Onriza Putra : Duta Damai Regional Sumbar
Sumber Foto : DetikNews
Mungkin banyak yang belum mengenal Kalis Mardi Asih, atau bahkan tidak pernah mendengar namanya. Tapi di kalangan aktivis toleransi, pegiat literasi islam hingga kaum femenisme, kiprahnya sudah tidak diragukan lagi. Dalam berbagai tulisan, buku hingga talkshow yang diikutinya, Kalis Mardi Asih konsisten memperjuangkan ide – idenya tentang toleransi dan posisi perempuan (sebenarnya) dalam islam.
Perempuan Blora kelahiran 1992 ini adalah penulis kreatif dan kolumnis di beberapa media digital. Alumni Pendidikan Bahasa Inggris ini juga telah menulis buku yang berjudul Berislam Seperti Kanak- Kanak (Yayasan Islam Cinta, 2018), Muslimah Yang Diperdebatkan (Buku Mojok, 2019) dan Hijrah Jangan Jauh Jauh, Nanti Nyasar ! (Buku Mojok, 2019).
Pada tahun 2018, Kalis sempat mengikuti Islam dan Gender Equality and Justice : South East Asia Regional Course yang diadakan oleh Sister in Islam and Musawah.
Selain itu, Kalis aktif di Jaringan Nasional Gusdurian dalam memetakan kondisi, menganalisis tantangan, memfasilitasi pelatihan literasi dan memproduksi konten kampanye Indonesia Rumah Bersama dalam merespon eskalasi ujaran kebencian di internet/media digital.
Dalam menyampaikan ide dalam tulisan, Kalis cenderung menggunakan bahasa satir dan sarkasme, namun tetap renyah untuk dibaca. Dalam tulisannya di situs Mojok.co yang berjudul Sebuah Curhat Untuk Girlband Jilbab Syar’i, Kalis menyindir fenomena – fenomena berjilbab kekinian. Menurutnya, fenomena berjilbab telah dikapitalisasi untuk kepentingan bisnis. Kalis mencontohkan dengan maraknya artis – artis yang mengaku hijrah mulai menggunakan jilbab – jilbab syar’ i dan menawarkan produk – produk syariah.
Kalis mengkritik bahwa hijrah tidak hanya dan satu – satunya dengan menggunakan jilbab syar’i. Kekesalannya juga diperpanjang dengan komersialisasi “label syariah/halal” pada produk – produk yang diiklankan. Kalis mencontohkan klaim Zoya bahwa produk jilbabnya halal dan bersertifikasi MUI (Kasus 2016 : Zoya sudah mengklarifikasi dan minta maaf). Untuk memuluskan penjualan produk jilbabnya, Zoya menggaet Laudya Cynthia Bella dan menggunkan tagline ” Yakin Hijab yang kita gunakan halal?.
Dalam merespon corak beragama masyarakat Indonesia yang saat ini gampang mengkafir-kafirkan dan bergerak ke arah ekslusif, Kalis menawarkan sekaligus menggambarkan cara berislam saat masih kanak- kanak. Menurutnya, pada masa kanak – kanak, agama tumbuh sebagai kegembiraan. Sebagian besar kita menjalani kehidupan Islam dalam realitas keberagaman, geografis dan sosial budaya. Pada saat itu, kita tidak memikirkan latar belakang agama dan suku teman atau orang lain. Kita hanya diajarkan untuk berkawan dan menolong dalam kebaikan.
Kalis sangat menyayangkan saat ini anak – anak diajarkan untuk membenci yang berbeda darinya, terutama agama dan mulai mengkafir – kafirkan.
Pada kegiatan Talkahow Literasi Toleransi : Muslimah Yang Diperdebatkan dan Peradaban Sarung di Kota Malang, Kalis menyebutkan ada tiga tantangan yang cukup urgen di kalangan perempuan muslimah yaitu : Tradisi masa lalu (yang melarang/menghambat kegiatan perempuan dengan alasan halal/haram), tafsir agama dan kapitalisme. Menurutnya, muslimah saat ini ditargetkan sebagai pasar produk – produk yang ditempeli label syar’i.
Dalam Buku Hijrah Jangan Jauh – Jauh, Nanti Nyasar ! Kalis menyindir fenomena hijrah yang dianggapnya kebablasan. Secara sarkas, Kalis menolak anggapan kalau suatu bencana terjadi diakibatkan oleh masyarakat yang gemar melakukan maksiat. Menurutnya pernyataan itu tidak dilandasi alasan ilmiah dan ilmu yang logis. Padahal Islam mengajarkan untuk mencari dan belajar ilmu pengetahuan.
Dalam memandang munculnya santri santri online yang hanya belajar melalui media digital, Kalis menyarankan agar tidak terperosok kepada Ustad – Ustad instan dan mudah mengkafirkan orang lain.
Selain itu, dia juga menyorot beredarnya broadcast broadcast di media sosial yang isinya melarang ini – itu yang berpotensi haram, karena ketidak jelasan sumber dan belum teruji secara keilmuan.
Menurutnya esensi beragama adalah membawa kebaikan, jauh dari kekerasan dan menghakimi orang lain. Sampai saat ini, perempuan yang baru menikah akhir tahun 2019 tersebut konsisten menyuarakan toleransi beragama dan melawan stigmanisasi perempuan muslimah dalam derasnya arus konservatisme.
Comments