Minggu 28 maret 2021 kemarin masyarakat Indonesia kembali dikejutkan dengan aksi bom bunuh diri di depan Gereja Katedral Makassar. Aksi yang sangat tidak manusiawi yang tak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga keutuhan bangsa Indonesia yang bhineka ini. laporan sementara hingga hari ini 29 maret 2021, mengatakan bahwa pelaku bom bunuh diri ini telah melukai 20 warga sipil, baik yang mengalami luka ringan, sedang, bahkan berat. Siapapun mengutuk aksi ini dengan alasan apapun, termasuk dengan dalih jihad sekalipun, karena jihad yang benar tidaklah demikian.
Setiap agama mengajarkan cinta dan kasih, bukan kekerasan apalagi sampai menghilangkan nyawa secara sengaja atas nama agama, termasuk Islam. Islam tidak pernah mengajarkan penganutnya untuk melakukan kekerasan dan menyakiti diri sendiri ataupun orang lain dengan sengaja, apalagi dengan mengatasnamakan jihad demi Surga-Nya.
Islam adalah agama cinta, agama menebarkan keselamatan dan rahmat bagi semua. Islam adalah agama yang penuh keramahan serta welas asih, sehingga tindakan teroris atas nama agama sama sekali tidak bisa dibenarkan dan bahkan tidak ada dalilnya sama sekali dalam ajaran Islam.
Bentuk aksi kekerasan serta diskriminasi dengan mengatasnamakan agama tidak bisa kita pungkiri hingga hari ini masih marak saja terjadi. Hal demikian terjadi tentu dengan berbagai faktor, salah satunya adalah pemahaman agama yang yang dangkal serta semangat beragama yang lebih mengedepankan ego dalam berekspresi tanpa mau membuka diri untuk mengkaji agama melalui berbagai sudut pandang lainnya.
Agama itu perlu dipahami secara teks dan juga konteks, secara normative juga historis. Apalagi dengan kondisi negara kita adalah negara yang penuh dengan keberagaman, baik suku, bahasa, tradisi, ras, bahkan agama sekalipun. Sebuah keniscayaan dari Tuhan yang tak bisa kita pungkiri. Maka dalam keberagaman ini kita perlu memahami agama secara kaffah agar tak salah dalam mengekspresikan keberagamaan, sehingga kita mampu memahami orang lain dan merawat sikap toleransi antar sesama manusia.
Kita memang perlu memahami ajaran agama secara substansi, tetapi jangan hanya berhenti sampai disitu, karena pemahaman demikian yang hanya secara tekstual literalis akan membuat kita terjebak ke dalam ruangan ideologis yang tertutup dan sangat subjektif, sehingga lebih merasa paling benar sendiri, sedangkan yang di luar dari dirinya salah. Pemahaman yang seperti inilah yang pada akhirnya memicu berbagai tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran agama yang sesungguhnya itu. Sehingga tindakan-tindakan yang berbasis kekerasan dan diskriminasi sering saja terjadi dan Tuna Moral dalam beragama semakin marak yang pada akhirnya membuat kegaduhan sosial yang sangat merugikan diri sendiri, orang lain, bahkan negara sekalipun.
Sebagai umat yang beragama, apapun itu agamanya sudah sepatutnya kita kembali kepada ajaran agama secara benar dan tidak setengah-setengah apalagi hanya belajar dari media-media sosial. Belajarlah ke ahlinya secara langsung yang lebih mengedepankan akhlak mulia yang menyejukkan umat dan manusia. Yang senantiasa mengajarkan cinta dan kasih kepada setiap manusia, yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan yang universal yang akan menumbuhkan persatuan dan kesatuan di antara sesama atas nama bangsa Indonesia.
Comments