Dari pada “menyuruk” menutup diri lebih baik ke luar dari bawah tempurung dan tatap dunia dengan mata terbuka. Ungkapan itulah yang seharusnya keluar untuk memberikan nasehat pada umat Islam di indonesia yang tidak mampu atau malah menolak perkembangan zaman. Mereka menolak perkembangan zaman dengan menjadikan agama sebagai alasan.

Kenapa pula takut. Ketika ilmu pengetahuan berkata lain dari yang dikatakan kitab suci maka kemungkinan besar pemahaman mengenai kitab suci yang harus diperiksa lagi. Ini, terutama, kalau individu yakin agama pasti benar, tetapi manusia itu rentan dan biasa khilaf. Itu basis sikapnya.

Misalnya, di abad ke 17, Galileo Galilei berdasarkan hasil risetnya mengatakan bumi adalah satelit yang mengitari matahari. Otoritas agama langsung melihatnya sebagai tantangan terhadap agama yang yakin bumi adalah pusat dunia. Galileo ditangkap dan diadili dan dipenjara.

Tetapi sekarang semua orang tahu bahwa Galileo benar. Yang salah mestinya adalah pemahaman orang waktu itu. Lebih dari 350 tahun kemudian barulah  Vatikan resmi mengakui kebenaran Galileo.

Sekarang ada keyakinan untuk mengikuti sunnah nabi yang, misalnya, berbuka dengan kurma. Banyak orang menerima kebiasaan nabi ini sebagai sunnahnya lalu berupaya memperoleh kurma pula untuk berbuka. Seandainya durian atau apel atau manggis atau jambu atau alpokat dll. sebanyak kurma pula di kampung nabi, kemungkinan nabi akan berbuka dengan buah-buahan itu juga atau dengan segelas fruit coctail. Lalu sunnahnya mungkin berbeda.

Pada hal sunnahnya mungkin bukan buahnya, bukan kurmanya, tapi sesuatu yang selama ini tidak terpahamkan. ketika food mile belum dihitung orang, mungkin juga ketika impor masih gengsi, ketika singkong, sagu, keladi masih dianggap inferior dibandingan beras, apa lagi yang impor seperti terigu dan keju. Ketika pangan itu bukan sekedar urusan asupan karbo, lemak, protein + mineral tanpa gengsi. ketika konsep pangan lokal belum terpikirkan sama sekali. Ketika ilmu pengetahuan masih dikesampingkan. Ketika belum ada pemahaman bahwa yang terbaik adalah pangan yang bisa diusahakan sendiri atau diusahakan orang sekampung di sekitar individu. Jadi, kalau umat islam indonesia dapat memahami bahwa agak susah bagi pada zaman nabi untuk berbuka dengan selain kurma maka sunnahnya bukan lagi ‘berbukalah dengan kurma’ tapi ‘berbukalah dengan buah-buahan lokal”. seperti yang nabi muhammad SAW lakukan dengan berbuka kurma.  Buahnya tentu berbeda untuk lokalitas berbeda.

Penulis cuma ingin mengatakan bahwa memahami agama secara dogmatis literal cenderung mengerangkeng diri sendiri lalu bingung sendiri jalan di tempat, sementara pemahaman mengenai dunia berkembang terus. Jangan terjebak dengan pola pikir sempit tentang islam dimana pemikiran hanya tertumpu pada apa yang tertulis di dalam al-quran atau Hadist saja tanpa bertanya pada orang yang lebih ahli. Pergesekan antara ajaran agama dan perkembangan zaman akan terus terjadi entah itu cepat atau lambat namun itu pasti disinilah tantangan bagi penganut agama islam untuk dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai ajaran agama islam.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Salah Tasir Tentang Hijrah Yang dimanfaatkan ISIS

    Previous article

    RAMADHAN PRODUKTIF : PART 2

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Opini