“Kemerdekaan kita bukan hanya merdekanya sebuah bangsa dari penjajahan, tetapi juga merdekanya setiap individu warga negara dari segala macam penindasan dan penghisapan” (Bung Hatta)

Indonesia baru saja memperingati hari kemerdekaannya yang ke-77, tepatnya tanggal 17 Agustus 2022,  perayaan hari ulang tahun kemerdekaan yang ke-77 ini dimeriahkan dengan berbagai rangkaian kegiatan, mulai dari upacara bendera untuk mengenang para pejuang dan pendiri bangsa ini dalam merebut kekuasaan dari tangan para penjajah hingga berbagai perlombaan lainnya di seluruh Indonesia.

Perayaan 17 Agustus 2022 ini pun masih menjadi perayaan ulang tahun yang cukup prihatin bagi seluruh rakyat Indonesia, pasalnya Indonesia masih dalam suasana pandemi yang belum juga usai sejak dua tahun terakhir.

Secara angka, Indonesia memang sudah merdeka selama 77 tahun, sebuah angka yang tentunya tak lagi muda, bahkan jika diposisikan sebagai manusia, maka Indonesia saat ini sudah mulai memasuki usia senja yang tentunya kekuatan tubuhnya tidaklah sekuat dulu, tetapi sebagai sebuah negara, maka angka 77 tahun merupakan sebuah angka yang sudah sangat matang untuk menjadi sebuah negara yang mampu memberikan kemerdekaan yang sesungguhnya kepada seluruh rakyatnya. Karena makna kemerdekaan sesungguhnya tidaknya merdeka rakyatnya dari para penjajah negeri, tetapi memerdekakan juga seluruh rakyatnya dari berbagai bentuk ketidakadilan maupun diskriminasi.

Dari pesan Bung Hatta di atas dapat kita pahami bahwa perayaan dan kemenangan makna kemerdekaan belumlah benar-benar merdeka, jika rakyatnya masih belum terbebas dari suatu eksploitasi, dibelenggu oleh kemiskinan, kebodohan, kekerasan, pengangguran, ketidakadilan hukum, pelecahan, KDRT, diskriminasi, intimidasi, dan lain sebagainya.
Kemerdekaan secara harfiah bisa kita pahami sebagai kemerdekaan bagi semua rakyatnya tanpa kecuali, baik perempuan maupun laki-laki harus terbebas dari segala bentuk penindasan dan penjajahan dalam bentuk apapun.

Kemerdekaan juga harus dirasakan oleh semua individu untuk bebas menentukan pilihan hidupnya tanpa adanya intimidasi, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama untuk berekspresi dalam lindungan UU Dasar 1945.Itulah makna kemerdekaan yang sesungguhnya,sebagaimana yang dipesankan oleh Bung Hatta sejak Indonesia merdeka.

Harapan mulia dari pendiri bangsa ini demi kesejahteraan setiap rakyatnya. Namun faktanya masih sangat juah cita-cita dari harapan, walau secara simbolik Indonesia sudah merdeka selama 77 tahun. Jika kita berkaca dari pesan Bung Hatta di atas maka Indonesia belumlah merdeka dari berbagai bentuk penindasan, terutama terhadap kaum perempuan di Indonesia hari ini. Budaya patriarki yang masih saja merajai negeri ini telah diwariskan dari sejak berdirinya negeri ini hingga dipupuk sampai saat ini.

Budaya patriarki yang memposisikan kaum laki-laki menjadi kelas satu dibandingkan kaum perempuan. Sehingga perempuan selalu tercitra menjadi makhluk nomor dua dari berbagai segi kehidupan. Dampak dari terawatnya budaya patriarki ini membuat kaum perempuan menjadi entitas yang sering sekali dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Mitos bahwa perempuan hanya akan kembali ke dapur walau setinggi apapun pendidikan dan karirnya, semakin membuat ruang gerak perempuan menjadi lebih berat dibandingkan laki-laki.


