Islamofobia adalah istilah kontroversial yang merujuk pada  prasangka,  diskriminasi,  ketakutan dan kebencian terhadap Islam dan  Muslim. Istilah ini sudah ada sejak tahun 1980-an, tetapi menjadi lebih populer setelah peristiwa Serangan 11 September 2001. 

Pada tahun 1997, Runnymede Trust dari Inggris mendefinisikan islamofobia sebagai “rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan oleh karena itu juga pada semua Muslim,” dinyatakan bahwa hal tersebut juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap Muslim dengan memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan masyarakat serta kebangsaan.

Di dalamnya juga ada persepsi bahwa Islam tidak mempunyai norma sosial yang sesuai dengan budaya lain, lebih rendah dibanding budaya Barat dan lebih berupa ideologi politik yang bengis daripada berupa suatu agama. 

Langkah-langkah telah diambil untuk peresmian istilah ini dalam bulan Januari 2001 di Stockholm International Forum on Combating Intolerance. Di sana islamofobia dikenal sebagai bentuk intoleransi keberagamaan  seperti  xenofobia dan  antisemitisme. Berbagai sumber telah mensugestikan adanya kecenderungan peningkatan dalam islamofobia, sebagian diakibatkan serangan 11 September 2001.

Sementara yang lainnya berhubungan dengan semakin banyaknya Muslim di dunia Barat. Pada bulan Mei 2002, European Monitoring Centre on Racism and Xenophobia (EUMC) mengeluarkan laporan berjudul “Summary report on Islamophobia in the EU after 11 September 2001”, yang menggambarkan peningkatan islamofobia di Eropa setelah tanggal 11 September.

Para penyanggah mengkritik konsep itu, diduga ada penyalahgunaan saat menggali kritik terhadap Islam yang sah, dan menyebutnya sebagai “mitos”. Penulis novel bernama Salman Rushdie dan teman-temannya menandatangani manifesto berjudul “Together facing the new totalitarianism” di bulan Maret 2006 menyebut islamofobia adalah “konsep buruk yang mencampurkan kritik terhadap Islam sebagai agama dengan stigmatisasi terhadap para penganutnya.”

Dalam pandangan wacana kritis, penolakan keanggotan Turki dalam Uni Eropa dipengaruhi oleh menyebarnya islamofobia di pikiran masyarakat Eropa. Selain itu, masyarakat Eropa secara umum belum menerima komunitas muslim secara menyeluruh. Pandangan wacana kritis mengaitkan persoalan agama sebagai penyebab penolakan Turki dalam keanggotaan Uni Eropa. Penolakan ini juga dipengaruhi oleh perbedaan sejarah negara anggota Uni Eropa dengan sejarah Turki. Selain itu, hegemonikekristenan dan hegemoni gereja di Eropa dan hegemoni demokrasi liberal menjadi faktor yang membuat Turki belum dapat diterima sebagai anggota Uni Eropa.

Lalu bagaimana di Indonesia?

Islamophobia merupakan istilah yang sudah terjadi sejak zaman Rasulullah ketika beliau berdakwah dan banyak para kaum kafir Quraisy menentang ajaran Islam. Namun, istilah Islamophobia mulai populer sejak peristiwa 9/11 di Amerika Serikat yang dilakukan oleh orang beridentitas muslim. Belakangan ini, istilah Islamophobia ramai diperbincangkan di media sosial seperti Twitter, Instagram dan TikTok. Hal tersebut lantaran banyaknya komentar dan konten bernuansa Islam, yang justru mendapat banyak tanggappan negatif lantaran dianggap tidak sesuai dengan nilai humanisme yang ada.

Dosen Sejarah Peradaban Islam (SPI) Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), Johan Wahyudi, M. Hum mengatakan, Islamophobia merupakan suatu perasaan ketakutan terhadap Islam sebagai agama doktrin dan peradaban. Gejala Islamophobia di Indonesia berkembang subur karena berbagai alasan.

“Namun, umumnya didominasi oleh wacana politik identitas. Hal tersebut karena Indonesia merupakan negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, maka segala bentuk gagasan dan pemberitaan yang menyangkut tentangnya akan menjadi perbincangan,” tutur Johan, pada dalam website Syarif Hidayatullah Jakarta.

Kemudian istilah islamophobia kembali diperbincangkan lagi setelah politikus Fadli Zon menyerang densus lewat Tweetnya. Dengan mengusung istilah islamophobia didalamnya. Tentunya hal ini menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat terutama masyarakat yang mengikuti perkembangan politik di Indonesia.

Pada akhirnya munculnya benang merah dari penyebab islamophobia ini baik di Indonesia maupun di dunia. Islamophobia muncul dari tindak tanduk umat Islam yang menggunakan agama dalam kegiatan yang tidak berbau agama yang menyebabkan masalah karena tindakan tersebut.

Di Amerika kembali muncul islamophobia disebabkan oleh bom 11 September, di Indonesia islamophobia muncul salah satunya adalah karena aksi bom bunuh diri di berbagai daerah di Indonesia yang dilakukan oleh kelompok teroris. Kebetulan sekali para teroris tersebut menggunakan agama Islam sebagai tameng mereka. Ajaran Islam yang sedikit dan tidak lengkap dijadikan dasar mereka untuk melakukan bom bunuh diri.

Islamophobia adalah suatu hal yang tidak bisa dihindarkan siapapun dan dimanapun anda berada. Selama penganut Islam tidak menunjukkan citra yang baik tentang Islam, selama masih banyak penganut Islam yang suka mencaci maki penganut lain di media sosial, selama Islam dipakai untuk sarana berpolitik praktis, dan selama tidak ada orang Islam yang peduli untuk mengingatkan saudara Se iman mereka.

Islamophobia akan semakin cepat menyebar, dia akan menjadi monster yang akan memakan agama Islam itu sendiri. Bukan agama Islamnya yang salah namun penganutnya yang belum bisa menampakan bagaimana Islam yang seharusnya. Dimana “Islam itu adalah Rahmat bagi seluruh alam”. Jangan terlalu mudah memakai agama apalagi untuk sekedar popularitas dan mengejar kehidupan dunia.

Gunakanlah Islam di jalan yang baik yaitu dijalan membantu sesama, bukan hanya sesama Islam namun juga sesama manusia. Jangan sekali- sekali memakai Islam sebagai senjata dalam berpolitik karena justru akan menjadi duri didalam daging. Karena bukan agamanya yang salah karena semua agama adalah benar bagi penganutnya namun yang salah adalah penganut yang memakai agama untuk kepentingan pribadi hingga membuahkan kekacauan di tengah masyarakat.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Meraih Tingkatan Ihsân

    Previous article

    Berapa Penduduk Sumatera Barat?

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Opini