Onriza Putra- Duta Damai Regional Sumatera Barat

Lahir dengan nama RM (Raden Mas) Soewardi Soerjaningrat lahir pada tanggal 2 Mei 1889 (mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara sesudah pembuangan di Belanda), masa mudanya berprofesi di dunia jurnalisme dan berkiprah di beberapa surat kabar seperti Sediotomo, Midden Java, De Expres, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahja Timoer dan Poesara yang sebagian besar melontarkan kritik sosial politik kepada pemerintah kolonial.

Gagal menamatkan pendidikan di STOVIA karena sakit-sakitan, Ki Hajar Dewantara belajar sebagai analis pada laboratorium Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas dan menjadi pembantu apoteker di Apotik Rathkamp, Malioboro Yogyakarta pada 1911 sambil menjadi jurnalis pada surat kabar Sedyomo (bahasa jawa) dan Midden Java (bahasa Belanda).

Tahun 1912, Ki Hajar Dewantara dipanggil Douwes Dekker ke Bandung untuk bersama-sama mengasuh surat kabar Harian “De Express”. Ki Hajar Dewantara juga menjadi Anggota Redaksi Harian “Kaoem Muda” Bandung, “Oetoesan Hindia”Surabaya dan “Tjahaja Timoer” Malang.

Dalam karangannya yang monumental “als ik een Nederlander was” (seandaianya aku seorang belanda), Ki Hajar Dewantara mengkritik pemerintah kolonial yang akan menyelenggarakan 100 tahun Belanda lepas dari penjajahan Perancis dengan membebankan biaya acara tersebut kepada masyarakat bumiputra dan menarik berbagai pajak. Karangan yang terbit di Harian De Xpress tersebut akhirnya membuat Ki Hajar Dewantara, Douwes Deker serta Cipto Mangunkusumo dikenakan exorbitante rechten, ditangkap pada 18 Agustus dan diasingkan ke Belanda tanggal 6 September 1913.

Tulisan Ki Hajar Dewantara tersebut membuat kehebohan yang luar biasa dan dianggap menghasut, menggangu keamanan dan ketentraman masyarakat. Berikut sebagaian isi tulisan tersebut “ Kita haroes mempoenyai kekoeatan dan kepribadian dalam menghadapi perdjoeangan nasional ini. Djika tidak, maka selamanja saoedara-saoedara akan tetap menjadi boedak! Lepaskan diri dari perboedakan ini!”.

Tulisan yang dianggap menghina Sri Ratu Wihelmina membuat siatuasi politik semakin memanas. Pada Juli 1913 Ki Hajar Dewantara menerbitkan tulisan yang berjudul “Een voor allen, mar ook allen voor een” (satu untuk semua, tetapi juga semua untuk satu) yang berisi penegasan bahwa tulisan sebelumnya adalah refleksi pemikirannya. Ki Hajar Dewantara yakin bahwa semua penduduk bumiputra memiliki perasaan dan pemikiran yang sama dengan dirinya.

Selama masa pembuangan di Belanda, Ki Hajar Dewantara sempat mendirikan Indonesisch Pers Bureau di Den Hag dengan bekal pinjaman uang sebesar f 500 dari H. Van Kol (seorang Belanda yang pernah bekerja di Departemen Pekerjaan Umum di Jawa) dan akan dikembalikan dengan cara diangsur.

Kepiawaian Ki Hajar Dewantara dalam menulis membuat Nederlandch Zuid-Afrikaansch Pers Bureau (Biro Pers Afrika Selatan di Belanda) menawarinya untuk bekerja di sana. Majalah Oost en West juga memintanya untuk menulis dimajalah tersebut. Tulisan-tulisan Ki Hajar Dewantara membuat banyak kalangan pemuda bumiputra mulai tertarik dan memperkokoh semangat kebangsaan mereka.

Saat bergabung dengan Indische Vereeniging, Ki Hajar Dewatara diminta untuk menangani majalah yang Hindia Poetra dan diangkat menjadi ketua redaksi. Dalam kegiatannya, Hindia Poetra tetap membangun jaringan dengan Koran-koran di Hindia Belanda seperti surat kabar Oetoesan Hindia, Medan Boediman dan Koran-koran lainnya. Beberapa waktu kemudian, majalah Hindia Poetra diganti menjadi Indonesia Merdeka.

Salah satu majalah Taman Siswa, Poesara pernah menerbitkan artikel Ki Hajar Dewantara yang berjudul “Kembali ke ladang”, yang menggambarkan hubungan Taman Siswa dengan pergerakan politik “ Taman Siswa dan selanjutnya juga dalam setiap karya sosial, ladang atau sawah tempat orang menanam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, pergerakan politik nasional menjadi pagar, pagar untuk melindungi ladang agar tanaman di ladang tidak diganggu oleh hewan liar atau dicuri oleh orang asing”.

Ki Hajar Dewantara yang awalnya seorang penentang kolonialisme lewat jalan politik, di masa pembuangan mengambil jalan menjadi seorang penulis dan akhirnya menjadi seorang pendidik. Ki Hajar Dewantara adalah sosok seorang jurnalis, politikus, pendidik dan pemimpin rakyat. Melalui tulisan-tulisannya, Ki Hajar Dewantara mengkritik dan mengobarkan semangat perlawanan kepada pemerintah kolonial. Dari berbagai tulisannya di surat kabar dan majalah, Ki Hajar Dewantara menggambarkan gagasan dan konsepsinya yang menggandung semangat perjuangan.

Melalui tulisan, Ki Hajar Dewantara mencerminkan keberanian, ketajaman pikiran dan kejeliannya melihat kekuatan media massa sebagai jalan untuk membentuk opini publik. Dengan pena, Ki Hajar Dewantara mengkampanyekan gagasan-gagasannya mengenai kemerdekaan dan kritikannya terhadap kolonialisme.

Sumber :

Gagasan Ki Hajar Dewantara Di Bidang Politik (Suhartono Wiryopranoto)

Rawe-Rawe Rantas Malang-Malang Putung : Jejak Soewardi Soerjaningrat Hingga Pembuangan (Djoko Marihandono)

Tiga Serangkai Dalam Pergerakan Nasional (Prof. Dr. Nina Herlina, MS)

Ki Hajar Dewantara : Pemikiran dan Perjuangannya (Museum Kebangkitan Nasional, 2017)

Onriza Putra

Boy Rafli Amar, Kepala BNPT yang Baru

Previous article

Secercah Harapan Dari Sumatera Barat

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini