Jakarta 11 November 2019
Menurut siaran pers setara Institute dalam 12 tahun terakhir terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam kebebasan seseorang dalam beragama dan berkeyakinan di indonesia. Jawa Barat menjadi provinsi dengan peristiwa tertinggi yaitu 629 peristiwa disusul oleh DKI Jakarta dengan 291 peristiwa kemudian Jawa Timur dengan 270 peristiwa. Aktor negara yang paling banyak melakukan pelanggaran KBB dalam 12 tahun terakhir adalah kepolisian (480), disusul kemudian oleh Pemerintah Daerah (383) dan kementerian agama 89 tindakan.
Aktor non negara pelanggar KBB yang menempati 10 teratas dalam 12 tahun terakhir yaitu: Kelompok warga 600 tindakan, Ormas Keagamaan 249 tindakan, Majelis Ulama Indonesia (MUI) 242 tindakan, Front Pembela Islam (FPI) 181 tindakan, Individu 92 tindakan, Forum Umat Islam (FUI) 56 tindakan, Tokoh Agama/Masyarakat 35 tindakan, Ormas 33 tindakan Gerakan Reformasi Islam (GARIS) 26 tindakan dan Perusahaan 26 tindakan.
Adapun korban yang menjadi objek pelanggaran KBB tertinggi dalam 12 tahun terakhir adalah Ahmadiyah, 554 peristiwa, Aliran Keagamaan 334 peristiwa, Umat Kristen 328 peristiwa dan Individu 314 peristiwa. Gangguan terhadap rumah ibadah dalam 12 tahun terakhir mencapai 398 gangguan, dimana gereja menempati urutan pertama selama 12 tahun terakhir yang mengalami ganguan dari aktor pemerintah maupun non pemerintah sebaganyak 199 gangguan yang disusul mesjid sebanyak 133 gangguan.
SETARA Institute juga mengajukan rekomendasi sebagai berikut:
Pertama, pemerintah harus merancang, mengagendakan dan melakukan optimalisasi institusi pendidikan untuk membangun pendidikan yang bhinneka, terbuka dan toleran, serta berorientasi pada penguatan bangsa dan negara berbasis Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Kedua, pemerintah harus memposisikan aparatnya, khusus kepolisian dan pemerintah lokal (dari provinsi hingga desa/kelurahan) sebagai garda terdepan dalam penegakan hukum, perlindungan seluruh warga, dan pembelaan dasar dan konstitusi negara.
Ketiga, negara harus menjamin penegakan hukum yang tegas dan adil berdasarkan Pancasila dan UUD
Keempat, mengoptimalisasi fungsi edukasi, sosialisasi, dan literasi mengenai toleransi dan kerukunan serta pencegahan diskriminasi dan intoleransi melalui optimalisasi televisi, media sosial, dan media daring sebagai arena dan ruang diskursus.
Kelima, memperkuat dan mengintensifkan inisiatif dan pelaksanaan dialog
yang setara antar kelompok agama/keyakinan.
Di atas semua rekomendasi tersebut, SETARA Institute mendorong pemerintahan baru hasil Pilpres 2019 untuk mengagendakan dan mengutamakan keberagaman atau kebinekaan dalam seluruh aspek tata kelola pemerintahan negara melalui pelembagaan pemerintahan inklusif (inclusive governance). Presiden diharapkan dapat mengeluarkan regulasi presidensiil yang menginstruksikan agar seluruh kementerian dan lembaga mengimplementasikan kebinekaan yang menghimpun keanekaan latar belakang di berbagai aspek, termasuk kebinekaan agama.
Comments