Yui
Membahas bicara, tentu semua orang bisa melakukannya, bukan? Mereka belajar, lalu mempraktikkan hal tersebut untuk berkomunikasi antar sesama agar tercipta komunikasi yang baik. Akan tetapi, apakah setiap orang berbicara dengan baik yang benar? Apakah ada orang-orang yang berbicara hanya mengandalkan hati, ego, atau pikiran mereka sendiri sehingga tidak tahu hati orang lain tersakiti? Lalu, bagaimana cara berbicara yang baik? Apakah berbicara dengan pelafalan yang jelas atau tanpa mengambil jeda sama sekali.
Berbicara mengenai komunikasi, ada beberapa buku yang membahasnya, salah satu berjudul Bicara Itu Ada Seninya. Bicara Itu Ada Seninya merupakan buku yang ditulis oleh Oh Su Hyang, seorang pakar komunikasi dan dosen yang mumpu di bidangnya. Banyak pesan positif yang datang untuk buku tersebut, terutama dari kalangan ahli/profesi.
Buku Bicara Itu Ada Seninya diterjemahkan oleh Asti Ningsih dengan judul dalam bahasa Inggris yaitu, The Secret Habits to Master Your Art of Speaking. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Bhuana ilmu Populer, Kelompok Gramedia. Buku dengan jumlah halaman 240 ini dikemas sedemikian mungkin.
Buku Bicara Itu Ada Seninya ditujukan kepada siapa pun, dengan kata lain, semua kalangan bisa memiliki, membaca, dan mempraktikkan materi-materi yang ada. Buku tersebut dijabarkan agar dapat dimengerti oleh siapa saja untuk meningkatkan keyakinan dalam diri mereka dalam berbicara.
Alasan saya meresensi buku Bicara Itu Ada Seninya karena sebagian orang atau mungkin semua orang seharusnya memiliki buku ini. Dalam buku tersebut, penulis menjabarkan teknik atau seni dalam berbicara dengan memberi contoh orang-orang terkenal yang ada di Korea Selatan. Dapat dimaklumi karena buku ini berasal dari Negara Korea Selatan.
Ada lima bab untuk membahas seni dalam bicara dalam buku tersebut yang masing-masing bab memiliki karakter tersendiri. Bab satu menjelaskan perbedaan suara satu dan juara dua terletak pada ucapannya. Bab dua menjelaskan pintar berbicara dan pandain mendengar. Bab tiga menjelaskan ucapan yang membuat lawan bicara memihak kita. Bab empat menjelaskan beratnya ucapan ditentukan oleh dalamnya isi. Bab lima menjelaskan suara bagus bukan bawaan dari lahir.
Lima bab yang terurai, masing-masing bab ada beberapa poin yang membuat saya tertarik dan ingin sekali mempraktikkannya. Sebut saja bagian dari bab dua mengenai negosiasi. Siapa yang tidak tahu mengenai negoisasi? Tentu semua orang tahu bahwa negosiasi merupakan proses tawar menawar dengan jalan berunding untuk mencapai kesepakatan bersama natara satu pihak dengan pihak lainnya.
Nah, dalam pembahasan ini penulis menjabarkan bahwa inti dari negosiasi adalah “Mengalah”. Tidak tanggung-tanggung, ia memberi tanda kutip untuk kata mengalah. Penulis menjabarkan negosiasi dalam sebuah cerita mengenai Jendral Xiao Sunning dan Seo Hui. Bagian inti yaitu kepintaran Seo Hui dalam berunding sehingga tidak terjadi pertumpahan darah.
Mengalah yang diberi tahu oleh penulis bukan tentang menyerah jika berbicara dengan orang lain. Akan tetapi, memberi celah agar mendapat keuntungan. Contoh, seorang pelanggan ingin membeli televisi. Ia ingin menawar harga televisi tersebut agar si pemilik toko mau memberi harga yang diinginkan. Apakah pelanggan tersebut langsung berkata kasar agar si pemiliki toko mau memberi diskon? Tentu tidak.
Si pelanggan akan melakukan negosiasi dengan beberapa bujukan, seperti akan berbelanja barang lain di waktu lain, mengajak teman-temannya berbelanja di toko tersebut, atau juga mempromosikan toko tersebut kepada orang lain. Tentu yang diuntungkan di sana pemilik toko.
Nah, berbicara mengenai buku, apa pun jenisnya, tentu ada kelebihan dan kekurangan dari buku tersebut. Hal tersebut tidak menjadi masalah karena tidak ada kesempurnaan itu yang sempurna.
Kelebihan buku Bicara Itu Ada Seninya, penulis menjabarkan secara sederhana sehingga mampu diterima oleh pembaca. Penggunaan bahasa yang sederhana, serta tidak berbelit-belit. Tidak hanya itu, setiap subjudul ditulis sedemikian menarik sehingga membuat pembaca menjadi penasaran dan tidak ingin berhenti membaca.
Sementara itu, kekurangan dari buku ini, teknik terjemahan yang mungkin terkesan kaku sehingga pembaca yang terbiasa dengan bacaan santai sedikit terganggu. Ada beberapa typo dalam teks.
Nah, pesan dari saya yang sudah membaca buku, kita bukan gagap dalam berbicara (kecuali mereka yang memiliki kekurangan dari lahir yang disebabkan oleh fisik), tetapi kurangnya berusaha untuk mengubah gaya kita dalam berbicara. Mungkin melalui buku ini, teman-teman semua bisa mengubah kebiasaan teman-teman ketika berbicara dengan orang lain atau di depan umum.
sumber gambar: Internet/web.
Indonesia, 9 November 2022
Comments