Buzzer berasal dari Bahasa inggris yang mempunyai arti lonceng, bel atau alarm. Pengertian buzzer secara harfiah diartikan sebagai alat yang di manfaatkan dalam memberikan pengumuman atau mengumumkan sesuatu untuk mengumpulkan orang-orang pada suatu tempat.
Di Indonesia sendiri, istilah ini mempunyai arti “kentongan”. Kenotongan merupakan salah satu alat tradisional yang sering digunakan untuk mengumpulkan warga pada saat terdapat pengumuman atau berita penting.
Berawal dari salah satu strategi marketing, buzzing berubah menjadi salah satu strategi untuk mendongkrak elektabilitas dan popularitas tokoh atau partai politik. Buzzer atau pendengung bersembunyi di balik topeng dan mengatasnamakan dirinya sebagai suara publik di media sosial.
Berdasarkan penelitian CIPG, buzzer mulai lahir bersamaan dengan kelahiran Twitter pada 2009. Awalnya, buzzer berkembang menjadi sebuah strategi pemasaran untuk mempromosikan produk guna mendongkrak penjualan.
Fungsi buzzer kemudian berubah pada 2012 ketika pasangan Jokowi-Ahok menggunakan pasukan media sosial untuk mendorong segala wacana atau isu politik. Dari sinilah muncul beberapa kelompok buzzer yang dimanfaatkan untuk kegiatan pendongkrak elektabilitas politik seseorang di indonesia.
“Influencer bisa menjalankan peran sebagai buzzer, tapi tidak semua influencer itu buzzer. Influencer bisa disebut buzzer itu ketika ia memviralkan pesan. Kapabilitas itu dimiliki oleh influencer karena ia punya pasukan buzzer juga dan dianggap memiliki kapabilitas mumpuni,” ujar Rinaldi.
Buzzer sendiri sebenarnya tidak selalu negatif. Karena ada juga jasa buzzer untuk mengangkat konten atau tokoh secara positif. Dengan semakin terkoneksinya manusia satu sama lain, keperluan akan buzzer memang tinggi. Selain di dunia politik, buzzer juga sangat dibutuhkan di dunia bisnis.
Di era sosial media, peran buzzer di anggap sangat penting walaupun sebagian orang beranggapan buzzing adalah menjadi sesuatu tindakan curang dalam berpolitik namun jika dikaitkan dengan arti politik yang merupakan tindak tanduk manusia dalam menarik dukungan maka tindakan buzzing masih bisa di katakan sebagai salah satu strategi dalam berpolitik.
Karena ajang Pemilu telah usai dan kondisi terkini makin banyaknya buzzer yang tidak lagi mencari makan di isu politik maka para buzzer untuk saat ini banyak di manfaatkan oleh pihak yang mengancam kedaulatan NKRI seperti tindakan buzzer saat kerusuhan di papua baru-baru ini yang di ungkap oleh platform media sosial Facebook. Dimana dalam kerusuhan tersebut buzzer membutuhkan dana senilai 42 milyar rupiah.
Kita tunggu saja pihak kepolisian mengusut masalah ini dan kita percayakan 100% kepada instansi pemerintah tersebut. Karena kepolisian lah yang berhak melakukan penegakan hukum yang berkaitan dengan ancaman kepada keamanan dan ketertiban di negara ini. Yang bisa kita lakukan hanya terus melakukan literasi media agar tidak mudah terprovokasi lewat media sosial.
Comments