Baru-baru ini, Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan (Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat) Kementerian Agama baru saja merilis indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB 2019).

Sumatera Barat termasuk provinsi dengan skor dibawah rata-rata nasional yaitu 73.83. Skor indek KUB tersebut menempatkan Sumatera Barat dua terbawah, dengan skor 64.4.

Untuk merespon dan mendapatkan tanggapan lebih lanjut terkait rilis tersebut, Duta Damai Dunia Maya Regional Sumatera Barat melakukan diskusi singkat dengan Prof. Dr. Duski Samad, M. Ag.

Ditemui di kantor Pascasarjana UIN Iman Bonjol, Duski Samad memberikan penekanan khusus pada metode survei yang dilakukan kemenag. “perlu dipertanyakan metode survei yang dilakukan, kenapa skor toleransi di Sumatera Barat rendah. Padahal kehidupan beragama disini rukun-rukun saja” ujarnya.

Menurutnya, mengukur toleransi tidak bisa dengan menggunakan alat ukur skor/angka, karena ini akan menghasilkan data yang bias. ” Toleransi melibatkan perasaan, jadi metode yang cocok adalah wawancara mendalam, jika perlu harus melibatkan antroprolog” tandasnya.

Duski Samad menilai, kultur sosial masyarakat Sumatera Barat termasuk kedalam masyarakat yang mempunyai nilai toleransi tinggi. Hampir tidak ada kerusuhan yang disebabkan perbedaan agama di Sumatera Barat.

Dalam tulisannya ” Sumbar Rendah Toleransi, Fakta atau Sentimen, Duski Samad menyatakan mengukur toleransi semestinya berpatokan kepada Mukti Ali (Mantan Menteri Agama). Mukti Ali secara akademik memperkenalkan Tri Kurukunan dan menegaskan bahwa kerukunan beragama itu artinya adalah agree and disagreemen, setuju dalam perbedaan, yang pada prinsip nya menghargai keberbedaan. Kerukunan tidak menghapus perbedaan. Toleransi itu jelas menghargai pada hak privat dan mengatur hak publik. Survey yang dilakukan saat ini sering mengajukan pertanyaan yang tidak menghargai perbedaan, justru meminta masyarakat mengakui iman yang berbeda.

Duski Samad memnegaska bahwa masyarakat Sumatera Barat yang mayoritas etnis Minang beragama Islam adalah masyarakat yang tinggi tingkat toleransinya. Etnis dan agama selain Islam nyaman dan rukun hidup berdampingan dengan penduduk lokal. Catatan konflik yang dipicu agama terbatas sekali. Etnis Minang adalah suku bangsa yang adaptasinya mudah di pelosok negeri ini, bahkan mancanegara.

Onriza Putra

Habib Ali Al Jufri: Ekstremis Menjadi Musuh Semua Agama

Previous article

Terkait Rilis Indeks KUB 2019, Beberapa Daerah Membantah

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Berita