lanka: Terrorism, Ethnicity, Political Economy Karya Asoka Bandarage. Asoka menjelaskan bagaimana konflik etnik di Sri Langka antara Suku Tamil dan Suku Sinhala menjadi aksi separatisme yang dilakukan oleh Suku Tamil. Sri Lanka merupakan sebuah negara terletak di Asia Selatan.

Berdasarkan sejarah, Ras Tamil dan Ras Sinhala berasal dari India. Ras Sinhala merupakan ras terbanyak di Sri Lanka sedangkan ras Tamil kedua terbanyak. Pada masa pendudukan Inggris, ras Tamil menempati jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Namun, setelah kemerdekaan Sri Lanka pada tahun 1948, ras Sinhala mulai mendominasi di pemerintahan. Hal ini membuat ras Tamil menjadi warga negara kelas dua. Perselisihan kedua etnis menjadi tajam ketika bahasa Sinhala dijadikan sebagai bahasa resmi Sri Lanka. Ras Tamil juga dibatasi aksesnya terhadap dunia pendidikan dan dunia kerja.

Akibat banyaknya diskriminasi terhadap ras Tamil yang dilakukan oleh pemerintah Sri Lanka, ras Tamil mulai melakukan aksi-aksi menentang dan aksi separatis. Pada tahun 1979, terbentuklah Front Pembebasan Tamil Bersatu yang menuntut kemerdekaan Tamil. Pada tahun 1980-an, terjadi perang terbuka antar kedua kelompok. Konflik ini mengakibatkan ras Tamil melarikan diri ke Provinsi Jaffna di Sri Lanka bagian utara. Kelompok Tamil yang paling berbahaya adalah kelompok Macan Tamil (Tamil Tiger). Kelompok Macam Tamil melakukan tindakan-tindakan terorisme dalam usaha perjuangannya seperti pembunuhan serta perampasan.

Kelompok Macan Tamil juga melakukan pembantaian-pembantaian membabi buta terhadap penduduk sipil Sinhala. Selain itu, Kelompok Macan Tamil melakukan pengeboman terhadap pangkalan udara di bandara internasional selatan Kolombo, Sri Lanka. Amerika Serikat dan PBB menyatakan bahwa Macan Tamil merupakan kelompok teroris.

Kasus di Sri Lanka menjelaskan bagaimana hubungan antara etnik, ras, dan ekonomi dalam setiap tindakan-tindakan terorisme. Aksi separatis yang dilakukan oleh Macan Tamil diakibatkan oleh diskriminasi etnis dan kesenjangan ekonomi. Dalam menjalankan usaha separatisme tersebut, Macan Tamil melakukan tindakan-tindakan terorisme seperti pembunuhan terhadap masyarakat sipil, pengeboman fasilitas publik, menebarkan ancaman dan ketakutan terhadap masyarakat.

ANALISIS

Menurut T.P. Thornthon dalam Terror as a Weapon Political Agiation, terorisme merupakan penggunaan teror yang dirancang untuk mempengaruhi dan tingkah laku politik dengan cara-cara ekstra normal, khususnya dengan penggunaan kekerasan dan ancaman kekerasan. Menurutnya, terorisme dibedakan menjadi dua kategori yaitu enfourcement terror yang dijalankan penguasa untuk menindas tantangan terhadap kekuasaan mereka dan agitational terror yakni teror yang dilakukan untuk mengganggu tatanan yang mapan untuk kemudian menguasai tatanan politik tersebut. Menurut FBI, terorisme adalah the unlawful use of forces or violence againts persons or property to intimidate or coerce agovernment, civilian populations, or any segment threat, in furtherance of political or social objective.[4]

Menurut Audrey Kurth Cronin, terdapat empat kelompok teroris yang beroperasi, yaitu:

  1. Terorisme Sayap Kiri atau left wing terrorist, merupakan kelompok yang menjalin hubungan dengan gerakan komunis
  2. Terorisme Sayap Kanan atau right wing terrorist, merupakan kelompok yang terinspiirasi dari fasisme
  3. Etnonasionalis atau teroris separatis atau separatist terrorist merupakan kelompok separatis yang melakukan aksi-aksi teror
  4. Teroris agama atau religion terrorist merupakan kelompok teroris yang mengatasnamakan agama atau menjadikan agama sebagai landasanya.

Di lihat dari penyebarannya, terorisme terbagi menjadi 3 level yaitu:

  1. Level negara

Kelompok teroris yang berkembang dan melancarkan aksinya dalam suatu negara saja. Contohnya kelompok Macan Tamil.

  • Level Kawasan

Kelompok teroris yang berkembang dan mengancam stabilitas suatu kawasan. Contohnya Jemaah Islamiyah.

  • Level Internasional

Kelompok teroris yang berkembang pada level global, tidak hanya mengancam suatu negara atau kawasan tetapi juga mengancam stabilitas dunia internasional. Contohnya Al Qaeda.[5]

Terorisme Domestik merupakan terorisme yang terjadi dalam sebuah negara. Terorisme domestik merupakan tindadakan kekerasan ataupun ancaman kekerasan yang ditujukan terhadap pemerintah atau masyarakat sipil dan dilakukan oleh kelompok teroris yang berada pada satu negara yang sama.

