Fenomena Bucin atau Budak Cinta menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda yang tengah dimabuk asmara. Benar kata orang “Cinta itu buta dan mampu membutakan mata dan hati.” istilah Bucin atau Budak Cinta seringkali digunakan untuk orang yang tengah dimabuk asmara secara berlebihan dan bahkan melupakan diri sendiri dan orang-orang terdekat seperti teman, sahabat bahkan keluarga.
Generasi muda yang seringkali mengidap virus bucin ini perlu disadarkan. Memiliki tanggung jawab akan bangsa Indonesia kedepannya menjadikan generasi muda tidak serta merta dilarang memiliki rasa cinta yang merupakan naluri alami seorang manusia. Tapi rasa cinta seperti apa? Apakah rasa cinta yang berlebihan sehingga dapat mengganggu masa depan? Tentu saja bukan.
Penderita virus bucin ini seringkali kehilangan akal sehat dan cara berfikir logis dan rasional, hingga kadang rela melakukan hal-hal ekstrem. Lebih jauh lagi virus bucin ini juga membuat buciners (sebutan penderita bucin) menjadi kehilangan jati diri. Lalu, apa yang dapat kita lakukan sebagai generasi muda yang masih bisa mengfungsikan akal sehat, agar tidak mengidap virus yang sama?
Kembali sesuai fitrah diri, berperilaku sesuai nilai dan norma yang disepakati. Tak pelak kita sering mendengarkan kabar atau berita tentang anak muda yang dimabuk cinta rela mengakhiri hidupnya hanya karena putus cinta dan selingkuhi sang belahan jiwa. Serta berita lainnya, seperti kabar pembunuhan seorang mahasiswi di Singaraja, Bali, bernama Ni Made Serli Mahardika (20) yang dibunuh karena dicekik oleh kekasihnya sendiri berinisial KIJ (21) akibat cemburu karena korban sering terlihat kongkow-kongkow manja dengan laki-laki teman kuliahnya. Lebih seram lagi salah satu kasus di Jepang oleh Yuka Takaoka dengan menikam pria yang dicintainya agar tak dapat dimiliki oleh orang lain kemudian berencana bunuh diri setelahnya agar mereka sama-sama tidak bersama orang lain.
Kebablasan dalam mendramatisir perasaan yang terjadi lantas mengesampingkan akal sehat. Para pelaku Bucin ini sering kehilangan moral dalam berprilaku sehari-hari. Sudah seharusnya sebagai generasi muda Indonesia kita kembali mengenal siapa diri, dan melihat kebelakang apa saja kebermanfaat yang sudah diberi untuk negeri tercinta ini. Tak lupa dan selalu mempedomani setiap nilai-nilai yang terkandung di dalam butiran pancasila yang sejak lama sudah dijadikan falsafah negeri ini.
Apakah dengan menerapkan sila yang kedua bisa menghilangkan wabah virus bucin di dalam diri, Bisa saja!
karena sejatinya manusia lahir berpotensi untuk berlaku adil dan juga beradab. Sekilas “adil” ialah tindakan yang dilakukan untuk membantu sesama tanpa harus melihat latar belakang kehidupannya.
Manusia yang adil dan beradab ialah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki derajat paling tinggi. Karena itu, kita harus mewujudkannya melalui sikap menghargai, menghormati, dan mencintai satu sama lain serta mencintai diri sendiri.
Ditulis oleh : Hendrizal
Comments