Mahasiswa di Indonesia memiliki peran besar dalam menggulingkan pemerintahan Suharto pada 1998 lalu, melalui gelombang demonstrasi yang mendukung demokrasi bergulir dari kampus ke kampus. Tetapi kini, sejumlah kelompok mahasiswa berkeinginan untuk mengganti demokrasi dengan sistem pemerintahan Islam khilafah dan antikeberagaman.

Gerakan yang mendukung sistem pemerintahan Islam khilafah menguat di kampus-kampus pascareformasi yang antara lain dilakukan oleh ormas Hizbut Thahrir Indonesia, HTI, yang berniat mendirikan negara Islam.

Dilansir melalui BBC indonesia pada taun 2016, Salah mahasiswa yaitu Robby Effendy, pengurus HTI di kampus ISI Yokyakarta, yang mengelar kajian rutin yang salah satunya mengkritik demokrasi.

“Kalau masalah demokrasi yang merusak itu bagian dari kajian yang dibahas, jadi secara pikiran sederhananya demokrasi itu suara terbanyak yang diikuti, contohnya ada satu kiai dan ada sepuluh preman. Nah, itu preman yang menang kan, itu yang dikritisi, dari sisi pemerintahan itu kan justru orang-orang buruk yang dominan yang memilih itu, jadilah pimpinan yang buruk,” jelas Robby Effendy.

Robby kemudian menjelaskan bagaimana sistem pemerintahan kekhilafahan di dunia yang diyakininya.

“Kita menganut sistem sejarah nabi yang dulu, jadi ada yang namanya sistem pemerintahan khilafah, jadi sistem pemerintahan Islam. Satu kepemimpinan dunia, satu pusat ini kan memimpin wilayah, jadi setingkat Indonesia itu seperti provinsi jadi kecil dan ditunjuk pimpinan-pimpinan daerah seperti itu,” jelas Robby.

Tetapi Robby membantah bahwa pembentukan khilafah ini menggunakan kekerasan seperti yang dilakukan ISIS, tetapi melalui dakwah.

“Beda, kalau ISIS mengajarkan perjuangan untuk mendirikan khilafah itu harus dengan peran fisik, seperti menculik orang, menembak di mana-mana, dia kanscope-nya kecil Islamic State Syria and Iraq, kita mengikuti nabi, dengan pemikiran itu dengan takaful ummah, caranya sering bikin tabligh akbar, bedah buku, bertemu dengan tokoh-tokoh yang lain, ” jelas dia. Robby mengaku sejumlah aparat keamanan dan PNS ada yang mendukung penegakan sistem khilafah ini.

Tak hanya di ISI, di masjid kampus UGM, BBC Indonesia juga melihat beberapa orang pendukung HTI membagikan selebaran yang berisi ajakan untuk mendukung ide khilafah. Kampanye ini tak hanya terjadi di dalam kampus, tetapi juga di jalanan di Yogyakarta.

Kajian LIPI menyebutkan HTI merupakan bagian dari gerakan Islam transnasional yang menyuburkan paham radikal kalangan pelajar dan mahasiswa, selain Jamaah Tarbiyah (Ikhwanul Muslimin) dan salafi.

“Sebagian besar perguruan tinggi umum, yang telah didominasi oleh Ikhwanul Muslimin dan Islamis lainnya,” jelas Anas Saidi peneliti LIPI.

Anas mengatakan jika pemahaman ini dibiarkan akan menyuburkan sikap intoleran dan bisa menyebabkan disintegrasi bangsa. kemudian Anas mengungkapkan dalam penelitian yang dilakukan pada 2011 di lima universitas di Indonesia UGM, UI, IPB, Unair, Undip menunjukkan peningkatan pemahaman konservatif atau fundamentalisme keagamaan. Kondisi itu juga terjadi di universitas swasta.

Meski pada saat ini HTI telah menjadi organisasi terlarang di Indonesia namun pengaruhnya pada generasi muda dikalangan mahasiswa masih ada. Setidaknya terlihat pada munculnya kelompok-kelompok dengan pakain ke arab-araban. walaupun pakaian bukan salah satu indikator untuk melihat seseorang memiliki sikap radikal atau bukan namun ketika muncul kelompok yang beranggapan jauh lebih penting agama dibandingkan segalanya maka mereka dapat sangat rentan untuk direkrut kembali oleh sisa-sisa HTI tersebut. Makanya kampus sebagai lembaga pendidikan seharusnya lebih memperhatikan gerakan kelompok-kelompok kecil ini.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Mengenal Radikalisme Dalam Islam

    Previous article

    Akar Radikalisme di Indonesia

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Edukasi