Baru – Baru ini Presiden Jokowi, dalam sambutan RAPIM TNI-Polri, pada Selasa 1Maret 2022. Beliau menyampaikan secara tegas untuk selalu waspada dan jangan asal mengundang penceramah yang ternyata radikal. Karena, ketika hal demikian dianggap sepele maka efeknya justru akan sangat besar. Sebab, penyebaran virus ideologi radikal-intoleran selalu begitu di anggap sepele namun menyimpan bom yang siap meledak kapan saja. Seperti mendoktrin lewat pengajian-pengajian kecil, hingga paham yang semacam itu terus mewabah.

Sketsa

Perihal ketegasan Presiden Jokowi akan pentingnya waspada dan jangan mengundang penceramah yang radikal itu bukan bentuk kebencian terhadap Islam atau Islamophobia. Padahal, anti terhadap kelompok atau penceramah radikal, semata-mata demi menjaga agama itu sendiri agar tidak mudah dimanfaatkan oleh mereka para (manipulator).

Ada beberapa karakter atau kriteria yang sejatinya perlu kita jadikan referensi perihal penceramah radikal itu. Sebab, radikal atau makna lain dari penceramah keras itu bukan diartikan sebagai penceramah yang tegas. Sebab, ada sekitar lima konteks atau kriteria yang dimaksud sebagai penceramah radikal dan perlu kita waspadai.

Pertama, condong membawa ajaran agama yang mudah mengkafir-kafirkan agama lain. Tentu, ini sebagai karakter atau ciri-ciri yang paling lumrah untuk kita kenali. Yaitu penceramah yang condong anti perbedaan dan menganggap perbedaan itu bukan saudara, tetapi sebagai musuh. Karena, penceramah-penceramah yang memiliki cara pandang yang semacam ini, tentu memiliki basis keagamaan yang dibangun untuk menegasi keragaman yang ada.

Kedua, di setiap ceramahnya selalu membawa basis keagamaan yang mengarah ke dalam pembentukan politik identitas. Seperti halnya, penceramah yang radikal itu biasanya membawa semacam formulasi Islam. Lalu dikaitkan dengan basis negara. Lalu diangkat-lah kisah-kisah kejayaan dan kekuatan umat Islam terdahulu. Sebagai basis provokasi untuk meracuni mereka yang mendengarkan ceramahnya.

Sehingga, langkah selanjutnya biasanya akan dibawa ke dalam narasi pentingnya menegakkan negara Islam, khilafah syariat Islam di negeri ini. Dengan harapan bisa membangun kesejahteraan dan janji-janji lainnya. Lalu, dengan mudahnya menjelek-jelekkan sistem kenegaraan dan sistem pemerintahan yang ada saat ini.

Sketsa

Ketiga, karakteristik penceramah yang radikal, bisanya selalu melihat sesuatu yang dianggap tidak sesuai dengan syariat-Nya dianggap haram dan perlu dimusnahkan. Seperti halnya akan mengarah ke dalam ideologi Pancasila yang dianggap tidak sesuai dengan syariat Islam. Demokrasi yang dianggap bukan syariat Islam. Bahwa, semua pranata etis yang ada di negeri ini dianggap haram, seperti kebudayaan dan tradisi masyarakat Nusantara yang sebetulnya sangat tidak bertentangan dengan syariat Islam itu.

Keempat, corak atau karakteristik penceramah yang radikal bisanya selalu berupaya dengan narasi ceramah agamanya ingin menghancurkan tatanan ini. Dalam maksud, mereka berupaya untuk mengajak umat atau masyarakat agar membangkang terhadap segala aturan. Karena dianggap bukan aturan dari hukum Tuhan dan lain sebagainya. Seperti di era pandemi ini banyak orang melanggar protokol kesehatan dengan alasan tidak sesuai dengan aturan agama dalam beribadah.

Sketsa

Kelima, ciri penceramah yang terakhir adalah mereka yang selalu (meresahkan) di setiap isi ceramahnya. Karena, hampir semua isi ceramahnya mengandung hasutan, fitnah, provokasi dan penuh dengan kebencian. Sehingga yang mendengarkan bukan justru semakin tenang, melainkan semakin gundah. Pun, jika ada yang terpengaruh bisanya akan semakin terkontaminasi di setiap isi ceramah yang disampaikan itu.          

Oleh karena itulah, dari 5 ciri atau karakter penceramah tersebut harus selalu diwaspadai. Sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi untuk tidak mengundang penceramah radikal. Dapat di artikan secara lugas bahwa presiden Jokowi menginginkan aparat penegak hukum dan pelindung negara yaitu TNI-Polri menjadi lembaga pertama yang mampu memilah dan memilih pembuka agama secara baik.

Sementara itu pesan untuk masyarakat umum yang telah mendengar pidato presiden tersebut yang viral di berbagai media mengisyaratkan bahwa pemerintah bukan islamophobia. Namun pemerintah menginginkan Islamophobia yang sedang merebak di belahan dunia lain tidak sampai di tanah air. Pemerintah mengingatkan masyarakat untuk selalu menjaga marwah dan kehormatan agama Islam itu sendiri dengan lebih selektif dalam memilih penceramah agama.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Apa Itu Kejahatan Perang?

    Previous article

    Menjawab Anggapan Blunder Ciri Penceramah Radikal

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Edukasi