Redaksi- Duta Damai Sumbar, Hakim Konstitusi Eny Nurbaningsih memberikan ceramah kunci dalam seminar Forum Mahasiswa Hukum Indonesia, Sabtu (9/12/2023) di Surakarta. Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Mahkamah Konstitusi dan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (FH UNS).
Dalam seminar yang mengusung tema “Membedah Sistem Pemilu Indonesia: Memarkahi Polarisasi Hingga Keculasan Pemilu” Enny mengatakan pemilihan umum (pemilu) sebagai mekanisme untuk menentukan siapa yang akan memimpin negara. “Menjalankan prinsip pemilu yang berkeadilan diperlukan usaha yang keras, karena negara demokrasi sekampiun Amerika pun sulit melaksanakannya,” kata Enny.
Lebih lanjut Enny menjelaskan UU Pemilu sejatinya telah membagi habis seluruh kewenangan, letak kewenangan Komisi Pemilihan Umum (KPU), kewenangan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), dan kewenangan MK. Dalam peraturan perundang-undangan, MK memiliki kewenangan untuk memutus perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang ditetapkan KPU.
Enny mengungkapkan perselisihan yang diperiksa oleh MK tidak hanya melulu soal hasil. Akan tetapi, untuk menjaga demokrasi, MK tidak segan-segan masuk dalam proses jika ditemukan suatu kesalahan. MK bahkan pernah mendiskualifikasi pasangan calon kepala daerah akibat ditetapkan melalui proses yang salah. Jika melihat regulasi, hal itu memang berada dalam wilayah penyelenggara. Namun MK tetap masuk karena hal itu merupakan persoalan yang serius.
“Ini memang proses orang berkontestasi, sehingga tidak jarang terjadi pelanggaran,” ujar Enny.
Stakeholder Sengketa Pemilu
Menghadapi Pemilu 2024, terang Enny, MK telah melakukan bimbingan teknis kepada stakeholder yang terkait pemilu agar tidak mengalami persoalan ketika beracara di MK. Para pihak itu adalah partai politik, KPU, Bawaslu, dan advokat. Kegiatan tersebut perlu dilakukan karena penanganan perkara PHPU berbeda dengan perkara pengujian undang-undang.
Keberadaan Bawaslu dalam PHPU adalah sebagai pemberi keterangan untuk menjelaskan segala hal yang berkaitan dengan dalil pemohon. Pembuktian atas dalil menjadi sangat penting karena akan menentukan kebenaran pelanggaran yang terjadi.
Di sisi lain, banyak peraturan KPU yang berubah karena putusan MK. Misalnya, larangan kampanye di institusi pendidikan dan fasilitas umum, dan kecurangan atau pelanggaran pemilu harus berpatokan pada ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Proses Cepat
Berikutnya Enny menjelaskan, proses pemeriksaan dalam persidangan PHPU berlangsung cepat karena dibatasi waktu penyelesaiannya. Pada penyelesaian PHPU Tahun 2019 yang lalu, banyak calon yang terkena masalah tenggang waktu.
Penyelesaian PHP Presiden-Wakil Presiden harus diputus dalam waktu 14 hari. Kemudian penyelesaian PHPU Legislatif harus selesai 30 hari. Sedangkan PHP Kepala Daerah harus diputus dalam rentang waktu 45 hari.
Menurut Enny, dengan berlakunya sistem proporsional terbuka maka ada kemungkinan perselisihan hasil perolehan suara antar sesama calon anggota legislatif dalam partai yang sama. Oleh sebab itu, MK membuka peluang penyelesaian sengketa antar perseorangan calon anggota legislatif dengan syarat mendapat persetujuan tertulis dari ketua umum dan sekretaris jenderal partai atau sebutan yang sejenis.
Eny pun menyinggung netralitas hakim konstitusi dalam mengadili dan memutus perkara PHPU. Enny menegaskan, untuk menjaga netralitas, hakim konstitusi tidak boleh memeriksa perkara dari asal daerahnya atau pun yang memiliki hubungan kekerabatan.
Saat sesi tanya jawab, muncul pertanyaan dari seorang mahasiswa ihwal tenggang waktu dalam penyelesaian perkara. Menjawab hal ini, Enny menjelaskan, agar dapat memberikan kepastian hukum perlu adanya pengaturan penyelesaian perkara. Tenggang waktu tidak hanya berlaku pada perkara PHPU tetapi juga dalam pengujian UU. Jika sebelumnya tenggang waktu pengujian UU dibatasi 60 hari setelah permohonan diregistrasi dalam Buku Regitrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) saat ini dibatasi 60 hari sejak penyampaian keterangan Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden.
Berikutnya menyinggung pertanyaan peserta mengenai putusan MK yang viral beberapa waktu lalu. Enny menegaskan hal itu telah selesai dan hal yang dipermasalahkan bukanlah persoalan institusi, melainkan persoalan individu.
Sebelumnya, Dekan FH UNS I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dalam sambutanya sekaligus membuka kegiatan itu mengatakan kegiatan ini diselenggarakan setiap tahun sejak 2016. Ayu berharap tema yang diusung pada kegiatan kali ini dapat ikut serta menciptakan pemilu dapat diselenggarakan dengan penuh integritas dan para mahasiswa dapat berperan aktif dalam mengawal pemilu yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Comments