By : Ivanium Basmai
Saya lahir di Jakarta, pada 19 mei tahun 2000 dan merupakan anak ke dua dari dua bersaudara.Sejak kecil saya selalu berpindah-pindah tempat tinggal karena kesibukan orang tua saya, untuk menamatkan SD saya harus bersekolah di tiga sekolah yang berbeda yaitu SD 13 solok,SD 03 Jakarta dan SD tanah air 08 Padang, meskipun selalu berpindah-pindah namun untuk hal pendidikan selalu menjadi perioritas utama bagi orang tua saya, pada tahun 2010 ayah Ivan meninggal dunia di Jakarta yang mengakibatkan saya beserta ibu dan kakak saya kembali ke kampung halaman yaitu paninggahan, solok untuk menentap dan melanjutkan pendidikan.
WAIT! Tapi bukan ini poin yang ingin saya bagikan disini, melainkan pengalaman saya yang hidup dengan masyarakat yang berbeda baik berbeda suku,agama,ras dan kepercayaan. Seperti yang saya bilang sebelumnya saya dari kecil selalu berpindah-pindah tempat tinggal sehingga saya memiliki banyak pengalaman dengan masyarakat yang berjenis-jenis saya pernah tinggal di lingkungan yang mayoritas bersuku tionghoa, beragama kristen, katolik dan tidak jarang juga yang bercampur.
Dengan lingkungan yang seperti itu tentunya saya sering menemukan hal-hal yang berbau rasis contohnya saja ketika saya masih duduk dibangku sekolah dasar saya memiliki seorang teman beragama kristen yang bersekolah di sekolah yang mayoritas beragama muslim dan benar saja , sangat mudah ditebak teman saya yang beragama kristen mendapatkan perlakuan yang rasis memang tidak melalui fisik melainkan ujaran kebencian seperti mengatakan kristen makan daging babi dan beberapa kata-kata yang tidak pantas lainya. Saya yang waktu itu sudah terbiasa hidup dan tumbuh dilingkungan yang berbeda merasa sangat aneh dengan fenomena seperti itu saya berfikir emangnya kenapa jika teman saya berbeda mengapa dia harus mendapatkan perlakuan yang tidak sepantasnya tersebut. Itu merupakan pengalaman pertama mengenal rasisme.
Pengalaman saya yang kedua masih terjadi saat saya duduk dibangku sekolah dasar yaitu di pasar di tempat orang tua saya berjualan. Disitu saya memiliki seorang teman bersuku tionghoa dan teman saya yang satu lagi yang juga orang minang. Waktu itu kami sedang bermain-main di dekat tokonya dan mendengarkan lagu berbahasa mandarin dan sontak saya dan teman saya tertawa karena tidak mengetahui arti lagu tersebut tiba-tiba lagunya berganti menjadi lagu indonesia dan teman saya yang bersuku tionghoa tiba-tiba mengatakan bahwa lagu indonesia jelek-jelek tidak ada yang bagus , sontak hal tersebut membuat teman saya yang satu lagi kesal dengan mengatakan bahwa kamu jangan sok cina kamu orang indonesia kamu aja enggak pernah ke cina dan menegaskan bahwa lagu indonesia lebih bagus dari lagu cina dan konflik tersebut berakhir ketika seorang bapak-bapak membentak kami bertiga karena berisik dan disangka mau berkelahi. Itu merupakan pengalaman konflik saya yang kedua yang terjadi karena perbedaan.
Ketika saya masuk sekolah menengah pertama saya tidak menemukan konflik yang signifikan yang terjadi karena perbedaan hal tersebut disebabkan karena saya kembali ke kampung halaman yang mana semuanya beragama muslim dan bersuku minang.
Saya sekolah dari SMP hingga tamat SMA di kampung halaman saya di Solok, setelah tamat SMA saya melanjutkan belajar di perguruan tinggi negeri di kota padang yang membuat saya kembali bertemu dengan perbedaan. Sangat mengejutkan karena pengalaman saya yang berbaur dengan oraang-orang yang memiliki perbedaan sangat berbeda dengan pengalaman ketika saya msih duduk di bangku sekolah dasar, karena di saat inilah saya meraskan indahnya perbedaan.
Saya melihat banyak orang-orang yang berteman tanpa mementingkan perbedaan dan bahkan berpacaran. Saya sendiri memiliki sahabat orang nias beragama kristen yang sekarang menjadi sahabat saya sendiri kami memiliki hubungan persahabatan yang sangat dekat dia sangat mempercayai saya dia sering bercerita dan meminta pendapat ketika dia memiliki masalah dengan keluarga maupun dengan pacarnya begitupun sebaliknya saya sangat mempercayai dia menurut saya dia adalah sahabat yang sangat berharga bagi saya karena dia adalah tempat saya curhat ketika ada masalah dan tempat saya meminta pendapat. Dia selalu bisa memberikan masukan yang sangat membantu saya hal tersebut di dukung oleh jurusan dia yaitu jurusan psikologi yang mana hal tersebut mendukungnya memberikan nasehat tidak hanya dari pendapat sembarngan yang keluar dari pikiranya melainkan dari segi ilmu psikologi.
Hal ini membuat saya sadar bahwa pengalaman rasisme yang saya alami ketika saya berada di masa kanak-kanak karena ketidaktahuan dan pikiran anak-anak yang masih labil yang belom bisa membedakan mana yang baik dan mana yang benar.
Cakupan pergaulan saya dengan teman-teman yang memiliki perbedaan menjadi semakin luas yaitu ketika saya bergabung dengan organisasi yang sangat luar biasa yang memiliki tujuan untuk menyebarkan narasi perdamaian dan mencegah radikalisme yang bernama Duta Damai Dunia Maya Regional Sumatra Barat melalui organisasi ini saya bisa bertemu dan memiliki sahabat yang memiliki perbedaan baik segi agama,suku, budaya dan ras. Disitu saya bisa mendengarkan cerita-cerita mereka yang berkaitan dengan perbedaan begitupun sebaliknya saya juga bisa berbagi cerita dengan mereka dan karena organisasi inilah membuat saya semakin sadar indahnya perbedaan dan pentingnya menjaga perdamaian serta mencegah dan melawan narasi-narasi radikalisme menggunakan narasi-narasi perdamaian yang artinya melawan semuakeburukan dengan kebaikan.
“Perbedaan jika berada di orang yang salah akan menyebabkan perpecahan , namun jika berada di orang bijak maka akan memaknainya sebagai anugrah tuhan yang sangat indah yang harus di jaga”.Ivanium Basmai
Ivanium Basmai, lahir di Jakarta, pada 19 mei 2000 dan merupakan anak ke dua dari dua bersaudara. Kuliah di Universitas Negeri Padang jurusan Bahasa dan Sastra Inggris,
Comments