Pelita, ya penulis kali ini ingin berbagi filosofi tentang pelita, Tulisan ini bukan dilatar belakangi oleh adanya Pelita Air anak perusahaan Pertamina yang di gadang-gadang akan menggantikan Pesawat Garuda Indonesia, juga bukan untuk mengkritisi yayasan, kelompok, organisasi, dan sejenisnya. Tetapi, melihat pelita sebagai pelita itu sendiri.

Pelita sering kita temukan di rumah ibadah umat Katolik, Kristen, Buddha, Hindu, maupun Konghucu, yang kebanyakan orang menyebutnya sebagai rumah tuhan. Pelita biasanya berbahan baku minyak khusus pelita atau bisa diganti dengan minyak goreng yang kemudian di pasang sumbu berpelampung.

Banyak orang yang kurang paham tentang makna simbolik dari pelita, banyak yang beranggapan bahwa pelita hanya sebagai pelengkap sarana peribadatan ataupun alat untuk mempermudah membakar dupa. Sebagian besar orang juga hanya mengetahui bahwa pelita menjadi simbol dari penerangan dari kegelapan, tetapi hanya sedikit orang yang tahu bahwa pelita juga simbol dari pengorbanan.

Belajar dari pelita, hendaknya seseorang bisa menjadi penerang dalam kegelapan, sebagaian besar orang takut akan gelap, terlebih lagi anak-anak, bahkan banyak orang dewasa yang juga takut di tepat gelap lantaran dari kecil di takut-takuti ada hantu di tempat yang gelap. Menjadi penerang disini dimaksudkan bahwa kita sebagai manusia hendaknya bisa membawa kedamaian, keamanan, dan kenyamanan bagi orang lain, selain itu menjadi penerang adalah menjadi pemandu untuk menuju jalan yang benar bagi mereka yang berada di jalan yang salah.

Seseorang hendaknya rela berkorban baik harta, tenaga, bahkan jiwa dan raga untuk meringankan beban penderitaan orang lainnya, dan saat itu terjadi pelita tidak menjadi lebih terang ataupun lebih redup karena pelita tetaplah pelita akan terus membakar diri hingga akhirnya mati. Ya, cepat atau lambat pelita akan mati, mati karena minyak pelita habis atau karena hembusan angin.

Pelita juga harus dijaga dengan baik, selain untuk menjaga apinya tetap menyala juga agar tidak membakar benda yang ada di sekitarnya, alih-alih memberi penerangan justru menimbulkan masalah, bayangkan jika pelita tersebut membakar rumah ibadah itu sendiri, terlebih lagi di beberapa tempat di Indonesia susah mendapatkan izin pendirian rumah ibadah untuk rumah tuhan yang menggunakan nyala pelita.

“Duhai guru yang memiliki kesempurnaan moralitas, terimalah persembahan pelita ini, yang di haturkan dengan kerendahan hati sebagai simbol ajaranmu yang menerangi batin kami” demikianlah ungkapan yang di sampaikan saat meletakkan atau menyalakan pelita.

Dari ungkapan tersebut jelas menunjukkan bahwa pelita sebagai simbol ajaran kebenaran yang menerangi batin, karena disadari atau tidak batin manusia diliputi oleh kegelapan yang bersumber dari kebencian, keserakahan, ketidaktahuan, iri hati, dan dendam. Hanya dengan mengetahui dan melaksanakan kebenaran murni yang di simbolkan dengan pelita maka seseorang akan menuju pada tindakan benar yang mengarah kepada kebajikan.

Akhir kata penulis sampaikan, jadilah pelita bagi diri mu sendiri, karena seperti apapun pelita yang lain mencoba menerangi tidak akan dapat membersihkan kekotoran batin mu.

Suyadi

Ini 16 Kampus Terbaik Di Indonesia, Satu dari Sumbar

Previous article

Ketika Umat Buddha Berpuasa

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini