Belakangan ini marak dan menjadi budaya yang mungkin masih bisa dibilang baru dan hal tersebut mengandung nilai spiritual maupun budaya tentunya bernilai positif. Dibanyak tempat dan pertemuan besar kini menggaung salam yang cukup kompleks yang bertujuan mensejajarkan, menjadikan semua setara. Jika selama ini kita hanya mendengar salam “Assalamualaikum” dalam banyak kegiatan dan kesempatan kini agama dan kepercayaan lain juga diberi ruang yang sama dan sebagai bentuk pengakuan terhadap kelompok tersebut.

Kini masyarakat pun tidak asing dengan beragam salam mulai dari Assalamualaikum, Syalom, Haleloya, Om Swastiastu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan, Rahayu, Horas, Yahowu, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dari sekian banyak salam kedaerahan yang paling sering didengungkan adalah salam rahayu. Kata “Rahayu” ini merupakan istilah sapa menyapa dalam kalangan orang jawa umumnya dan para penghayat kejawen. Kejawen sendiri bukanlah agama tapi merupakan kepercayaan dari leluhur masyarakat jawa dan dilestarikan hingga saat ini, namun demikian kejawen dapat diterapkan dan disingkronkan dengan berbagai ajaran agama karena dalam agama Hindu, Buddha, Kristen, Katolik, Konghucu, dan Islam terdapat ajaran yan sejallan dan sepemahaman dengan aliran Kejawen.

Lalu apa arti kata rahayu?, Rahayu dalam kejawen adalah penghargaan, penghormatan terhadap orang lain, kata rahayu berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya selamat, sejahtera, jauh dari musibah atau kekurangan, Makna yang tersirat adalah raharjo, tata-titi-tentrem, damai, sejahtera, berkecukupan lahir-batin. Karena makna kata rahayu begitu Kompleks maka tidak mengherankan jika kini slam Rahayu menjadi salam yang sering di sampaikan kepada lawan bicara. Pada hakikat rahayu sendiri maknanya sama dengan mendo’akan lawan bicara kita dan mendoakan hal yang terbaik bagi orang lain tentunya menjadi nilai positif dan mencerminkan pribadi yang baik.

Salam sendiri merupakan kata pembuka untuk menjalin tali sirahturahmi serta memperkuat tali persaudaraan, namun demikian masih namyak masyarakat yang tidak mau menggunakan salam keagamaan dari agama yang tidak dianutnya apalagi salam kedaerahan. Hal tersebut merupakan hal yang sangat wajar karena tingkat pemahaman, pergaulan, pendidikan dan lingkungan tempat tinggal juga berperan penting dalam membentuk karakter seseorang.

Akhir kata penulis menyarankan kepada masyarakat yang tidak mau mengucapkan beraneka ragam salam keagamaan hendaknya tidak memusuhi mereka yang memiliki pola pikir yang terbukan dan plural, demikian juga masyarakat yang telah berfikir maju untuk tidak mendeskriditkan mereka yang tidak mau mengucapkan salam keagamaan yang beragam apa lagi itu terkait dengan keyakinan atau kepercayaan individu.

Intinya jika kita mencari perbedaan, tentu banyak sekali perbedaan yang akan muncul, dan lebih baik kita belajar bersama mengambil makna dan simbol yang positif dari sebuah budaya yang luhur di nusantara ini. Salam Rahayu (dijawab “Pangestunipun”)

Suyadi

WASPADA KEBANGKITAN PKI dan DI/TII

Previous article

PENTINGNYA PENGUASAAN KOSAKATA DALAM MEMPELAJARI BAHASA INGGRIS

Next article

You may also like

Comments

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini