Sebelum kita masuk dalam opini saya kita samakan persepsi dulu, karya seni diartikan sebagai karya cipta manusia yang memiliki ciri khas dan estetika dan juga maksud dalam setiap penciptaannya. Islam garis keras hanya sebuah penamaan kelompok tertentu dalam islam yang di anggap sangat garang dan berpegang teguh kepada isi Alquran dan Hadist secara tertulis. Hal ini merujuk pada hadist nabi yang menyebutkan: ….. di akhir zaman Umat-ku akan terbagi menjadi 73 golongan… Walaupun ada sebagian orang yang kemudian membagi umat islam menjadi beberapa golongan hal ini tidak dapat di salahkan karena pembagian golongan ini hanya untuk mempermudah orang dalam menyampaikan informasi dan narasi dalam berbicara.

Beberapa waktu belakangan sebelum polemik revisi UU KPK dan UU lainnya di perdebatkan dan mengundang perhatian publik ada hal lain yang di perdebatkan oleh nitizen yaitu perdebatan tentang trailer film The Santri yang akan masuk pada tahap produksi. Trailer film ini mengundang polemik dari para golongan islam garis keras yang menyebutkan ada dua hal yang tidak mencerminkan kehidupan santri yang sesungguhnya. Livi zhen akan menjadi penggarap utama dalam film “the Santri ” ini.

Adegan tersebut yaitu: Pertama, ada adegan santri yang masuk gereja dan yang kedua yaitu adegan dua orang santri yang bukan mahrom berdua-duaan. Inilah tudingan dari kelompok islam garis keras terhadap film ini.

Saya sebagai penulis memang belum pernah menjadi santri di pesantren yang kata orang mempunyai aturan yang ketat dalam menjalankan kehidupannya di pesantren yang harus sesuai tuntunan islam yang di ajarkan oleh kyai mereka di pesantren tersebut. Berdasarkan percakapan saya dengan teman-teman yang pernah “nyantri” mereka memang dilarang untuk bertemu dengan lawan jenis di pondok pesantren namun kesempatan pasti akan datang untuk bisa bertemu dengan santri lawan jenis bagi sebagian orang yang nyantri.

Jika umat islam dilarang masuk kedalam gereja ini memang benar tertulis di dalam Alquran namun ulama memberi pengecualian diantaranya yang bisa di kaitkan dengan film ini adalah untuk menunjukkan bahwa islam adalah agama yang ramah, untuk membuat pemeluk agama lain mau memeluk agama islam, dan membawa kebaikan bagi agama islam.

Unsur yang disebutkan di atas terpenuhi dalam trailer film The Santri ini. Namun perlu kita ingat ulama juga menegaskan bahwa masuk ke dalam gereja ketika umat Nasrani melakukan ibadah pada waktu secara mutlak sangat dilarang. Mari kita saksikan lagi trailer film tersebut secara berulang apakah memang saat umat Nasrani melakukan ibadah pada waktunya adegan tersebut di gambarkan misalnya saat misa hari natal, misa pada hari minggu dan lainnya. Jawaban saya kembalikan kepada pembaca sekalian.

Pada akhirnya kita sebagai umat islam sangat disarankan untuk menjalankan agama secara benar dengan memakai ilmu dalam menjalankannya. Jangan hanya memandang dari hal yang tertulis saja di dalam Alquran karena Ayat-ayat allah SWT tidak hanya yang tertulis pada Alquran dan Hadist saja namun juga apa yang ada di langit dan bumi. Ini menjelaskan bahwa umat islam harus bisa menyesuaikan diri dengan zaman dan kebudayaan di seluruh muka bumi. Jangan hanya jadi islam yang meniru islam dengan kebudayaan arab di abad ke 7 yang lalu namun jadilah islam yang berkembang sehingga siapapun mau memeluk islam.

jangan sampai sebagian umat islam indonesia membuat tembok dengan agama lain dengan secara frontal dan verbal mengatakan bahwa agama lain salah dan hanya islam yang benar, hanya cukup kamu yakini saja islam itu di hati sanubarimu karena agama letaknya di hati yang tercermin dalam perkataan dan perbuatan. Jika perkataan dan perbuatan membuat agama lain sakit hati dan berujung pada kebencian yang menyeluruh pada islam artinya apa yang kamu yakini bukan islam yang sebenarnya. Itulah prinsip hidup yang selama ini dijalani oleh saya sebagai penulis Webside ini.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Arti seorang Guru agama bagi Pengikutnya?

    Previous article

    Ketika Jurnalisme di Bungkam, Bisakah Media Sosial Bicara?*

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Opini