Paul Virilio, seorang filsuf asal Perancis, dalam bukunya Speed and Politics: An Essay on Dromology (1986) menyatakan, realitas kebudayaan dewasa ini digerakkan oleh logika dan obsesi akan kecepatan. Virilio menyebutnya sebagai era Dromologi. Dromologi berasal dari bahasa Yunani, Dromos yang artinya berlari kencang dan Logos yang artinya semesta pengetahuan. Secara sederhana, Dromologi berarti semesta berpikir yang digerakkan oleh prinsip kecepatan.

Berbeda dengan era modernitas yang digerakkan oleh prinsip produksi dan era modernitas-lanjut (late-modernity) yang ditegakkan oleh prinsip konsumsi, merujuk Virilio, era post-modernitas ditegakkan oleh prinsip Dromologi. Logika Dromologi menuntun untuk menjadi yang tercepat, yang pertama, yang terdepan. Adapun era Dromologi ialah siapa cepat dia menang. Siapa menang dia berkuasa. Siapa lambat dia tertinggal. Siapa tertinggal dia kalah. Menurut Virilio, logika Dromologi menguasai nyaris seluruh aspek kehidupan masyarakat postmodern dewasa ini: transportasi, produksi, konsumsi, politik, komunikasi, teknologi, gaya hidup, media, dan juga pekerjaan, waktu senggang, seni, olahraga, serta bisnis.

Dalam konteks logika Dromologi, fenomena penyebaran hoax yang lebih cepat ketimbang berita faktawi dibaca sebagai konstruksi logis kejayaan prinsip kecepatan dalam realitas masyarakat modern. Dengan bantuan perkembangan teknologi informasi terutama media sosial serta terbitnya era post-truth, yaitu emosi dan perasaan lebih penting ketimbang fakta dan data (Mcintyre, 2018), berita bohong kini dengan mudah dapat disebarkan dengan kecepatan dan daya jangkau yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Dengan dorongan emosi, para pengguna media sosial kini dengan mudah melupakan prinsip verifikasi, hilang nalar, grasa-grusu dan terburu-buru ingin menjadi yang pertama menyebarkan informasi yang belum jelas kebenarannya, ya, inilah era Dromologi kebohongan.

Beberapa catatan penting tentang logika Dromologi:

  1. Dromologi menuntut untuk jadi yang tercepat, pertama, dan terdepan.
  2. Siapa cepat dia menang, Siapa menang dia berkuasa
  3. Diam berarti mati, tergilas oleh laju percepatan
  4. Dromologi= semesta berpikir yang digerakkan oleh prinsip kecepatan

APLIKASI

Beberapa contoh fenomena Dromologi, misalnya, contohnya maraknya restoran cepat-saji, perlombaan teknologi; kereta cepat, mobil cepat, ekspedisi kilat, obsesi akan kecepatan akses internet dari 3G, 4G hingga 5G. Percepatan teknologi pertukaran data daring, hingga hasrat untuk selalu mengikuti informasi terbaru di media sosial dan ketakutan akan ketinggalan informasi atau fear of missing out. Masyarakat dituntut untuk cepat, bersegera, dan bergegas. Memacu kecepatan mengikuti pola kehidupan yang di-setting sedemikian rupa. Pemenuhan kebutuhan teknologi, mode gaya hidup hingga informasi berita semakin berpacu untuk menjadi yang terdepan dan tercepat. Kecepatan kini telah menjadi parameter bagi kemajuan atau keunggulan peradaban bangsa.

DAMPAK DROMOLOGI

            Dampak dari pola hidup masyarakat yang didasarkan pada kecepatan teknologi adalah penyingkatan waktu dan lenyapnya batas-batas geografis, gaya hidup instan dan pudarnya sikap Deliberatif, serta kemajuan lingkungan digital dan Pendiskreditan aksi manusia. Masyarakat benar-benar telah terperangkap dan kecanduan alat-alat teknologi paradigma masyarakat telah dibentuk olehnya.

Selain itu, masyarakat demokratis sebagai masyarakat yang lahir dan hidup dalam perspektif dan pengaruh Dromologi mengalami semacam kelumpuhan akal budi, masyarakat cenderung diam (mati) dan anti-sosial. Waktu relasi manusia modern dimanipulasi sedemikian rupa untuk membius manusia, sehingga benar-benar tidak peduli lagi dengan lingkungan sosialnya manusia teralienasi dari lingkungan sekitarnya.

STRATEGI

            Perubahan teknologi yang sangat cepat membuat manusia dapat hidup dalam kemudahan dan segalanya dapat diperoleh secara instan. Bagi masyarakat Indonesia, menolak teknologi sepertinya tidak mungkin. Karena itu sikap dan langkah yang harus diambil adalah membangun Dromologi berwawasan integratif yang meliputi lingkungan hidup, sosial dan spiritual, dengan menerapkan cara berpikir sosial yang kreatif, efektif, empati, dan toleran serta menerapkan prinsip produktif yang positif dalam berteknologi agar menjadi manusia seutuhnya yang tidak dapat diganti oleh teknologi.

DROMOLOGI DALAM PANDANGAN AGAMA

            Budaya instan yang merebak di masyarakat, membuat orang tidak menikmati lagi proses dan menemukan kedalaman makna. Agama, khususnya Islam mengajarkan manusia untuk al-ana’ah, yaitu suatu sikap tentang dan tidak tergesa-gesa. Tenang bukan berarti santuy. Tenang berarti penuh ketelitian, penuh perhitungan dan tidak serampangan tidak perlu merasa terdesak untuk mengikuti cepatnya pergantian citra yang diproduksi oleh media massa “wa kaana al-insaanu ‘ajuula.”(al-isra’:11). Sungguhpun manusia diciptakan dengan sifat fitrah tergesa-gesa tetapi seorang tetap dihimbau untuk menghindari sifat ini. Dalam konteks hubungan sosial, tali kekang lidah dan tangan mesti sering dikencangkan supaya tidak terburu-buru menghasilkan perilaku gegabah. Panjangkan pikiran sebelum berucap atau berbuat.

.


MAULID NABI SEBAGAI MENELADANI NILAI PERDAMAIAN DAN PERSAUDARAAN ANTARA SESAMA

Previous article

Mengenal Luhak Nan Tigo, Asal Mula Budaya Minangkabau

Next article

You may also like

1 Comment

  1. DROMOLOGI: Dari Makan Hingga Beragama Instan – Duta Damai Sumatera Barat
    arybeitsqjk
    rybeitsqjk http://www.gv9hq516av7x9j0flq2rg41v257n37w9s.org/
    [url=http://www.gv9hq516av7x9j0flq2rg41v257n37w9s.org/]urybeitsqjk[/url]

Leave a reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Opini