Kalau kita tidak ingin dibatasi, janganlah anda membatasi. Kita sendirilah yang harusnya tahu batas kita masing-masing.
Gus Dur
Berbeda pendapat adalah hal yang wajar terjadi diantara sesama, karena setiap orang memiliki pandangannya tersendiri terhadap suatu hal. Namun yang tidak boleh ialah menganggap pendapat kita yang paling benar dan pendapat orang lain salah. Berbeda pendapat harus kita sikapi dengan saling memahami, memberikan solusi dengan cara yang baik, dan menegur dengan cara menghormati satu sama lain. Apalagi, kita tahu bahwa Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, ras, bahasa, dan bahkan agama. Mau tidak mau kita dituntut untuk menerima semua itu dengan hati yang tulus dan terbuka, karena keberagaman adalah keniscayaan dari Tuhan Yang Maha Esa.
Konsekwensi dari keragaman itu ialah melahirkan masing-masing suku yang memiliki adat istiadat dan budaya yang berbeda juga. Maka demikian, dalam perbedaan yang ada kita dituntut untuk mampu hidup berdampingan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang yang berbeda. Keragaman tersebut harus mampu kita rekat dengan sikap toleransi yang adil antara satu dengan yang lainnya tanpa adanya diskriminasi. Toleransi adalah sikap wajib yang harus kita lakukan di Indonesia ini. Toleransi tak hanya sekedar diucapkan lewat bibir saja, tetapi harus mampu kita tunjukkan secara praktik kepada semua yang berbeda.
Satu contoh kecil, saat saya berada di Jawa Timur dalam satu kegiatan, dan saya ditempatkan dalam satu kamar dengan seorang teman yang kristiani, kami tak pernah kenal sebelumnya, lalu dengan lembut teman saya menyapa dengan senyum dan memperkenalkan dirinya bahwa ia seorang Non Muslim, dan dengan meminta maaf ia bertanya kepada saya, apakah saya tidak keberatan sekamar dengan teman yang berbeda dengan saya, karna selama ini ia sering menemukan teman-teman Muslim yang kurang menerima jika sekamar dengannya, dengan alasan bahwa ia adalah Non Muslim. Singkat cerita, satu minggu kami dalam satu kegiatan yang sama, tak pernah sedikitpun terlintas dipikiran kami saling curiga, yang ada adalah keakraban, kami makan dengan cara berdoa masing-masing sembari melempar senyum damai, saling mengingatkan saat ibadah, ia yang selalu membangunkan saya pada saat subuh menjelang, mendengarkan saya membaca kitab suci al-Qur’an, dan begitu sebaliknya, saat minggu tiba sayapun menemaninya ke geraja dan sikapnya yang toleransi menyuruh saya untuk tidak masuk kegereja karna dalam pikirannya seorang Muslim tidak boleh masuk Gereja. Pertemuan singkat itu membuat saya meneteskan air mata dengan sikapnya yang begitu menghargai yang berbeda.
Contoh lain, di Nusa Tenggara Timur mislanya, Pemkab Kupang membangun enam tempat ibadah di satu lokasi yang sama, tepatnya di Naibonat, kecamatan Kupang Timur, Kabupaten Kupang. Sehingga pada akhirnya kampung inipun mendapatkan gelar dengan kampung toleransi. Karena rumah ibadah yang dibangun itu adalah untuk enam agama besar yang berada di Indonesia, seperti rumah ibadah Katolik, Protestan, Hindhu, Budha, Konghucu dan Islam.
Contoh tersebut merupakan satu dari sekian contoh tentang fakta bahwa toleransi antar umat beragama merupakan tradisi masyarakat yang sudah ada sejak dulu yang seharusnya kita rawat hari ini agar tetap lestari dan subur dalam bingkai keragaman ini. Sikap toleransi harus kita mulai dari diri sendiri, kita harus membuka diri dengan berbagai perbedaan yang ada agar bisa menciptakan sikap damai antar sesama. Memang tak bisa dipungkiri bahwa hari ini, kekerasan, kebencian atas nama agama terus saja terjadi di negeri ini, akibat dari tindakan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang hanya ingin mencapai tujuannya sendiri. Sehingga isu-isu agama dijadikannnya sebagai senjata untuk memuaskan keinginannya.
Walau demikian, narasi-narasi intoleransi yang mereka gaungkan tersebut, bisa kita redam dengan cara menyebarkan pesan-pesan damai dan toleran, agar kita mampu menekan benih-benih kebencian antar sesama yang berbeda ini. Berbagai tindakan intoleransi yang ada memang telah memuculkan berbagai kerusuhan antar umat beragama. Ada yang kehilangan rumah ibadahnya, ada yang tak bisa beribadah dengan tenang dan bebas, ada yang saling serang antar ormas, dan tentunya masih banyak lagi. Kalau hal demikian terus dibiarkan, lalu dimana letak sikap toleransi yang diajarkan para pendahulu kita? Bukankah al-Qur’an juga mengajarkan kepada kita untuk menjaga sikap toleran, karena Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin, serta agama yang welas asih kepada semua manusia.
Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianm terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat dengan takwa. Dan bertawakallah kepada Allah, sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”
(Q,S Al-Maidah ayat 8).
Ayat di atas menegaskan kepada kita, agar diantara sesama menghilangkan kebencian dan mengimplementasikan sikap toleransi dalam kehidupan bersama. Sehingga jika hal demikian mampu dirawat maka akan damailah bangsa yang beragam ini.
ditulis oleh Nuraini zainal chaniago
gambar Muhammad Ilham
Comments