Media sosial saat ini dihebohkan dengan kasus pemaksaan penggunaan jilbab oleh salah satu sekolah negeri di Kota Padang kepada siswinya yang merupakan umat Non Muslim. Kasus itu diketahui warganet usai melihat sebuah video yang viral dari akun Facebook Elianu Hia.
Video itu memperlihatkan debat ramah antara orang tua dan wakil kepala bidang kesiswaan sekolah terkait aturan berpakaian dalam mengikuti rangkaian pembelajaran. Keduanya pun saling lempar pertanyaan dengan nada rendah dan berakhir pada titik legalitas peraturan di pemerintahan. Alhasil kedua belah pihak sepakat agar membawa permasalahan ini ke Dinas Pendidikan Kota Padang.
Berbicara mengenai kasus pemaksaan pemakaian jilbab, sejatinya bukan hal baru lagi di kota yang berada digaris pantai pulau Sumatera ini. Hasil dari investigasi media Tempo edisi 21 April 2008 menunjukan, adanya beberapa kasus pemaksaan kepada umat Non Muslim untuk menggunakan jilbab dengan rapi di lingkungan sekolah dan hanya boleh dilepaskan ketika kegiatan pembelajaran telah usai atau berada diluar sekolah. Jika tidak menurut, maka akan diberi peringatan bahkan terancam dikeluarkan.
Menurut Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatera Barat Yefni Heriani, adanya indikasi maladministrasi dalam kebijakan yang dikeluarkan pihak sekolah terkait penggunaan jilbab karena dinilai diskriminatif.
Hal senada juga disampaikan oleh Wakil Ketua Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Prof Hariyono. Dikutip detik.com beliau menjelaskan bahwa tugas pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa agar anak memiliki kesadaran sebagai warga negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila harus tertanam sejak dini lewat pendidikan. Pancasila menjunjung tinggi nilai nasionalisme dan masyarakat yang inklusif (terbuka, tidak eksklusif untuk golongan tertentu).
Penulis menilai, adanya kewajiban ini bermula saat ditetapkannya Instruksi Walikota Padang kala itu Fauzi Bahar nomor 451.422/Binsos-iii/2005 perihal kewajiban berbusana Muslim bagi siswa/i tingkat SD/SLTP/SMA/SMK. Dalam acara talk show di Metro TV yang dipandu Najwa Shihab pada Mei 2005, Fauzi Bahar menjelaskan bahwa Perda atau Instruksi busana muslim tersebut hanya diwajibkan untuk para pelajar Muslim. Sementara siswi Non-Muslim hanya sekedar dianjurkan mengenakan jilbab
Dilihat dari alasan mantan Walikota Padang itu, sejatinya penggunaan Jilbab bagi siswi Non-Muslim bukanlah merupakan hal yang wajib. Akan tetapi kebanyakan pihak sekolah negeri beralasan bahwa aturan itu merupakan tata tertib sekolah yang harus di ikuti dan telah di sepakati.
Namun, jika kita mengacu pada indeks Instrumen Akreditasi Satuan Pendidikan 2020 oleh Badan Akreditasi Sekolah atau Madrasah (BAN-SM) halaman 8-10, disana tertulis jelas sekolah harus menunjukan perilaku religius dalam aktivitas pembelajaran. Defenisi religius disini berupa ketaatan atau kepatuhan dalam menjalankan ajaran yang dianutnya, bersikap toleran dan menjaga kerukunan antar pemeluk agama atau kepercayaan serta tidak memaksakan kehendak memeluk agama tertentu.
Bisa disimpulkan dalam mendapatkan akreditasi, pihak sekolah tidak boleh membuat peraturan yang terkesan memaksakan kehendak atau mendiskriminasikan suatu golongan karena itu melanggar kebebasan beragama dan Hak Azazi Manusia (HAM). Sekolah memang memiliki hak membuat peraturan atau tata tertib, tapi dalam membuat aturan tersebut pihak dari sekolah negeri umum harus melihat status mereka yang mana bukan termasuk dalam lembaga pendidikan yang terikat oleh Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional untuk mengembangkan ciri khusus (keagamaan).
Menurut penulis alangkah lebih baiknya jika Instruksi Walikota Padang Nomor 451.422/Binsos-iii/2005 tentang kewajiban setiap siswa berbusana Muslim, harus diperjelas lagi secara tertulis fokus aturan tersebut untuk siapa serta di sosialisasikan secara maksimal agar tidak terjadinya miss komunikasi. Untuk pihak sekolah agar melakukan peninjauan kembali terkait aturan yang telah dibuat sesuai Undang-Undang dengan melihat status sekolah serta berpatokan Indeks akreditasi oleh BAN-SM.
Semoga masalah seperti ini bisa diselesaikan dengan baik oleh kedua belah pihak, serta tidak berdampak buruk bagi sekolah maupun siswanya dimasa mendatang, amin.
Comments