Urusan postingan Roy Suryo di akun media sosial berbuntut panjang. Cuitan Roy Suryo yang menyertakan meme stupa Candi Borobudur membuatnya menjadi tersangka.
Rekomendasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar penyidikan terhadap Roy Suryo tak mempengaruhi penyidik. Roy Suryo tetap menjadi tersangka di kasus meme stupa.
Kasus ini bermula dari cuitan Roy Suryo di aku Twitter @KRMTRoySuryo2 beberapa waktu lalu. Roy Suryo saat itu memposting meme stupa Candi Borobudur yang diedit mirip wajah Presiden Jokowi.
“Mumpung akhir pekan, ringan2 saja Twit-nya. Sejalan dgn Protes Rencana Kenaikan Harga Tiket naik ke Candi Borobudur (dari 50rb) ke 750rb yg (sdh sewarasnya) DITUNDA itu, Banyak Kreativitas Netizen mengubah Salahsatu Stupa terbuka yg ikonik di Borobuduru itu, LUCU, he-3x AMBYAR,” demikian cuitan Roy Suryo.
Roy Suryo buru-buru menghapus cuitannya itu dan meminta maaf setelah mendapat banyak kritikan. Tak berhenti di situ saja, Roy Suryo juga mengambil langkah melaporkan akun lain–yang menurutnya–pertama kali memposting meme stupa.
Roy Suryo ditetapkan sebagai tersangka di kasus postingan meme stupa Candi Borobudur. Penetapan tersangka Roy Suryo ini dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zulpan.
“Iya sudah (jadi tersangka),” ujar Kombes Zulpan saat dihubungi wartawan, Jumat (22/7/2022). Sebagaimana dilansir lewat detikNews
Lalu pelajaran apa yang dapat di ambil dalam kasus Roy Suryo ini? Sehingga pembaca bisa lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosialnya. Berikut jabarannya:
Pertama, media sosial ibarat pedang bermata dua. Dimana dia akan melukai musuh atau pengguna nya sendiri tergantung bagaimana si pengguna memakainya. Salah timing dalam melancarkan sabetan bisa- bisa menghujam jantung si pengguna itu sendiri.
Kedua, Penggunaan media sosial selalu ada hukum yang menyertainya. Ketika si pengguna media sosial tidak mampu menggunakan media sosial dengan baik sehingga menyinggung perasaan orang lain atau kelompok masyarakat maka undang-undang yang sering dipakai biasanya adalah pasal penghinaan, UU ITE atau pencemaran nama baik. Suka tidak suka media sosial memiliki efek yang besar untuk merubah pandangan seseorang atau kelompok terhadap orang lain atau sesuatu yang artinya media sosial masuk kedalam alat propaganda baik secara positif atau negatif sama halnya dengan media informasi lainnya seperti TV, radio hingga surat kabar.
Ketiga, media sosial sangat berkaitan dengan keadaan psikologis dari si pengguna media sosial tersebut. Ketika psikologi dari penggunaan media sosial tersebut dikuasai oleh kebencian maka biasanya akan muncul propaganda negatif dari si pengguna tersebut untuk menyudutkan lawan yang akan dijatuhkan oleh si pengguna media sosial tersebut. Tidak jarang hal-hal yang sifatnya spekulatif, mengada-ngada, hoaks hingga hasutan akan mudah terlontar dari si pengguna yang keadaan psikologis sedang dalam tren negatif.
Keempat, lemahnya literasi bermedia sosial mengakibatkan pengguna media sosial jadi lebih gampang terjerat kasus hukum dalam menggunakan media sosial. Mungkin tidak terlalu masalah bagi masyarakat umum yang tidak terlalu punya banyak follower namun akan ada masalah bagi publik figur atau tokoh publik jika tidak mampu melakukan literasi bermedia sosial.
Comments