Perbedaan agama menjadi salah satu hal yang paling rentan untuk dijadikan sebagai alat untuk mengoyak kerukunan dan persatuan bangsa. Atas nama agama dan demi membela agama seseorang siap untuk berperang hingga nyawa taruhannya, hal tersebut jika tidak di berikan pemahaman yang benar tentang keberagaman agama yang ada di Indonesia menyebabkan mudahnya terjadi gesekkan atau umat beragama.

Menyadari hal tersebut, Kementerian Agama Republik Indonesia gencar mengkampanyekan gerakan Moderasi Beragama demi terciptanya kerukunan antar umat beragama. Dalam hal ini menteri agama di bantu oleh aparatus sipil negara yang bersinggungan langsung dengan masyarakat, seperti halnya guru, penyuluh, hingga pembimas tentunya diberi tanggung jawab yang besar untuk mengkampanyekan gerakan Moderasi Beragama.

Ditahun 2022 ini hampir semua momentum perayaan hari besar keagamaan mengangkat tema yang berhubungan dengan moderasi beragama. Baru-baru ini umat Buddha merayakan Hari Raya Waisak yang dilaksanakan secara nasional di Candi Suci Borobudur, Magelang Jawa Tengah, Kementrian Agama melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha mengambil tema “Moderasi Beragama Membangun Kedamaian”.

Setelah dua tahun lalu tidak melaksanakan kegiatan serupa karena terkendala mewabahnya Virus Covid-19, kini umat Buddha bisa kembali bersuka cita untuk merayakan hari kelahiran Buddha. Suka cita tersebut menjadi semakin lengkap manakala perayaan Hari Raya Waisak Nasional ini di hadiri oleh para pejabat negara seperti;

  1. Menteri Agama RI, Bapak Yaqut Cholil Qoumas,
  2. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Bapak Sandiaga Uno,
  3. Materi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu Bintang Puspayoga,
  4. Gubernur Jawa Tengah, Bapak Ganjar Pranowo. Dan masih banyak lagi pejabat publik lainnya yang hadir, disamping umat Buddha sendiri tentunya.

Dalam sambutannya, Bapak Ganjar menegaskan bahwa Candi Borobudur tidak hanya sekadar destinasi wisata. Candi terbesar di dunia itu menurutnya adalah pusat energi yang bisa menarik ratusan juta umat Buddha dari seluruh penjuru dunia.

Beliau bahkan mengatakan merasa bergetar, saat membayangkan umat Buddha berjalan dari sisi timur candi lalu perlahan menghadap ke Borobudur. Begitu sampai di pelataran, sebuah pemandangan langsung didapat, bagaimana Kamadhatu tertata sedemikian rupa, lalu berlanjut menyaksikan sebuah kesadaran pada Rupadhatu dan berpuncak di Arupadhatu.

“Proses pencerahan jiwa itulah yang berulang kali meyakinkan saya untuk mengatakan, Candi Borobudur harus dibuka seluas-luasnya untuk ibadah umat Buddha dari seluruh penjuru dunia,” katanya, disambut tepuk tangan riuh dari semua undangan.

Hal tersebut memang tidak bisa dipungkiri bahwa Candi Borobudur merupakan magnet bagi para wisatawan. Untuk itu, kawasan Candi Borobudur terus dikembangkan sedemikian rupa dan dijadikan destinasi wisata super prioritas.

“Tak hanya di dalam kompleks candi saja, pengembangan komplek luar seperti keberadaan desa-desa wisata, paket-paket wisata sampai beragam atraksi dan juga infrastrukturnya juga kita garap, dan sekarang sudah mulai dirasakan dampaknya oleh masyarakat,” imbuhnya.

Dalam kesempatan tersebut, bapak gubernur menyerukan pentingnya persatuan dan kesatuan serta menjaga kedamaian. Menurutnya, sudah ratusan bahkan ribuan tahun lalu, para leluhur sudah mempraktikkan itu. Mereka meninggalkan warisan, bernama Bhineka Tunggal Ika.

Gubernur Jawa Tengah ini juga menerangkan, sejak ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu, spirit hidup damai dalam keberagaman telah menjadi ciri khas leluhur bangsa Indonesia. Berdirinya bermacam candi dalam satu masa, dengan beberapa latar keagamaan jadi bukti nyata. Candi Mendut, Candi Borobudur, Candi Sewu, Candi Prambanan, Candi Plaosan, Candi Kalasan serta puluhan candi yang lainnya.

“Jika leluhur kita saja hidup damai dalam keberagaman, alasan apa yang membuat kita untuk saling bertikai dan memperdebat perbedaan? Tidak, bapak ibu, tidak. Kita tidak akan pernah mewariskan permusuhan apalagi perpecahan. Karena Negara Kesatuan Republik Indonesia harus kita pertahankan seribu windu bahkan selamanya,” tegasnya, disambut tepuk tangan tamu undangan.

Bapak Ganjar juga mengutip pesan Bhante Sri Pannavaro Mahathera, bahwa cinta kasih dan kepedulian sosial adalah perekat keutuhan bangsa dan wujud nyata Bhinneka Tunggal Ika. Penyatuan metta (cinta kasih) dan karuna (kasih sayang) itulah lanjut Ganjar yang bakal menyempurnakan laku sebagai manusia.

“Selamat merayakan Hari Raya Trisuci Waisak 2566 Buddhist Era. Tetaplah mengaktualisasi ajaran luhur Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari, menuju pencerahan sempurna tiada batasnya,” pungkasnya.

Akhir kata, para leluhur bangsa bahkan para pejuang kemerdekaan Indonesia telah menunjukkan dan memberi contoh indahnya persatuan dalam perbedaan, sudah sepantasnya kita sebagai generasi penerus untuk menjaga dan merawat kerukunan antar umat beragama.

Suyadi

NII Yang Selalu Menghantui Indonesia

Previous article

Yuk Ambil Sisi Positif Dari Ponsel

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini