Hukum Karma itu omong kosong, Hukum Karma itu tidak ada, dan beragam statment tentang Hukum Karma yang sering kita dengar di lingkungan sekeliling kita. Sementara sebagian orang lainnya begitu percaya dengan adanya Hukum Karma, hal ini membuat penulis tertarik untuk mengulasnya pada tulisan kali ini.
Masyarakat luas mengartikan Hukum Karma sebagai Hukum Pembalasan, yang kemudian masyarakat menafsirkan jika seseorang mencuri maka harta bendanya akan dicuri, mereka yang berbohong akan dibohongi, mereka yang membunuh akan dibunuh. Namun pada kenyataannya banyak orang yang melakukan pencurian, kebohongan, pembunuhan maupun tindak kejahatan lainnya tidak mendapatkan pembalasan yang sama, bahkan mereka cenderung hidup bebas dan bahagia. Paling apes bagi mereka yang membunuh akan penjarakan, dan minim yang mendapatkan sanksi hukuman mati. Berdasarkan hal tersebut maka masyarakat menyimpulkan Hukum Karma itu tidak ada. Keyakinan bahwa Hukum Karma itu tidak ada, di perkuat bahwa Hukum Karma tidak tertulis pada Kitab Suci yang diyakini.
Sementara sebagian orang yang lain percaya bahwa Hukum Karma itu ada karena tertulis pada Kitab Suci agama yang mereka anut. Perdebatan kelompok yang percaya bahwa Hukum Karma ada dengan kelompok yang tidak percaya pada Hukum Karma terjadi lantaran referensi Kitab Suci yang digunakan berbeda.
Kata “Karma” berasal dari Bahasa Sansekerta yang memiliki arti Perbuatan. Hukum Karma berarti Hukum Perbuatan. Bunyi hukum perbuatan adalah “Mereka yang melakukan Karma Baik (perberbuatan baik) akan hidup berbahagia, dan mereka yang melakukan Karma Buruk (pembuatan jahat) akan hidup menderita”. Kebahagiaan maupun penderitaan tidak sertamerta terjadi tetapi bisa dirasakan berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun kemudian, bahkan jika di kehidupan sekarang tidak dirasakan maka akan dirasakan setelah kehidupan ini.
Dengan demikian tertulis atau tidak Hukum Karma pada Kitab Suci yang diyakini, mereka yang percaya pada hukum perbuatan, berarti percaya pada hukum karma.
Comments