Pesan dari Bung Hatta menjadi barometer bagi kita sebagai rakyat Indonesia untuk mengukur arti kemerdekaan yang sesungguhnya. Terutama bagi para perempuan Indonesia yang masih jauh dari kata merdeka. Kemerdekaan yang seharusnya mampu memberikan kebebasan bagi perempuan untuk menentukan pilihan dirinya sendiri secara utuh dalam lindungan UUD 1945, namun realitas hari ini berkata lain, pasalnya berbagai kasus-kasus diskriminasi, pelecehan, kekerasan seksual, eksploitasi, perkosaan, perdagangan perempuan,pembunuhan dan serta stigma-stigma yang membelenggu kebebasan kaum perempuan di ranah publik  maupun domestik terus saja lestari hingga hari ini.

Berbagai data  dari berbagai sumber maupun Komnas Perempuan perihal kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak terus saja meningkat dari waktu ke waktu, dan semakin diperparah dengan kondisi pandemi hari ini. Hal demikian juga menjadi penguat anggapan bahwa tubuh perempuan hanyalah alat pemuas bagi superioritas kaum laki-laki.

Baru-baru ini terjadi lagi kasus kekerasan seksual yang begitu menguras emosi, amarah, bahkan rasa tidak percaya yang begitu dahsyat. Bagaiamana tidak, seorang perempuan korban kecelakaan harus menerima rasa sakit ganda akibat dari kecelakaan yang dialaminya, dan sekaligus dari prilaku pelaku pemerkosa kepadanya yang dilakukan oleh para predator yang tidak manusiawi, korban yang sedang megalami kecelakaan harus meregang nyawa setelah diperkosa oleh pelaku. Yang seharusnya ia mendapatkan pertolongan pertama dalam kecelakaan, namun malah dinodai oleh nafsu manusia yang tidak bermoral tersebut.

Ditambah lagi dengan berbagai relasi kekuasaan dan kapitalisme dalam menempatkan posisi perempuan demi kepentingan politik maupun bisnis tertentu. Aturan pemerintah yang membuat perempuan tidak boleh begini dan begitu, tayangan televisi yang mengeksploitasi tubuh perempuan dengan standar kecantikan menurut masyarakat, yang pada akhirnya banyak perempuan melakukan berbagai cara untuk bisa mencapai standar tersebut.

Walaupun hari ini sudah banyak kebijakan yang melibatkan peran perempuan di ranah-ranah publik, seperti pendidikan, ekonomi, politik dan sebagainya. Tetap saja regulasi tersebut masih sangat mendiskriminasi peran dan kebebasan perempuan dibandingkan kaum laki-laki yang tiada batas dan melebih peran perempuan. Pemandangan seperti ini menjadi tugas kita bersama untuk benar-benar memberikan kemerdekaan secara utuh kepada semua pihak, terutama perempuan.

Sudah saatnya perempuan juga merasa aman menjalani segala aktivitasnya di dalam maupun di luar rumahnya. Sudah saatnya perempuan merdeka dari berbagai bentuk kekerasan dimanapun ia berada, sudah saatnya perempuan merdeka dengan segala pilihan hidupnya tanpa harus menyudutkannya dengan alasan “kamukan perempuan”, sudah saatnya perempuan merdeka dari berbagai bentuk belenggu stigma yang tidak membuat mereka bertumbuh dan berkembang dengan status keperempuanannya, dan sudah saatnya perempuan merdeka dari semua kungkungan budaya patriarkis negeri ini.

Selamat hari merdeka Republik Indonesiam dan selamat merdeka juga perempuan Indonesia, karena setiap manusia itu pada hakikatnya adalah manusia utuh dengan kediriannya.

Nuraini Zainal

Intoleransi Awal dari Tindakan Radikalisme, Kemudian Terorisme.

Previous article

JAM GADANG

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini