Agama adalah ajaran atau sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungannya.

Setiap manusia atau insan di muka bumi ini berhak memiliki agama, menganut salah satu agama (atau lebih), dan berhak tidak memiliki agama. Dikarenakan agama adalah persoalan pribadi setiap individu dan bersifat sensitif.

Jika kita hidup di Indonesia, setiap orang harus memiliki agama karena ini telah diatur oleh Undang-undang yang ada dan memenuhi unsur lambang negara kita (Pancasila) yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.

Lalu, pertanyaannya. Apakah kita berhak mengolok-olok agama lain, mengintimidasi, dan menghina agama orang lain dengan mengatakan agama kita adalah yang paling bagus? Jawabannya tentu tidak, Kawan.

Sedari kecil kita telah diajarkan untuk tidak memasuki ranah pribadi seseorang. Hal ini dapat kita buktikan ketika kita belajar bahasa Inggris. Para guru bahasa Inggris akan mengatakan kepada muridnya mengenai hal-hal yang tidak boleh ditanyakan kepada pelonco atau turis. Misal: Berapa umurmu? Berapa orang anakmu? Apa statusmu? (apakah sudah menikah atau belum), dan apa agamamu?

Di zaman sekarang ini, sepertinya pemahaman itu tidak diacuhkan lagi. Hal ini dapat kita lihat dari tatanan kehidupan masyarakat yang sedikit-sedikit membawa agama ketika berbicara.

Agama menjadi salah satu tolak ukur untuk berteman. Agama sebagai salah satu alasan untuk kita berbuat semaunya, dan agama sebagai perisai jikalau kita berbeda pendapat. Tidak hanya pesoalan beda agama, bahkan yang satu agama pun akan dihina, dipermalukan, diolok-olok jika tidak sependapat.

Salah satu contohnya yakni penulis sendiri. Dari lahir hingga sekarang, agama yang penulis anut adalah Islam. Karena perbedaan pendapat dengan teman-teman dalam beberapa hal, penulis acap kali disebut dengan kafir, kristen, komunis, dan hal lainnya. Akan tetapi, hal ini tidak menjadi beban untuk penulis karena dalam agama islam sendiri tidak diajarkan untuk membalas perilaku yang tidak terpuji dengan perilaku yang sama.

Bagaimana dengan agama lain yang juga ikut-ikutan dihina? Jawabannya ada dua, yakni membiarkan mereka bertindak sesukanya atau memberi efek jera karena telah melakukan tindakan kriminal yakni telah bertindak SARA.

Mengkritik pada zaman sekarang memang harus melihat pada konteks yang ada. Jika kita tidak hati-hati, kita akan dianggap sebagai buzzer, propemerintah, anti (salah satu agama), dan kata-kata yang tidak masuk akal lainnya.

Kembali lagi pada topik utama yakni jangan mempertanyakan hal sensitif kepada individu yang ada. Biarlah ranah agama menjadi ranah pribadi, sebagaimana salah satu firman Allah dengan arti: Bagimu agamamu, Bagiku agamaku.

Yap! Pakailah prinsip di atas. Biarlah urusan agama menjadi topik tersendiri antara Tuhan dan umatnya. Jangan diganti menjadi umat antar umat.

Ditulis oleh : Rahayu Yun Putri, S.Hum

Abyan Adam

Menakar Nalar, Memakai Sejarah Majapahit Dan Membodohi Masyarakat

Previous article

BUDAYAKAN MEMBACA DAN MEMAHAMI BAHASA INDONESIA

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini