Sumber Foto : Sejuk

Onriza Putra
Duta Damai Sumatera Barat

Setelah sebelumnya kita mencontohkan bentuk-bentuk stereotype berbau rasis dalam percakapan sehari-hari, kali ini kita membahas bagaimana bentuk “penyatuan” etnis-etnis tersebut dengan etnis Minangkabau.

Perjumpaan berbagai etnis merupakan hal yang sangat wajar dan natural di berbagai daerah di Indonesia, seperti misalnya etnis Jawa, Sunda, Madura, Tionghoa, dan lain-lain.

Di Kota Padang, penulis memilih untuk membahas perjumpaan beberapa etnis saja, bukan berarti mengenyampingkan etnis lainnya. Pertimbangan lainnya yaitu, etnis-etnis ini telah bersentuhan langsung dengan masyarakat Minangkabau dalam rentang waktu ratusan tahun. Dan uniknya, kadang adatnya saling berseberangan. Etnis-etnis tersebut adalah etnis Tionghoa, India (Tamil), Batak Mandailing, Nias dan Mentawai.

Sebagai catatan, tulisan ini tidak mengulas proses akulturasi secara kajian mendalam, sosiologis dan bentuk-bentuk ilmiah lainnya.

  1. Festival Bakcang dan Lamang Baluo (Tionghoa-Minang)

Proses akulturasi masyarakat Tionghoa dengan etnis tertentu, sudah sangat banyak yang membahas, karena prosesnya sudah dimulai berabad-abad yang lalu.

Kali ini, kita membahas perjumpaan etnis Tinghoa dan etnis Minangkabau dalam hal makan, yaitu Festival Bakcang dan Lamang Baluo.

Bakcang adalah penganan masyarakat Tionghoa. Sedang Lamang Baluo adalah makanan tradisional asal Minangkabau.

Pada tahun 2019, Pemerintah Kota Padang bekerjasama dengan Kementerian Pariwisata mengadakan Festival Bakcang dan Lamang Baluo di Kawasan Kota Tua, Kota Padang.

Event ini sukses memecahkan rekor MURI kategori pembuatan Bakcang dan Lamang Baluo terbanyak, yaitu masing-masing 10 ribu buah.

Kegiatan ini menjadi ajang penyatuan 2 etnis yang dalam banyak perkiraan orang, memiliki perbedaan yang kontras, terutama dalam berdagang/berbisnis.

Tapi menurut beberapa penelitian, 2 etnis ini memiliki latar belakang sosial budaya yang mirip, yaitu etos berdagang, masyarakat kolektif dan fleksibilitas dalam beradaptasi.

  1. Serak Gulo (India-Minang)

Dalam bahasa Indonesia Serak Gulo berarti menyebar/membagi gula. Tradisi ini adalah milik warga muslim keturunan India yang ada di Kota Padang.

Tradisi ini sudah berjalan 200 tahun lalu sejak etnis India masuk ke pesisir barat Sumatera, tepatnya di Kota Padang.

Gula yang dikumpulkan dari hasil sumbangan masyarakat, dibungkus kecil-kecil dalam kain warna-warni, kemudian dilempar dari atas bangunan Masjid Muhammadan untuk diperebutkan oleh masyarakat yang datang. Selain masyarakat keturunan India, aksi berebut gula ini tentu saja diikuti oleh masyarakat Minangkabau.

  1. Akulturasi Mandailing -Minangkabau di Kabupaten Pasaman, Bahasa, Perkawinan, Politik (Mandailing-Melayu-Minangkabau)

Di Kabupaten Pasaman, akulturasi etnis Batak Mandailing dan etnis Minangkabau sangat erat. Perkawinan antar etnis barangkali menjadi pendorong yang sangat kuat.

Perubahan yang mudah dilihat adalah penggunaan bahasa. Disini, mayoritas masyarakat bisa menggunakan kedua bahasa atau minimal saling memahami antar bahasa.

Secara budaya, proses perkawinan antar etnis melahirkan kesepakatan-kesepakatan baru, misal adat pesta pernikahan, bahasa yang akan dipakai anak-anaknya hingga persoalan hak waris, karena keduanya saling bertolak belakang dalam hal ini. Mandailing menerapkan sistem kekerabatan patrilineal (garis ayah) sementara Minangkabau menggunakan sistem kekerabatan Matrelineal (garis ibu).

Di bidang politik, beberapa kasus memperlihatkan, proses pemilihan kepala daerah melibatkan “pertarungan” kedua etnis ini.

Penulis belum menemukan event yang memperagakan secara khusus kedua etnis ini, tapi dalam upacara-upacara kegiatan, tari pasambahan dan tari tor-tor biasanya disandingkan.

  1. Nias-Minangkabau

Etnis Nias adalah salah satu suku pertama yang menghuni Kota Padang. Namun, perjumpaan adat Nias dan adat Minang cukup sulit, terutama bagi masyarakat Nias.

Dalam salah satu penelitian, ada istilah Hada Nono Niha Wada yang artinya Adat Nias Padang. Hasil penataan ulang adat Nias ini dilakukan untuk menyesuaikan adatnya dengat adat Minangkabau.

Penulis juga sulit menemukan bentuk kegiatan yang saling memperagakan budaya masing-masing.

  1. Mentawai-Minangkabau

Dalam publikasi Prof Nusyirwan, Guru Besar Sosiologi Universitas Andalas berjudul Dua Kebudayaan Yang Berbeda Dalam Satu Provinsi : Minangkabau dan Mentawai, menyatakan secara sosio kultural, Sumatera Barat adalah rumah bagi etnis Minangkabau dan etnis Mentawai.

Sampai sekarang, relasi sosial kedua etnis tidak pernah mengalami krisis ataupun konflik sosial. Kota Padang terbuka untuk etnis manapun, termasuk etnis Mentawai. Pemimpin adat di Mentawai dapat menerima kedatangan masyarakat Minangkabau yang dapat beradaptasi dan berasimililasi di Kepulauan Mentawai.

Faktor yang mendukung adalah proses pembauran sosial yang panjang dan keterbukaan masyarakat Mentawai menerima pendatang.

Walaupun sama-sama mendiami Provinsi Sumatera Barat sejak awal, sepertinya belum ada festival khusus/event khusus yang lebih mengeratkan hubungan kedua etnis.

Selain yang diatas, ada lagi gak?

Onriza Putra

Inikah Generasi Penerus Bangsa Kita?

Previous article

MENGAPA REMAJA SEKARANG BANYAK MENYALAHGUNAKAN NARKOBA?

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Edukasi