Gerakan separatisme adalah sebuah gerakan yang dilakukan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu yang bertujuan untuk memperoleh kemerdekaan atau hak penuh terhadap satu wilayah dan melakukan tindakan-tindakan yang melawan pemerintah pusat/tatanan pemerintah resmi. Gerakan separatis merupakan tindakan politis dan terorganisir. Dalam mencapai tujuannya, gerakan separatis melakukan usaha-usaha politis. Namun, sering kali kelompok separatis melakukan aksi-aksi teror atau kekerasan terhadap pemerintah maupun masyarakat sipil dalam melancarkan aksinya.

Gerakan separatisme biasnya terjadi karena adanya rasa ketidakadilan, baik dari dari segi ekonomi, etnik bahkan agama. Macan Tamil merupakan kelompok teroris yang berawal dari gerakan separatsime. Macan Tamil terbentuk karena merasa sebagai etnik yang terpinggirkan di Sri Lanka. Pemerintah Sri Lanka yang di dominasi oleh etnis Sinhala menerapkan kebijakan-kebijakan yang sangat diskriminasi terhadap etnis Tamil, seperti kebijakan mengenai pendidikan dan kesempatan kerja yang terbatas etnik Tamil.

Gerakan separatisme sebenarnya berada pada dua makna yang saling berlawanan. Disatu sisi, gerakan separatis merupakan gerakan perlawanan terhadap pemerintah yang diskriminatif, sehingga gerakan separatis bisa disebut sebagai gerakan memperoleh kemerdekaan. Kelompok separatis tidak akan mengakui kalau kelompok tersebut merupakan kelompok teroris. Mereka akan mengakui kalau mereka adalah kelompok pejuang kemerdekaan. Disisi lain, gerakan separatis adalah gerakan terorisme. Alasan utama dari argumen ini adalah ditemukannya fakta bahwa kelompok separatis tersebut melakukan tindakan-tindakan terorisme seperti tindakan kekerasan terhadap pemerintah dan sipil, penghancuran fasilitas publik, menebarkan ancaman dan ketakutan, terorganisir dan direncanakan.

Terlepas dari apakah kelompok separatis merupakan kelompok pejuang kemerdekaan atau kelompok teroris, fakta yang tidak dapat dibantah adalah aksi-aksi kekerasan yang terjadi selalu mengancam masyarakat sipil yang tidak berdosa. Selain itu, tindakan-tindakan terorisme ini juga menyebabkan trauma bagi masyarakat sipil.

Terorisme tidak selalu berawal dari gerakan separatis, tapi kelompok separatis seringkali terlibat dalam aksi-aksi terorisme. Gerakan separartis biasanya dilakukan oleh etnis tertentu dan menuntut kemerdakaan terhadap pemerintah. Walaupun agama juga menjadi penyebab terorisme, tetapi pada kasus terorisme separatis, perbedaan etnis menjadi faktor utama dalam melakukan aksi-aksi terorismenya.

REFENSI

Abadie, Alberto. 2006. “Poverty, Political Freedom and the Roots of Terrorism.” American Economic Review Papers and Proceedings 96(2): 50-56

Aryasinha, Ravinatha. 2006. “Terrorism, the LTTE, and the Conflict in Sri Lanka”. Conflict, Security and Developmwnt 1: 25-20

Boylan.M. Brandon. 2010. “Economic Development, Religion and Conditions for Domestic Terrorism”. University of Pittburgh.

Gurr, Ted Robert. 1996. “Minorities, Nationalists and Ethnopolitical Conflict”. Washington : United States Institute of Peace Press

Henderson, Harry. 2007. Global Terrorism. New York: Library of Congress.

Loewen, Mairin. 2013. “The Operational Code of the Liberation Tigers of Tamil Eelam”. University of Saskatchewan.

Seung Whan Choi. 2005. “Ethnic Groups, Political Exclusion and Domestic Terrorism, University Of Illinois: Department of Political Science.


[1]Gerrard Chaliand dan Arnaud Blin, “Preface” The History of Terrorism: From Antiquity to Al Qaeda (Barkeley and Los Angeles: University of California Press), 2007, h. 8-9.

[2]R.G Frey dan Christopher W. Morris, ”Violence, Terrorism and Justice (Cambridge: Cambridge University Press), 1991, h. 3

[3]Bahadir K. Akcam,” The Dynamics of Ethnic Trrorism”. (Univesity at Albany), 2010. h. 20.

[4] Douglas Pratt, “Terrorism and Religious Fundamentalism: Prospect for a Predictive Paradigm”. (Marbug Journal of Religion: Volume 11, No. 1), 2006. h. 6.

[5]Ibid.

Onriza Putra

Deretan Youtuber atau Influencer dengan Penghasilan WAW…

Previous article

Covid-19 di Sumatera Barat dan Hal-Hal Yang Harus Sanak Ketahui (Bagian Kedelapan)

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini