Generasi milenial harus lebih kritis menyikapi setiap isu. Dengan bersikap kritis, milenial diharapkan bisa terhindar dari kelompok radikal.Berpikir kritis akan membantu anak-anak muda bisa terhindar atau minimal akan mempertanyakan aliran-aliran yang radikal.
Masalah kritis bukan sesuatu yang terberi. Milenial tidak berarti kritis. Saya memaknai kritis adalah kemampuan untuk terbuka, menganalisis, mendengarkan, mengendapkan, menggali, termasuk menyarikan informasi dari berbagai sumber terkait hal-hal yang ada di sekitar mereka.
Menurut saya, salah satu cara menghindari kelompok radikal adalah dengan berani membuka diri terhadap semua perbedaan dalam kehidupan. Mulai dari perbedaan suku, budaya, agama, keyakinan, selera, sampai gaya hidup sekali pun.Karena ketika kita mulai melihat bahwa saya lebih atau paling benar daripada dia atau mereka, perlahan bibit radikal mulai terbentuk.
Sebenarnya tidak bisa di generalisir bahwa milenial lebih mudah terjebak gerakan radikal. Menurut saya, aksi bom bunuh diri seperti di Makassar beberapa hari lalu lebih terkait keimanan.Bukan agama ya. Sehingga akan beda cara pandangnya. Mereka tidak pernah melihat diri mereka sebagai teroris, tapi sebagai pejuang.Sedangkan pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertopati berpendapat kebanyakan milenial masih mencari jati diri dan mengikuti arah pihak yang paling berpengaruh. Menurut wanita yang akrab disapa Mba Nuning ini, sangat sedikit dari usia milenial memiliki karakter yang kuat, sehingga mudah dipengaruhi hal-hal yang melawan negara.
Pola rekrutmen (teroris) saat ini berkembang menjadi lebih terbuka menggunakan ruang publik seperti sekolah kampus, perkumpulan agama, dan lain-lain.Dia menilai milenial perlu kritis jika menyangkut hal terkait pilihan hidupnya.Kritis itu tentu bila menyangkut hal terkait dengan pilihan hidupnya. Bila salah ajaran maka kritis itu muncul justru sebagai anti ideologi negara.
Comments