Libya merupakan sebuah negara bekas wilayah kekuasaan Turki Utsmani yang terletak di Afrika Utara. Libya mulai menjadi negara merdeka pada Desember 1951.

Pada awal tahun 2011, muncul gerakan demokratisasi di Libya yang dipengaruhi oleh fenomena Arab Spring.

Gerakan demokratisasi ini menyebabkan konflik yang berujung pada perang saudara antara pasukan pemerintah Libya di bawah pimpinan Muammar Khadafi dengan golongan pergerakan National Transitional Council (Dewan Transisi Nasional).

Dalam buku Revolusi Timur Tengah: Kejatuhan Para Penguasa Otoriter di Negara-Negara Timur Tengah (2011) karya Apriadi Tamburaka, konflik yang terjadi di Libya berhubungan erat dengan corak pemerintahan otoriter presiden Muammar Khadafi yang memimpin selama lebih dari 40 tahun.

Beberapa faktor yang menjadi latar belakang konflik Libya pada 2011, yaitu: 

  • Tindakan represif militer terhadap masyarakat sipil
  • Munculnya kekuatan organisasi politik revolusioner Islam
  • Pemerintah melakukan pelarangan pembentukan partai politik
  • Pembatasan kebebasan masyarakat sipil

Dalam jurnal Agama dan Demokrasi: Munculnya Kekuatan Politik Islam di Tunisia, Mesir dan Libya (2014) karya Muhammad Fakhry Ghafur, konflik di Libya berakar dari gerakan perlawanan yang terpusat di Benghazi.

Gerakan perlawanan tersebut memunculkan aksi demonstrasi di sejumlah kota-kota besar Libya untuk meruntuhkan kekuasaan rezim Khadafi.

Pemerintah Khadafi menanggapi demonstrasi tersebut dengan tindakan represif. Khadafi memerintahkan kekuatan militer Libya untuk meredam demonstrasi dengan penggunaan senjata api yang memakan korban. 

Keberhasilan penggulingan rezim Khadafi tidak dibarengi dengan munculnya kesejahteraan masyarakat Libya, namun malah menghasilkan konflik baru yang semakin rumit. Berikut dampak konflik Libya:

  • Munculnya ribuan korban jiwa dari masyarakat sipil
  • Adanya konflik antargolongan yang berebut kekuasaan pasca kejatuhan Khadafi
  • Instabilitas harga minyak dunia.

Bagi kebanyakan warga Libya, revolusi tersebut hanya menghasilkan kerusuhan dan aksi teroris.

Kebanyakan orang Libya menyesalkan penggulingan Muammar Khadafi, bukan karena mereka mencintai rezimnya, tapi karena pilihan revolusi ternyata tak sesuai harapan, kata Jalal Fituri, seorang pengajar di universitas setempat, seperti dikutip dari Antara, Sabtu (18/2/2017).

Fituri menambahkan, kekacauan dan kondisi tidak aman menggantikan keamanan enam tahun lalu. Dan lebih buruknya lagi praktik korupsi merajalela di seluruh Libya.

Sementara itu, Ibtisam Naili, seorang perawat di Tripoli, mengatakan percaya ada persekongkolan internasional dalam revolusi itu.

“Mereka yang berdemonstrasi menentang rezim Khadafi pada 2011 dibodohi politisi Libya di luar negeri yang sangat menginginkan kekuasaan. Mereka mengambil-alih kekuasaan dengan mencuci otak pemuda Libya,” katanya.

Naili melanjutkan, Libya telah terpecah akibat konflik di seluruh negeri.

“Barat dan timur terpisah dan hasilnya tiga pemerintah yang bertikai yang mengakui keabsahan dan dua parlemen di timur dan barat, keduanya mengaku ‘mereka mewakili rakyat Libya’,” kata Naili, geram.

Dilansir lewat Dw.com. pada tahun 2021 lalu dimana bertepatan dengan 10 tahun penggulingan kediktatoran Muammar Qadaffi.

“Sehubungan dengan situasi 10 tahun terakhir, Libya sekarang berada dalam situasi yang jauh lebih baik,” kata Hamish Kinnear, analis dari lembaga penelitian Verisk Maplecroft, kepada kantor berita AFP. “Gencatan senjata yang disepakati pada Oktober 2020 terus berlanjut dan Pemerintah Persatuan Nasional diakui sebagai satu-satunya pemerintah Libya.”

“Tapi stabilitas politik Libya semakin genting,” ujarnya. “Enam bulan ke depan akan kita lihat, apakah masa tenang setelah gencatan senjata Oktober 2020 hanyalah kesempatan bagi faksi-faksi bersenjata untuk menjilat luka saja, atau ada kemajuan menuju solusi politik.”

Libya sedang memasuki tikungan yang sangat berbahaya. Salah ambil jalan, negeri itu terancam kembali ke pertikaian mematikan. Rencana pemilu yang beberapa kali jadwalnya diundur masih gagal dilaksanakan. Sedianya pengujung bulan lalu mereka menyelenggarakan pemilu. Tapi, rencana matang itu kembali gagal dilaksanakan. Salah satu sebabnya, Saif al-Islam Qaddafi, anak Muammar Qaddafi, muncul sebagai salah satu kandidat kuat. Sebagaimana dilansir lewat detik news.

Popularitasnya diperkirakan cukup tinggi. Padahal, tokoh ini adalah anak mantan diktator Libya yang dilawan oleh rakyatnya. Ia adalah simbol dari kekuatan lama yang dilawan oleh kekuatan-kekuatan era baru di Libya. Bahkan, ia salah satu figur yang dituduh bertanggung jawab atas kejahatan pembunuhan massal, memerintah pembunuhan para demonstran, menyewa para pembunuh bayaran, dan sebagainya. Mahkamah Kejahatan Internasional (ICC) pun menjadikannya buronan. Demikian juga pengadilan di dalam negeri.

Karena itu, para penentangnya terutama kekuatan di Tripoli menganggap majunya Saif al-Islam Qaddafi sebagai hal tak masuk akal. Orang yang diyakini terlibat dalam berbagai aksi berdarah dan jadi buronan internasional dianggap tak layak maju sebagai kandidat pemimpin. Apalagi, pengadilan Libya juga pernah menjatuhkan vonis mati terhadap “anak muda” ini.

Pada akhirnya anak Muammar Qaddafi ini pun batal menjadi calon pemimpin Libya. Berkat putusan pengadilan Libya.

Menurut sumber anonim, keputusan ini dibuat saat Kadhafi menyerahkan putusan pengadilan Libya terakhir terkait kasus kejahatan perang sang ayah yang turut menyeret dirinya. Sebagaimana dilansir lewat CNN Indonesia.

Sampai saat inipun pemilihan umum di Libya tidak kunjung terpaksa. Dan pada akhirnya di dapatlah kesimpulan bahwa untuk menghancurkan suatu pemerintahan yang sah itu sangatlah memungkinkan namun untuk membangun kembali pemerintahan yang baru tidak akan pernah mudah. 11 tahun hancurnya kediktatoran Qaddafi, sampai sekarang Libya masih belum stabil dan masih terlibat konflik dalam negeri.

Gusveri Handiko
Blogger Duta Damai Sumbar Tamatan Universitas Andalas Padang Menulis Adalah Salah Satu Cara Untuk Berbuat Baik

    Duka Pasaman, Duka Kita Bersama

    Previous article

    Apa Itu Virus Omicron?

    Next article

    You may also like

    Comments

    Leave a reply

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    More in Edukasi